TRIBUNJATENG.COM - Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Dewi Astutik, di sebuah hotel di Sihanoukville, Kamboja, Senin (1/12/2025) kemarin.
Penangkapan warga Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur itu terkait peredaran narkoba kelas internasional.
Dewi merupakan gembong narkoba internasional yang terafiliasi dengan jaringan Golden Triangle, organisasi yang juga "menaungi" warga negara Indonesia (WNI) lainnya, Fredy Pratama.
Golden Triangle atau Segitiga Emas adalah wilayah yang meliputi Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Lokasi ini dikenal sebagai wilayah peredaran narkoba kelas berat.
Penangkapan terhadap Dewi ini merupakan kolaborasi BNN bersama Kepolisian Kamboja, Kedutaan Besar RI (KBRI) Phnom Penh, Atase Pertahanan RI di Kamboja, dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Setelah ditangkap, Dewi dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (2/12/2025).
"Dewi ditangkap berada dalam kendaraan Toyota Prius berwarna putih setelah keluar dari salah satu hotel di Sihanoukville, Kamboja," ungkap Kepala BNN, Komjen Suyudi Ario Seto, Selasa.
Jauh sebelum menjadi buron kasus narkoba internasional, Dewi berpamitan kepada keluarganya hendak ke luar negeri bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Hal ini bahkan diketahui kepala dusun dan tetangga Dewi di kampung halamannya di Dusun Sumber Agung, Desa/Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.
Menurut Kepala Dusun Sumber Agung, Gunawan, Dewi pernah bekerja sebagai TKI di Hong Kong dan Taiwan.
Kabar terakhir yang didengar Gunawan, Dewi sedang bekerja di Kamboja.
"Memang bekerja di luar negeri dan sudah lama berangkat. Ia pernah bekerja di Hongkong dan Taiwan, terakhir ini katanya di Kamboja," jelas Gunawan saat ditanya mengenai Dewi yang ramai dibicarakan usai penyelundupan dua ton sabu di Kepulauan Riau terbongkar, Selasa (27/5/2025), dikutip dari Surya.co.id.
Meski demikian, Gunawan mengatakan Dewi bukanlah nama aslinya.
Ia mengatakan nama asli Dewi adalah PA.
Hal serupa juga disampaikan tetangga Dewi di Dusun Sumber Agung, Sri Wahyuni.
"Kalau foto dan alamat yang beredar itu kenalnya adalah PA, memang warga sini. Tapi, kalau nama Dewi Astutik, kita tidak kenal," ujar Sri.
Terpisah, Kapolres Ponorogo, AKBP Andin Wisnu Sudibyo, mengatakan Dewi sengaja menggunakan identitas palsu untuk menyamarkan nama aslinya.
"Kami sudah ke lokasi. Dewi Astutik itu sesuai KTP merupakan warga Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tetapi nama aslinya bukan Dewi Astutik," ungkap Andin, Rabu (28/5/2025), dilansir Kompas.com.
"Ibu itu (Dewi Astutik) memang KTP-nya Ponorogo. Identitas yang pertama dipalsukan, punya keluarganya. Orang situ (Ponorogo), tapi kartunya (KTP) dipalsukan," imbuhnya.
Lama bekerja sebagai TKI, Dewi Astutik justru masuk daftar pencarian orang (DPO) Interpol sejak 2024.
Namanya pertama kali terendus ketika BNN berhasil membongkar peredaran heroin seberat 2,76 kilogram di Bandara Soekarno-Hatta.
Heroin itu diamankan dari seorang pria berinisial ZM pada 24 September 2024, ketika baru tiba di Terminal 3 Kedatangan Bandara.
ZM sendiri diketahui menumpang pesawat dari Singapura.
Saat pemeriksaan, ZM mengaku heroin yang dibawanya akan diserahkan kepada SS.
BNN lantas bergerak menangkap SS dan didapati nama pelaku lain, yakni AH.
Ternyata, AH adalah orang yang memerintahkan ZM dan SS untuk mengambil heroin dari Dewi di Kamboja.
Berdasarkan petunjuk itu, BNN akhirnya mengamankan AH di Medan, Sumatra Utara.
Nama Dewi Astutik kembali muncul ketika BNN bersama Bea Cukai dan TNI AL mengamankan dua ton sabu dari kapal MT. Sea Dragon Tarawa di Kepulauan Riau pada 22 Mei 2025.
Empat awak kapal yang berstatus warga negara Indonesia (WNI), diketahui terkait dengan Dewi.
Bukan orang biasa, Dewi Astutik memegang peranan penting dalam jaringan peredaran narkoba di wilayah Asia dan Afrika.
Komjen Suyudi Ario Seto mengungkapkan Dewi berperan sebagai rekrutmen untuk kurir.
"Dewi merupakan rekrutmen dari jaringan perdagangan narkotika Asia-Afrika dan juga menjadi (DPO) dari negara Korea Selatan," ungkap Suyudi, Selasa (2/12/2025).
Peran penting Dewi sebelumnya juga pernah diungkap Komjen Marthinus Hukom ketika masih menjabat sebagai Kepala BNN.
Marthinus mengatakan Dewi merupakan pengendali untuk ratusan kurir narkoba yang kebanyakan merupakan WNI.
Bahkan, ada lebih dari 110 WNI 'asuhan' Dewi yang ditangkap di berbagai negara, seperti Brasil, Kamboja, hingga Korea Selatan.
"Ada 110 lebih orang Indonesia ditangkap di luar negeri, ada di Brasil, Addis Ababa (ibu kota Ethiopia), di India, Kamboja, Thailand, Korea. Itu semua ketika kita bertanya, mereka bagian dari Dewi Astutik," tutur Marthinus dalam tayangan Rosi di KompasTV yang tayang pada akhir Mei 2025.
Karena perannya sebagai pemimpin dan perekrut kurir, Dewi diduga kuat berhubungan dengan jaringan narkoba lainnya.
Marthinus menyebut Dewi termasuk dalam jajaran pimpinan di Golden Triangle bersama buron WNI lainnya, Fredy Pratama, meskipun bukan yang tertinggi.
Sebab, selain membawahi ratusan kurir narkoba, Dewi juga terhubung dengan sindikat Afrika yang beroperasi di Thailand dan semenanjung Malaysia.
"Dewi ini sudah menjadi semacam pimpinan dari jaringan ini (Golden Triangle). Tapi, saya yakin dia bukan pimpinan tertingginya," ujar Marthinus.
"Dia terhubung dengan sindikat Afrika yang beroperasi di Thailand dan semenanjung Malaya," imbuhnya.
Jaringan yang dikendalikannya mendistribusikan berbagai jenis narkotika, termasuk sabu, kokain, dan ketamin, ke wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.
Untuk mengelabui aparat hukum, Dewi kerap berpindah negara dan menggunakan nama samaran seperti Kak Jinda atau Dinda.
(Pravitri Retno W/Reynas Abdila, Surya.co.id/Pramita Kusumaningrum, Kompas.com)