TRIBUNNEWS.COM – Buku pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas 5 SD/MI Kurikulum Merdeka halaman 46 bab 2.
Salah satu materi yang dibahas pada buku pelajaran buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 5 SD/MI Kurikulum Merdeka halaman 46, karangan Henry Nugroho dkk. terbitan Kemdikbud Ristek tahun 2021, yakni nama-nama Allah.
Nama-nama Allah (Asmaul Husna) adalah 99 nama indah yang mencerminkan sifat, keagungan, dan kesempurnaan Allah dalam Islam.
Setiap nama menggambarkan karakter Allah yang menjadi pedoman bagi umat Muslim untuk memahami sifat-sifat Tuhan secara lebih dekat bahwa Allah Maha Esa, Maha Penyayang, Maha Adil, dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pada latihan soal kali ini, siswa diminta menjawab pertanyaan terkait aktivitas yang ada dalam halaman tersebut.
Sebagai catatan, sebelum melihat kunci buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 5 SD/MI Kurikulum Merdeka halaman 46 siswa diminta untuk terlebih dahulu menjawab soal secara mandiri.
Kunci jawaban ini digunakan sebagai panduan dan pembanding oleh orang tua untuk mengoreksi pekerjaan anak.
Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam 5 SD/MI Kurikulum Merdeka Halaman 46: Kisah Mencintai Allah
Kisah Penyejuk Hati
Abu Hurairah menceritakan bahwa dulu ada seorang laki-laki saleh yang hendak mengunjungi saudaranya di desa yang jauh dari tempat tinggalnya,
Allah pun mengutus malaikat untuk mengawalnya. Ketika sampai di hadapan laki-laki tersebut, malaikat bertanya, “Mau pergi kemana wahai hamba Allah?”
Ia menjawab, “ Mau mengunjungi saudara saya di desa”.
“Apakah kamu membawa perbekalan?”
“Tidak, tetapi saya melakukan ini karena cinta saya kepada Allah. Saya mencintai saudara ini karena cintaku kepada Allah.”
Malaikat itu berkata, “ Sesungguhnya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu,”.
Sumber Anas Ismail Abu Daud, Dalil As Sailin Ensiklopedi Dakwah, Munirun Abidi dan Fuad Eefendi, Malang: al Qoyyim, 2004.
Begitulah contoh kisah mencintai Allah.
Bagaimana dengan kalian?
Jawaban :
Contoh Kisah Mencintai Allah
Jika kisah laki-laki saleh itu mengajarkan tentang ketulusan dalam bersaudara karena Allah, maka kisah kecil dalam hidup saya sendiri mengajarkan hal serupa, meski bentuknya sangat sederhana.
Dulu, saya pernah mengenal seorang tetangga lansia yang hidup sendirian. Setiap sore, saya melihat beliau duduk di beranda kecilnya, seperti menunggu seseorang datang.
Suatu hari saya memberanikan diri untuk menyapanya dan mengantarkan makanan yang ibu masak. Ternyata, beliau memang jarang dikunjungi keluarga karena semua tinggal di kota berbeda.
Sejak itu, saya berusaha untuk mampir setiap beberapa hari, kadang hanya untuk berbincang sebentar, mendengarkan ceritanya, atau sekadar membawakan buah.
Tidak ada tujuan lain selain ingin melakukan kebaikan yang saya harap dicintai Allah. Saya tidak mengharapkan balasan apapun darinya.
Beberapa bulan kemudian, beliau berkata sesuatu yang tak pernah saya lupakan:
"Nak, tiap kamu datang, saya merasa Allah sedang menguatkan saya."
Saat itu saya sadar, bahwa kebaikan kecil yang dilakukan dengan niat karena Allah ternyata bisa menjadi cahaya besar bagi orang lain.
Dan justru di situlah letak indahnya mencintai karena Allah bukan soal besar kecilnya tindakan, tetapi keikhlasan niat dan manfaatnya bagi sesama.
Mungkin kisah saya tidak seagung perjalanan panjang seorang laki-laki saleh yang didampingi malaikat.
Namun lewat pengalaman sederhana itu, saya belajar bahwa mencintai Allah dapat terlihat dari bagaimana kita memperlakukan makhluk-Nya: menolong, mendengar, menyapa, atau hadir ketika orang lain merasa sendiri.
*) Disclaimer:
(Namira)