Laboratorium Karbon Digital, Terobosan Baru untuk Pasar Karbon Indonesia
Dodi Esvandi December 11, 2025 01:38 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konferensi Karbon Digital (Carbon Digital Conference/CDC) 2025 sukses digelar pada 8–10 Desember di Bandung, Jawa Barat.

Ajang ini menjadi momentum penting yang menunjukkan bagaimana teknologi digital dapat mendorong solusi iklim sekaligus memperkuat integritas pasar karbon Indonesia.

Mengusung tema “Menggagas Ulang Pasar Karbon Indonesia: Inovasi Digital untuk Integritas Global”, CDC 2025 menghadirkan lebih dari 450 peserta dari 10 negara.

Pemerintah, industri, akademisi, hingga startup teknologi iklim berkumpul dalam forum kolaborasi lintas sektor.

Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), Riza Suarga, menegaskan bahwa konferensi ini bukan sekadar pertemuan, melainkan wadah strategis untuk menyampaikan kebijakan, regulasi, dan inovasi.

“Momentum ini menunjukkan komitmen bersama menjadikan Indonesia pemimpin dalam solusi iklim global,” ujarnya.

Sebagai knowledge partner, Yulianna Sudjonno, Partner sekaligus Sustainability Leader PwC Indonesia, menyoroti langkah maju pemerintah melalui penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan sejumlah negara dan lembaga internasional.

“Kini saatnya seluruh ekosistem melanjutkan upaya tersebut untuk membangun kredit karbon berkualitas tinggi di Indonesia. CDC 2025 menjadi katalis penting agar setiap langkah memenuhi standar global dan memberi nilai nyata bagi ekonomi hijau,” katanya.

Dalam konferensi ini, gagasan besar yang mencuat adalah pembentukan Laboratorium Karbon Digital.

Menurut Riza, laboratorium tersebut akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengukur, melaporkan, dan memverifikasi (MRV) emisi gas rumah kaca.

“Laboratorium karbon digital akan memperkuat akurasi dan transparansi data emisi, sehingga target pengurangan emisi bisa lebih efektif tercapai,” jelasnya.

Penandatanganan Komitmen Bersama antara IDCTA dan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menjadi landasan pengembangan laboratorium karbon digital di tingkat kota. Farhan menegaskan Bandung siap menjadi pilot project.

“Ini kesempatan emas bagi Bandung untuk menjadi living lab industri karbon digital. Jika prototipe berhasil, kapasitasnya bisa diperbesar agar Bandung dikenal sebagai kota lahirnya Carbon Digital Economy,” ujarnya.

Bandung sendiri menghadapi tantangan besar terkait keterbatasan ruang terbuka hijau (RTH).

Target 30 persen RTH sulit dicapai karena kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan.

Namun, Farhan menyebut adanya potensi pemanfaatan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) seluas 600–700 hektare sebagai modal lingkungan (natural capital) yang dapat mendukung skema ekonomi karbon di masa depan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.