Gaza (ANTARA) - Pemerintah teknokratis sementara untuk mengelola Jalur Gaza seharusnya langsung terhubung dengan kabinet Otoritas Palestina (PA), kata Wakil Menteri Luar Negeri Palestina Omar Awadallah kepada RIA Novosti, Jumat.
Awadallah menuturkan bahwa isu tersebut sedang aktif dibahas di antara para mediator yang terlibat dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.
“Saat ini, penting untuk membentuk komite teknokrat untuk memerintah Gaza. Komite ini akan langsung terhubung dengan pemerintah Palestina melalui seorang menteri yang ditunjuk,” katanya.
“Kami berpegang pada prinsip ‘kesatuan wilayah, rakyat, dan pemerintahan.’ Masalah ini saat ini sedang dibahas dengan para pemimpin Arab dan mitra mediasi, termasuk Amerika Serikat,” sambungnya.
Awadallah menuturkan bahwa opsi utama yang sedang dipertimbangkan adalah pengembalian penuh PA tidak hanya ke Gaza, tetapi juga ke wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel. Hal tersebut sejalan dengan rencana rekonstruksi yang diusulkan oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam.
“Ada juga usulan untuk membentuk pemerintah sementara yang terdiri dari karyawan PA yang tetap berada di Gaza dan melanjutkan pekerjaan di infrastruktur sipil,” tambahnya.
Kendati demikian, sebutnya, transisi menuju pemerintahan pasca-perang di Gaza membutuhkan kesepakatan dari semua pihak dalam konflik, termasuk gerakan Palestina Hamas dan Israel.
Hamas juga disebutnya telah menyatakan persetujuan terhadap rencana perdamaian Presiden Amerika Serikat Donald Trump serta pemindahan kewenangan komite pemerintahan kepada PA.
“Siapa pun yang ingin beralih memasuki fase kedua gencatan senjata di Gaza di bawah rencana Presiden Trump, harus menerima ketentuan pembentukan komite ini,” ujar Awadallah.
Sementara itu, otoritas Israel menegaskan bahwa demiliterisasi penuh Hamas dan Jalur Gaza, serta pencegahan terbentuknya negara Palestina, merupakan syarat mendasar dalam pembicaraan mengenai masa depan Gaza dan prospek kawasan secara keseluruhan.
Pada 10 Oktober, kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku. Pada 13 Oktober, Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menandatangani deklarasi tentang gencatan senjata Gaza.
Kemudian pada 17 November, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi resolusi yang mendukung rencana komprehensif Trump untuk menyelesaikan konflik di Jalur Gaza.
Tiga belas dari 15 anggota dewan memilih mendukung resolusi tersebut, sementara dua anggota, yakni Rusia dan China, memilih abstain.
Sumber: Sputnik/RIA Novosti







