Polri adalah institusi negara, bukan alat kepentingan politik. Karena itu, setiap proses pengangkatan Kapolri harus tetap menjaga kepercayaan publik, transparansi, dan akuntabilitas
Jakarta (ANTARA) - Front Pemuda Indonesia Raya (FPIR) menyebutkan usulan penunjukan langsung posisi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) oleh presiden merupakan hal yang tidak demokratis.
Ketua Umum FPIR Fauzan Ohorella menilai usulan tersebut menegasikan peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan representasi rakyat untuk memilih kapolri.
"Saya memandang bahwa isu ini harus menjadi dialog yang konstruktif," ujar Fauzan dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, wacana tersebut akan membuat legislatif tidak lagi memiliki fungsi terhadap check and balance atau pengawasan dan keseimbangan Kapolri ke depannya, yang bisa berpengaruh pada tata kelola demokrasi.
Meski bukan serta-merta bentuk penyalahgunaan kekuasaan, kata dia, penunjukan langsung Kapolri tetap mengandung potensi yang perlu diantisipasi agar tidak melemahkan prinsip supremasi sipil dan tata kelola demokratis yang telah berjalan baik selama ini.
Maka dari itu, FPIR mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan diskusi mendalam, melibatkan pakar, dan mempertimbangkan masukan masyarakat sipil sebelum mengambil keputusan apa pun.
Fauzan berpendapat kajian yang matang juga bisa menghentikan spekulasi liar atas isu tersebut.
"Polri adalah institusi negara, bukan alat kepentingan politik. Karena itu, setiap proses pengangkatan Kapolri harus tetap menjaga kepercayaan publik, transparansi, dan akuntabilitas,” tutur dia.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan pihaknya percaya penguatan kepemimpinan Polri akan berjalan optimal apabila didukung oleh mekanisme yang terukur, demokratis, serta menempatkan kepentingan bangsa dan prinsip supremasi sipil di atas kepentingan politik jangka pendek.
FPIR pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memaknai isu tersebut dengan kepala dingin, dengan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tetap berada dalam koridor demokrasi dan memperkuat institusi Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Adapun belakangan, usulan calon Kapolri tidak perlu diseleksi oleh DPR sempat mengemuka. Salah satunya dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang menyarankan hal tersebut agar Polri lebih independen.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Dwiyanto Prihartono mengungkapkan berdasarkan rujukan fakta beberapa tahun terakhir, posisi kepolisian cenderung tertarik oleh berbagai kekuatan politik, termasuk kekuatan partai.
"Bahasa gampangnya ada bargaining position mereka di sana. Itu tembus sampai ke daerah-daerah, sehingga sistem komando pun menjadi terganggu, karena faktor politik lebih mendominasi ketimbang faktor profesionalnya kepolisian," ungkap Dwiyanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu (10/12).
Dengan demikian, dirinya menyebutkan hal tersebut menjadi salah satu yang disarankan pihaknya untuk masuk ke dalam revisi Undang-Undang (UU) Polri, dalam sesi audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Jakarta, Selasa (9/12).







