Laporan wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Permasalahan klasik berkaitan penerbitan izin tambang galian C di Kabupaten Bangkalan diletupkan Komisi I DPRD Bangkalan, Nur Hakim saat menghadiri Seminar Nasional dan Refleksi Akhir Tahun 2025 bertemakan, ‘Pemangkasan TKD dan Masa Depan Otonomi Daerah’yang digelar Asosiasi Pengajar Hukum dan Tata Negara Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jawa Timur di Gedung Rektorat Lantai 10 UTM, Jumat (12/12/2025).
Mewakili Ketua DPRD Bangkalan, Dedy Yusuf, Nur Hakim dalam sambutannya menegaskan bahwa ada keluh kesah dari Kabupaten Bangkalan berkaitan masalah ekonomi daerah, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2024 ketika itu disandingkan dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan.
“Ternyata kabupaten tidak mempunyai kekuatan dan daya apa-apa untuk mengelola tambang yang ada di kabupaten,” ungkap Nur Hakim selaku Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bangkalan.
Padahal, lanjutnya, potensi tambang yang disebut galian C di setiap kecamatan sangat luar biasa. Tetapi karena ada UU Nomor 3 Tahun 2020, masalah pertambangan ini menjadi dinamika yang sangat luar biasa di daerah.
“Harapannya, semoga dalam forum ini bisa dibicarakan juga peran apa yang bisa diambil oleh kabupaten/kota ketika ada tambang galian C karena selama ini izinnya masih ada di provinsi,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Ia menjelaskan, selama ini pemerintah daerah kabupaten/kota merasa dilema ketika hendak melakukan penarikan pajak walaupun ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2024 bahwa untuk mengambil pajak tidak perlu izin ataupun keabsahan dari tambang tersebut.
“Tetapi kami bingung juga ketika kami menarik pajak dan retribusi, seakan-akan seakan kami mendukung tambang ilegal apabila semua izin belum lengkap. Ini dilemma sangat luar biasa bagi kabupaten, harapannya adalah dari para pakar turut memikirkan karena dampak dari tambang itu yang merasakan kabupaten,” jelasnya.
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pelaku tambang galian C, bahwa permasalahan klasik tentang penerbitan izin tambang memiliki kompleksitas tinggi, berakar pada aspek ribetnya birokrasi hingga aspek regulasi yang tumpang tindih. Situasi ini berimplikasi melemahnya kepatuhan penambang hingga ‘terseret’ dalam legitimasi kegiatan tambang ilegal.
Di tengah praktik penambangan ilegal di Indonesia yang saat ini menjadi sorotan setelah muncul berbagai permasalahan kronis dan bermacam dampak lingkungan ekologis, Satreskrim Polres Bangkalan menyita sedikitnya tiga unit kendaraan eskavator dan enam buah kendaraan dump truk dari dua lokasi tambang galian C di Kabupaten Bangkalan.
“Sebenarnya kabupaten sangat dilematis terkait masalah pertambangan, di satu sisi itu memang mata pencaharian masyarakat, ada ratusan masyarakat yang bekerja. Tetapi di sisi lain, pihak kabupaten tidak bisa berbuat apa-apa karena memang sesuai Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, kabupaten tidak bisa memberikan apa-apa, hanya memfasilitasi,” tegas Hakim.
Karena itu, lanjutnya, intensitas sosialisasi tentang akses tata cara perizinan harus segera diwujudkan sehingga potensi pendapatan asli daerah dari pajak dan retribusi kegiatan tambang galian C bisa memperkuat fiskal Kabupaten Bangkalan.
“Ini sebenarnya potensi bagi kabupaten dan provinsi, kalau semisal pemerintah provinsi mau terbuka terkait pertambangan itu. Kalau kami Komisi I mendorong agar semua pelaku tambang segera melegalkan perizinan tambang,” tutur Hakim.
Ia menambahkan, Pemkab Bangkalan dari dulu sudah menjalin komunikasi berkaitan kekurangan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari Pemprov Jatim yang sulit dipenuhi oleh para pengusaha tambang.
Sehingga, lanjutnya, pemerintah di kabupaten/kota juga kebingungan karena secara regulasi harus ada amdal juga yang diterbitkan provinsi. Dalam hal ini, Hakim mendorong para penambang harus jemput bola untuk mempersiapkan dokumen amdal tersebut.
Selama ini, Hakim menyebutkan Pemda Bangkalan selalu terbuka dan siap memfasilitasi untuk urusan perizinan. Namun ia menekankan, para pengusaha harus ingat bahwa ada amanah UU yang harus dipatuhi, yaitu, UU Nomor 1 Tahun 2022.
Disebutkan bahwa para pekerja tambang selain mengurus dokumen perizinannya ke Pemprov Jatim, juga mempunyai kewajiban ke kabupaten, yaki bayar pajak 20 persen dari setiap transaksi dan retribusi berkaitan pemanfaatan jalan kabupaten.