Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM – Edukasi seksual bagi anak masih menjadi topik yang kerap dihindari di banyak keluarga Indonesia.
Pembahasan ini sering dianggap sensitif, tidak pantas, bahkan tabu, meskipun kasus kekerasan seksual terhadap anak terus menjadi perhatian serius di berbagai daerah.
Penggagas Gerakan Kakak Aman Indonesia, Hana Maulida, menilai kuatnya faktor budaya menjadi alasan utama orang tua enggan membicarakan edukasi seksual kepada anak-anak mereka.
Pandangan tersebut diwariskan secara turun-temurun dan membentuk cara keluarga memandang isu seksualitas.
“Orang tua hari ini masih melihat membicarakan seksualitas sebagai sesuatu yang tabu,” ujar Hana dalam live streaming Beauty Health Tribun Health, Minggu (14/12/2025).
Hana menjelaskan, pembahasan mengenai organ vital atau bagian tubuh pribadi anak kerap dianggap tidak sopan.
Akibatnya, orangtua memilih untuk tidak membicarakannya sama sekali, padahal informasi tersebut sangat penting untuk perlindungan anak.
Menurutnya, pola ini tidak terlepas dari pengalaman masa kecil para orangtua yang juga tumbuh tanpa edukasi seksual di dalam keluarga.
Ketika mereka memasuki peran sebagai orang tua, kebiasaan diam tersebut kembali terulang.
Situasi ini membuat edukasi seksual tidak pernah hadir sebagai percakapan yang sehat di rumah, melainkan terus menjadi topik yang dihindari.
Selain faktor budaya, rasa takut juga menjadi alasan dominan orang tua canggung memulai pembicaraan soal edukasi seksual.
Berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan orang tua dan guru, Hana menyebut banyak yang khawatir salah menyampaikan informasi.
“Takutnya karena takut salah, takut anak memahaminya tidak sesuai dengan yang kita inginkan,” kata Hana.
Sebagian orang tua juga beranggapan pemahaman tentang seksualitas akan muncul dengan sendirinya seiring bertambahnya usia anak.
Namun, pandangan ini dinilai tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Paparan gadget, pengaruh lingkungan, serta tingginya kasus kekerasan seksual membuat anak justru membutuhkan pendampingan dan informasi yang tepat sejak dini.
Risiko Anak Mencari Jawaban di Luar Rumah
Hana menegaskan, ketika orang tua tidak mengambil peran sebagai sumber utama edukasi seksual, anak cenderung mencari jawaban di luar rumah.
Informasi tersebut bisa berasal dari internet, teman sebaya, atau bahkan orang asing.
Di era digital, kondisi ini sangat berisiko karena konten bermuatan sensual dan dewasa dapat diakses dengan mudah.
Sementara itu, anak belum memiliki kemampuan untuk memilah informasi yang aman dan sesuai usia.
Selain itu, niat pihak yang memberikan informasi kepada anak di luar keluarga juga tidak selalu dapat dipastikan. Hal ini membuka peluang terjadinya manipulasi hingga kekerasan seksual.
Dampak Jangka Panjang bagi Anak
Hana juga menyoroti dampak serius ketika anak tidak mendapatkan edukasi seksual dari orangtua, terutama jika kekerasan seksual justru terjadi di lingkungan terdekat.
Dalam sejumlah kasus, pelaku kekerasan berasal dari lingkar keluarga sendiri.
“Ketika orang tua yang seharusnya menjadi pelindung malah menjadi pelaku, itu sangat-sangat buruk bagi korban,” ujar Hana.
Trauma yang dialami anak tidak hanya bersifat sementara, tetapi dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan kehidupan sosialnya.
Karena itu, Hana menekankan pentingnya peran orang tua sebagai pihak pertama dan utama dalam memberikan edukasi seksual yang sesuai dengan usia anak.