TRIBUNMADURA.COM - Gadis asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi korban penyekapan di China.
Dia diduga terlibat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan internasional.
Tak hanya itu, dia juga menjadi korban asusila oleh pihak yang menahannya.
Agar bisa pulang, penahan RR meminta uang tebusan Rp200 juta.
Nilai itu tak sedikit. Apalagi keluarga RR sudah menanggung beban ekonomi yang berat.
Menurut kuasa hukum keluarga, Rangga Surya Danuningrat, pemerintah masih belum turun tangan sejak RR menghilang.
Besar harapan keluarga atas kepulangan RR ke pelukan mereka.
Baca juga: Pria Sok Jagoan Tak Mau Dengar Nasehat Tetangga, Berakhir Diciduk Polisi di Rumahnya
"Sampai sekarang belum ada. Kecuali kalau kondisi keluarganya diviralkan, mungkin baru ada bantuan," kata Rangga menegaskan pada Rabu (17/9/2025), melansir dari Tribun Jabar.
Bukan omong kosong, RR memang berasal dari keluarga kurang mampu.
Wanita berusia 23 tahun itu justru menjadi tulang punggung keluarga.
Dia yang menghidupi kakak dan ibu setelah kedua orang tuanya bercerai.
Sang kakak yang mengalami keterbelakangan mental tak bisa membantu banyak. Begitu pula sang ibu yang sakit.
Keluarga makin kesulitan ekonomi setelah RR hilang.
"Keluarga jelas tidak mampu. Sejak RR hilang, beban ekonomi makin berat karena dia sebenarnya tulang punggung keluarga," ungkap Rangga.
Baca juga: Sekap Teman di Rumah Akibat Gadai Motor, Pemuda ini Disiram Minyak Panas oleh Teman Tongkrongan
Kini RR tiada, ibunda harus menanggung semua beban meski sedang sakit.
Dia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik kue di Cikiray, Cisaat, dengan sistem borongan.
Penghasilannya hanya sekitar Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per hari.
Lebih memprihatinkan lagi, kondisi kesehatan sang ibu tidak stabil, namun tetap memaksakan diri berjalan kaki 3–4 kilometer setiap hari untuk bekerja.
"Dari rumah ke pabrik kue, ibunya jalan kaki bolak-balik. Sudah sakit-sakitan, tapi tetap dipaksa karena kalau tidak, keluarga tidak makan," jelas Rangga.
Sementara ini, pihak Rangga sudah menyiapkan laporan polisi dan tengah mengurus berkas untuk dilaporkan juga ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
"Kami tidak akan diam. Kami akan laporkan ke berbagai pihak agar RR bisa segera dipulangkan," pungkas Rangga.
Penyekapan juga sempat terjadi di Jawa Timur.
Baca juga: Sopir Angkot Sekap Siswi SMK di Kamar Kos, Lakukan Aksi Bejat Hingga Empat Hari, Pengakuan Beda
Empat pria menyamar menjadi polisi gadungan lantas menahan warga sipil tak bersalah.
Berbekal senjata pistol revolver mainan dan borgol, mereka berdalih korban telah terlibat kasus narkotika.
Kelimanya berhasil ditangkap oleh anggota Tim Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim.
Tersangka meliputi, HRP (36) warga Magersari, Sidoarjo, dan KA (46) warga Porong, Sidoarjo. Mereka karyawan swasta.
Kemudian, dua orang berstatus mahasiswa, MAA (23) warga Candi, Sidoarjo, dan MRF (21) warga Trate, Gresik.
Para tersangka berlagak menjadi Anggota Polisi tanpa menggunakan lencana atau pun seragam warna cokelat khas instansi Korps Bhayangkara.
Mereka memainkan peran sebagai Polisi Gadungan dengan cara memborgol kedua tangan korban dengan borgol yang dibelinya di pasaran.
Baca juga: Orang Tua Tega Sekap Anak Kandung Lalu Siram Air Panas Hingga Melepuh, Bermula Kecurigaan Paman
Kemudian, mereka menginterogasi korban seraya mengancam menggunakan pistol revolver mainan yang sebenarnya cuma korek pemantik api.
Wakil Direktur Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Suryono mengatakan, otak kejahatan pemerasan menjadi polisi gadungan itu adalah MRF.
Semula Tersangka MRF yang mengenal Korban S bersama-sama menaiki mobil sengaja membeli narkotika jenis sabu di kawasan Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, Minggu (1/9/2024).
Kemudian, Tersangka MRF mulai melancarkan akal bulusnya dengan memerintahkan korban S menyimpan sebagian sabu yang baru dibelinya ke dalam dompet.
Baca juga: Emak-emak di Tuban Jadi Korban Penyekapan, Perhiasan Kalung Emas dan Liontin Digondol Maling
Ternyata, saat keduanya tiba di parkiran sebuah minimarket kawasan Jenggolo, Pucang, Sidoarjo, Korban S mendadak disergap oleh ketiga tersangka lainnya yang sudah berlagak sebagai Anggota Polisi.
Korban S diborgol lalu dimasukkan ke dalam mobil untuk dibawa ke sebuah warung kopi sepi kawasan Stadion Jenggolo, Jenggolo, Buduran, Sidoarjo, dan dilakukan pemerasan menggunakan pistol revolver mainan.
Para tersangka kemudian memeras pihak anggota keluarga Korban S untuk segera membayarkan uang tebusan sekitar Rp50 juta.
Selama proses negosiasi tebusan tersebut berlangsung, Korban S disekap selama dua hari oleh para tersangka di sebuah homestay kawasan Jalan Mustang, Kwadengan Barat, Lemahputro, Sidoarjo.
"Pemerasan itu melalui paman korban, tapi cuma bisa kasih uang Rp15 juta."
"Dari kejadian tersebut kami melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap para tersangka," ujarnya di Gedung Bidang Humas Mapolda Jatim, Kamis (3/9/2024).
Suryono menambahkan, Tersangka MRF merupakan otak dari kejahatan pemerasan tersebut, untuk mengajak ketiga tersangka lainnya.
Berdasarkan pengakuan kepada penyidik, para tersangka baru melakukan aksi kejahatan tersebut sekali.
Namun, ia masih akan mengembangkan penyelidikan atas kasus tersebut, karena dimungkinkan para tersangka melakukan aksi lebih dari sekali.
Baca juga: Tabiat Kakek-Kakek Tak Terima Lamaran Ditolak Siswi SMP, Culik Sepulang Sekolah, Dibantu 4 Orang
"Tapi korban tidak kenal dengan 3 tersangka lainnya. Rupanya ini sudah didesain sedemikian rupa, dengan 3 orang lainnya," jelasnya.
Mengenai kebiasaan para tersangka mengusap narkotika jenis sabu. Suryono mengaku, pihaknya masih akan menyelidiki kembali dengan dengan melihat anggota Ditresnarkoba Polda Jatim.
"Nanti akan kami dalami kepemilikan sabunya, bekerja sama dengan Ditresnarkoba Polda Jatim," pungkasnya.
Akibat perbuatan tersebut, para tersangka bakal dikenakan Pasal 368 KUHP Atau Pasal 333 KUHP Tentang Tindak Pidana pemerasan Atau merampas kemerdekaan seseorang. Ancaman hukumannya sembilan bulan.
-----