TRIBUNJATENG.COM - Warga Blora, Jawa Tengah digemparkan dengan 8 santriwati Muhammadiyah Boarding School (MBS) Tahfidzul Quran Al Maa'uun Blora yang tenggelam di Sungai Lusi pada Kamis (11/12/2025) pagi.
Sebanyak 5 santri dinyatakan meninggal dunia dan 3 lainnya selamat.
Suwardi, warga sekitar lokasi kejadian mengingat beberapa kali terjadi musibah di aliran Sungai Lusi dekat tempatnya tinggal.
Baca juga: Alasan Wanto Tak Jual Mobil Pengacara Aris Munadi yang Dibunuh Kakak, Malah Ditinggal di Kebumen
• Istri Dito Ariotedjo Eks Menpora Pernah Unggah Foto Davina Karamoy Nge-gym di Kantor Suami
Kakek Suwardi mengatakan jika peristiwa orang hanyut yang dulu juga terjadi pada Bulan Desember.
"Ini (kejadian terbaru) Desember. Tahun dulu Desember juga. Pokoknya tiap bulan Desember, itu ati-ati," ucap Suwardi kepada Tribunjateng.com.
Dirinya kerap memperingatkan warga termasuk siswa dari SMP 2 yang dekat Sungai Lusi.
"Bapak itu ceriwis, anak SMP 2 itu sudah saya omongin, jangan nyebrang, nggak mba-mbah. Begitu (nyebrang, terjadi) tapi ketolongan semua. Saya kan masih sehat. Itu kalau nggak salah itu tahun 2014," lanjut Mbah Suwardi.
Dirinya pun membuka kembali ingatannya dulu tentang peristiwa orang hanyut di sungai itu.
Tak hanya anak sekolah, orang dewasa beberapa kali hanyut dan berhasil diselamatkan.
"Anak SMP 2 nyebrang, selamet, tapi yang lain-lain. Ada bakol godong (penjual daun), orang manggul blek. Pernah saya kehilangan sarung satu, karena saya tolongin. Temen saya nolongin, orang dulu kan nggak pakai rok, pakai jarik. Sampai telanjang bulat, saya tolongin, saya pinggirin, sarung saya robek. Buat nutupin," kenang Suwardi.
Dahulunya, orang-orang nekat menyebrang sungai karena tak ingin memutar jalan.
"Selamat, aku mau pulang lewat mana, lewat Pakis. Orang diomongin nggak percaya. Itu tahun 62," kenang Suwardi.
"Saya di sini, masalah di kali itu hapal,"
Sebelumnya, delapan santriwati hanyut dan tenggelam di aliran Sungai Lusi.
Edo, pemuda asal Kelurahan Kedung Jenar, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, menjadi saksi sekaligus penolong dalam peristiwa tenggelamnya delapan santriwati di Sungai Lusi, Kabupaten Blora.
Ia terbangun setelah mendengar teriakan adiknya yang meminta tolong karena ada orang tenggelam di sungai.
"Awalnya saya tidur, terus dengar adik minta tolong bilang ada orang tenggelam. Spontan saya bangun dan langsung lari ke sungai," tutur Edo.
Sesampainya di lokasi, Edo melihat dua santriwati berada di tepi Sungai Lusi dalam kondisi berpegangan pada bambu.
Arus sungai saat itu cukup deras, dipicu hujan yang turun sejak malam hingga pagi hari.
"Di pinggir sungai ada dua korban, satu di kiri dan satu di kanan. Mereka pegangan bambu, tapi bambunya patah," katanya.
Melihat kondisi tersebut, Edo langsung menyelam mendekati korban dari arah belakang dan mendorong keduanya ke tepi sungai.
Di daratan, warga lain sudah bersiaga membantu proses evakuasi.
"Saya menyelam lewat belakang korban, saya dorong ke pinggir. Di atas sudah ada Mas Bayu yang bantu narik ke darat," ujarnya.
Edo menyebut, dua santriwati yang ditolongnya masih dalam kondisi sadar dan terus berteriak meminta pertolongan.
"Masih sadar, teriakannya kencang. Mereka teriak, 'tolong Pak, tolong'," ungkapnya.
Pada hari pertama, tiga santriwati ditemukan dalam kondisi selamat.
Di antaranya AG, RAM asal Randublatung, dan FAA asal Kedungjenar Blora.
Kemudian dua santriwati meninggal di hari pertama pencarian, yakni NAS (16) asal Kunduran, NC (15) asal Jepon.
Pada hari kedua pencarian, tiga santriwati ditemukan dalam keadaan meninggal, yakni SR (14) asal Tunjungan, AFR (13) asal Tunjungan, CPM (16) asal Todanan.
Sehingga total korban tenggelam sudah ditemukan semua dan proses pencarian dihentikan.
Kalakhar BPBD Kabupaten Blora, Mulyowati mengatakan, untuk hari kedua, jenazah yang ditemukan pertama yakni jenazah CPM.
"Jenazah CPM dievakuasi pukul 13.25. Jenazah ditemukan berjarak 1,5 kilometer dari lokasi kejadian,"
"Setelah dievakuasi, jenazah langsung dibawa ke rumah sakit, kemudian disucikan, dan diserahkan ke pihak keluarga," jelasnya.