Sosok Mohammad Nashihan Ayah YouTuber Adimas Firdaus 'Resbob' yang Viral, Koruptor Kelas Kakap
December 16, 2025 05:25 PM

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Nama Mohammad Nashihan mendadak jadi sorotan publik setelah anaknya, YouTuber Adimas Firdaus alias Resbob, ditangkap polisi karena menghina suku Sunda.

Di balik kontroversi tersebut, sosok sang ayah turut diseret ke ruang publik dengan rekam jejak yang tak kalah mencengangkan.

Mohammad Nashihan disebut-sebut terseret kasus korupsi besar hingga dijuluki koruptor kelas kakap.

Baca juga: Profil Kusnadi, Mantan Ketua DPRD Jatim yang Meninggal Dunia, Punya Jabatan Penting di PDIP

YouTuber Resbob atau Adimas Firdaus ditangkap polisi seusai konten bernada rasis menghina suku Sunda viral di media sosial.

Berdasarkan informasi yang beredar, Resbob ditangkap di sebuah wilayah di Semarang.

Penangkapan Resbob kali ini turut menyorot orang tua youtuber tersebut.

Usut punya usut, ayah Resbob adalah Mohammad Nashihan yang ternyata napi korupsi Rp 55 miliar.

Hal ini pernah dibongkar oleh Bigmo, adik Resbob, dalam konten bersama Pandji Pragiwaksono.

Bigmo mengungkap bahwa ayahnya, Mohammad Nashihan, pernah tersandung kasus korupsi di Batam. 

Tapi kala itu Bigmo tak pernah mengungkap lebih jelas penyebab ayahnya tersandung kasus korupsi.

Belakangan terungkap bahwa ayah Resbob, Nashihan terbelit kasus dugaan korupsi dana asuransi kesehatan dan pensiun alias Jaminan Hari Tua PNS di Pemko Batam.

Negara mengalami kerugian hingga Rp55 miliar akibat kasus tersebut.

Nashihan divonis pidana penjara selama 10 tahun enam bulan dan denda Rp600 juta.

Nashihan juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp54,9 miliar untuk mengganti kerugian negara.

SOSOK VIRAL - Ayah YouTuber Resbob, Mohammad Nashihan, kini ikut disorot, disebut koruptor kelas kakap. (TribunJateng/Istimewa)

Ditangkap di Semarang

Akhir pelarian streamer AF alias Resbob yang ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.

AF ditangkap karena melontarkan ujaran kebencian terhadap suku Sunda dan komunitas suporter sepak bola, Viking saat melakukan live streaming atau siaran langsung di akun Youtube-nya.

Untuk menghindari kejaran polisi, Resbob sempat berpindah-pindah di tiga provinsi.

Dari Jakarta, ia sempat ke Jawa Timur. Resbob kemudian menuju Surakarta.

Terakhir, ia berada di sebuah desa di Semarang. Di situlah ia tertangkap.

Resbob ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Jabar pada, Senin (15/12/2025) siang. 

Dalam pelariannya, fakta baru terungkap yakni Resbob tidak bersembunyi di hotel mewah atau tempat eksklusif.

Resbob justru memilih lokasi-lokasi sederhana yang jauh dari kecurigaan, termasuk ke pelosok desa.

Strategi ini membuat proses pelacakan berlangsung alot, karena ia berpindah-pindah tempat dan memanfaatkan lingkungan sekitar untuk mengaburkan jejak.

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan menjelaskan, selama dalam pelarian Resbob bergerak seorang diri dan berpindah-pindah wilayah.

Hal menyulitkan, lanjut Hendra, pelaku sempat bisa mengecoh polisi karena menggunakan handphone pacarnya.

Pelaku masih menjalin komunikasi dengan pacarnya dan memanfaatkan ponsel sebagai upaya pengelabuan terhadap petugas.

Sementara itu, Dirressiber Polda Jabar, Kombes Resza Ramadianshah mengatakan, proses pengejaran tidak berjalan mudah, karena polisi harus menyisir hingga ke wilayah desa.

Operasi penelusuran yang dilakukan secara intensif ini melibatkan pengumpulan informasi dari warga, pemetaan lokasi, hingga pengintaian di sejumlah titik.

Resza mengungkapkan, Resbob ditangkap dalam pelarian saat sedang bersembunyi di daerah pedesaan.

Tak hanya sembunyi di kawasan pedesaan, Resbob juga berpindah-pindah kota.

Terbongkarnya persembunyian tersebut menjadi langkah penting polisi untuk mendalami kasus tersebut.

Kini, Resbob sudah ada di Mapolda Jabar untuk menjalani pemeriksaan lebih dalam.

Dalam kasus ini, Resbob telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyebaran konten bermuatan penghinaan terhadap Suku Sunda.

Ia dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. 

(TribunNewsmaker.com/TribunJateng.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.