Seminar “It’s Okay Not to Be Okay” Ajak Masyarakat Peduli Pada Kesehatan Mental
December 16, 2025 07:38 PM

TRIBUNJABAR.ID, KARAWANG - Kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental (mental health) semakin penting di tengah meningkatnya tuntutan hidup modern, tekanan pekerjaan, kebutuhan ekonomi serta pengaruh lingkungan dan interaksi sosial. Namun stigma negatif serta minimnya literasi menyangkut penanganan kesehatan mental masih menjadi hambatan utama bagi banyak orang. 

Menjawab tantangan tersebut, seminar bertema “It’s Okay Not to Be Okay” diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian peringatan Ulang Tahun ke-13 Rumah Sakit Izza, dengan dukungan Yayasan Astri Bakti Insani selaku mitra penyedia fasilitas. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Al Izza Preschool, Karawang, Jawa Barat, pada Sabtu (13/12).

Seminar ini menghadirkan berbagai perspektif, mulai dari psikolog, psikiater, penyintas kesehatan mental, hingga caregiver dan perwakilan komunitas, sebagai ruang dialog yang terbuka, inklusif, dan penuh empati untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap isu kesehatan mental.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengingatkan bahwa kesehatan mental merupakan bagian integral dari kualitas hidup seseorang, dan sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kondisi mental yang sehat membantu individu berpikir jernih, mengelola emosi, serta menghadapi tantangan hidup secara adaptif. 

“Terkait masalah kesehatan mental, kalau bicara data saat ini di Indonesia sendiri sebetulnya ada 1 berbanding 5 orang pernah mengalami masalah mental. Mungkin saat ini yang terlihat di lapangan itu seperti fenomena gunung es.  Hanya di atasnya saja yang terlihat. Tetapi di bawah itu masalah sebenarnya luar biasa besar sekali. Maka dari itu kami bersama-sama bergabung, untuk mulai menggaungkan penanganan masalah kesehatan mental,” ujar Direktur RS Izza Karawang, dr. Dik Adi Nugraha Sp.B., MM dalam keterangan resminya.

Namun, stigma yang muncul dan perasaan tabu sering membuat banyak orang memilih diam dan memendam masalah, sehingga meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi. 

Dalam seminar ini, para narasumber memaparkan akar masalah dari tingginya stigma di masyarakat, antara lain kurangnya pemahaman, akses layanan yang terbatas, serta anggapan keliru bahwa gangguan mental adalah bentuk kelemahan.

Padahal, setiap orang dapat mengalami masa sulit dan kerentanan emosional. 

Seminar yang dipandu oleh moderator Angelina Sondakh ini menegaskan pentingnya edukasi publik agar masyarakat berani mencari bantuan ketika dibutuhkan. 

Bangkit dan Keluar Dari Persoalan Mental

Dalam sesi ini, psikolog Marissa S. Purba, M.Psi., dan psikiater dr. P. Beta Ayu Natalia, Sp.KJ, terlebih dahulu memaparkan perspektif profesional mengenai pentingnya mengenali tanda-tanda awal masalah kesehatan mental, menjaga komunikasi yang sehat, serta tidak menunda untuk melibatkan tenaga profesional.

Keduanya menekankan bahwa penanganan kesehatan mental tidak selalu dimulai dari langkah besar, melainkan dari kesadaran diri, dukungan lingkungan terdekat, dan akses bantuan yang tepat.

“Yang paling penting adalah mendengarkan, mengajak anak beraktivitas, dan menciptakan rasa aman. Melalui pemahaman yang tepat, dukungan lingkungan, dan keberanian untuk mencari bantuan profesional, kesehatan mental diharapkan tidak lagi menjadi isu yang disembunyikan, melainkan bagian penting dari kualitas hidup sehari-hari," ujar Marissa, psikolog dari Universitas Padjadjaran Bandung.

Sementara dr. Beta Ayu Natalia, Sp.KJ menambahkan, “Kalau dalam konteks jiwa berarti seseorang harus tahu apa kekurangannya dalam menjalani kehidupan.

Apakah cara mengatasi stres atau masalah yang dihadapinya sudah baik atau belum. Apakah dia masih menyimpan respon trauma dari hal-hal di masa lalu.

Kadang orang tidak paham dengan sendirinya. Di sinilah butuh seorang ahli atau profesional. Jadi jangan sampai sudah pada taraf merasa tidak nyaman baru datang ke psikiater atau psikolog.”

Pendekatan tersebut kemudian diperkuat melalui kisah seorang penyintas kesehatan mental, Faqih N Umam, yang membagikan pengalamannya melewati masa krisis.

Melalui ceritanya, peserta diajak memahami bahwa proses pemulihan merupakan perjalanan yang bertahap dan sangat dipengaruhi oleh penerimaan diri, dukungan keluarga, serta lingkungan yang memberikan rasa aman tanpa stigma.

Perspektif praktis dari sisi keluarga disampaikan oleh Hindrawati dan Bagus Utomo, caregiver yaitu orang terdekat yang memiliki pengalaman mendampingi anggota keluarga tercintanya saat menghadapi krisis kesehatan mental.

Keduanya menekankan pentingnya mengenali gejala sejak dini, menjaga komunikasi yang empatik, serta menciptakan lingkungan keluarga yang suportif sebagai fondasi dalam proses pemulihan jangka panjang.

Seminar ini diawali dengan pemutaran film bertema kesehatan mental yang mengisahkan perjalanan seseorang dalam menghadapi stigma serta proses pemulihan.

Selama rangkaian acara, peserta juga dapat mengunjungi area bazar yang menghadirkan berbagai tenant, menciptakan suasana yang lebih terbuka dan nyaman bagi interaksi di sela-sela kegiatan seminar.

Acara dilanjutkan dengan seminar dan diskusi panel interaktif, di mana peserta dapat bertanya langsung kepada psikolog, psikiater, penyintas, dan keluarga pendamping.

Dialog terbuka ini mendorong peserta tidak hanya memahami isu kesehatan mental secara lebih mendalam, tetapi juga merasa menjadi bagian dari komunitas yang peduli dan saling mendukung.

Melalui kegiatan ini, masyarakat diharapkan semakin memahami bahwa kesehatan mental bukanlah isu yang tabu, melainkan bagian penting dari kehidupan manusia yang perlu mendapatkan perhatian bersama.

Setiap orang dapat mengalami masa-masa sulit dan kerentanan emosional, namun hal tersebut bukanlah akhir dari segalanya. 

”Keluarga adalah lini pertama, bagaimana membentuk karakter anak dan karakter manusia. Kalau keluarga tidak membentuk dengan karakter yang baik, kemungkinan anak akan mencari pelampiasan yang lain. Kita harus memperbaiki pola hidup, pola pikir sehingga jiwa kita agar tertata dengan baik,” ungkap Ketua Yayasan Astri Bakti Insani, Bagus Jatmiko. 

Dukungan dari keluarga, teman, lingkungan kerja, maupun tenaga profesional menjadi hal yang paling berharga dalam proses pemulihan.

Dengan membuka ruang diskusi, berbagi pengalaman, dan memberikan edukasi, seminar ini diharapkan bisa menghapus stigma, meningkatkan literasi kesehatan mental, serta mendorong terciptanya budaya peduli dan saling mendukung di tengah masyarakat. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.