TRIBUNPONTIANAK.CO.ID-Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera tidak hanya meninggalkan dampak kerusakan infrastruktur dan kerugian material, tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat.
Setelah air mulai surut, risiko munculnya berbagai penyakit menular menjadi perhatian utama, terutama bagi warga yang terdampak dan tinggal di lingkungan yang belum sepenuhnya pulih.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi lonjakan kasus penyakit pascabanjir.
Beberapa penyakit yang dinilai berisiko meningkat antara lain Demam Berdarah Dengue (DBD) serta leptospirosis, yang dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Di antara penyakit tersebut, leptospirosis menjadi salah satu ancaman paling berbahaya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri yang dapat menyerang organ vital seperti ginjal dan hati.
Dalam kondisi tertentu, leptospirosis bahkan dapat menimbulkan komplikasi serius hingga menyebabkan kematian, terutama apabila penderita terlambat mendapatkan penanganan medis.
• Masuk Kolam Sedalam 1,8 Meter, Pelajar SMA Meninggal Tenggelam di Kolam JC Oevang Oeray Pontianak
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang umumnya terdapat dalam urine tikus. Selain tikus, bakteri ini juga dapat dibawa oleh hewan lain seperti anjing, kucing, sapi, maupun babi.
Pada situasi banjir, risiko penularan leptospirosis meningkat secara signifikan. Air banjir dapat menjadi media penyebaran bakteri karena tercampur dengan urine hewan yang terinfeksi, lalu menyebar ke permukiman warga, jalanan, hingga area pengungsian.
Masyarakat yang beraktivitas di genangan air tanpa perlindungan berpotensi terpapar bakteri tersebut melalui luka terbuka atau selaput lendir.
Selain itu, kondisi lingkungan yang lembap, kotor, dan sanitasi yang terganggu pascabanjir memungkinkan bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama di lingkungan sekitar. Hal inilah yang membuat leptospirosis kerap muncul sebagai penyakit susulan setelah bencana banjir.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap gejala penyakit pascabanjir dan menjaga kebersihan lingkungan, seiring dengan upaya pemulihan pascabencana yang terus dilakukan.
Penularan leptospirosis dapat terjadi ketika bakteri masuk ke dalam tubuh melalui:
Luka pada kulit, termasuk luka kecil atau lecet
Kulit yang terendam air dalam waktu lama
Selaput lendir (mata, mulut, hidung)
Makanan dan minuman yang terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi
Korban banjir yang sering berjalan tanpa alas kaki atau kontak langsung dengan air banjir memiliki risiko paling tinggi.
Dilansir dari laman CDC, seseorang umumnya mulai mengalami gejala leptospirosis dalam rentang waktu 2 hingga 30 hari setelah terpapar bakteri Leptospira.
Gejala leptospirosis ini bisa mirip dengan flu atau demam berdarah, sehingga sering tidak disadari. Beberapa tanda umum antara lain:
Demam secara tiba-tiba
Nyeri otot, terutama pada betis
Sakit kepala
Mual, muntah, atau diare
Mata kemerahan
Kulit dan mata menguning (pada kasus berat)
Ruam pada kulit
Untuk warga yang mengalami gejala-gejala ini, terutama setelah kontak dengan air banjir, harap segera periksakan diri ke dokter atau pos kesehatan terdekat.
• Pemerintah Kucurkan Rp 60 Triliun untuk Pulihkan Bencana Sumatera
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk mengurangi risiko penyakit. Beberapa langkah penting meliputi:
1. Jaga Kebersihan Diri: Rutin mencuci tangan pakai sabun, menjaga kebersihan tubuh, dan selalu memakai alas kaki untuk mencegah masuknya bakteri melalui luka.
2. Konsumsi Makanan dan Minuman yang Higienis: Pastikan makanan dimasak hingga matang dan gunakan air bersih untuk diminum dan memasak.
3. Kelola Lingkungan Pengungsian: Pastikan area tetap kering dan bebas genangan air, buang sampah pada tempatnya, gunakan toilet darurat dengan benar, dan tutup luka dengan perban atau plester.
4. Cegah DBD dengan 3M Plus: Selain leptospirosis, ancaman DBD juga meningkat pasca-banjir. Lakukan langkah 3M Plus: Menguras tempat penampungan air, menutup wadah air, mendaur ulang barang bekas, plus tindakan tambahan seperti menggunakan lotion anti-nyamuk atau memasang kelambu.
5. Segera Periksa Kesehatan: Jika mengalami gejala leptospirosis atau gejala penyakit lainnya, seperti demam, diare, ISPA, atau gatal-gatal, segeralah berkunjung ke pos kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat agar dapat ditangani lebih cepat.
Leptospirosis adalah ancaman serius bagi korban banjir Sumatera karena dapat menular lewat air banjir yang rawan terkontaminasi urine tikus dan hewan lainnya.
Menerapkan PHBS, menjaga kebersihan lingkungan, serta segera memeriksakan diri ketika muncul gejala leptospirosis merupakan langkah penting untuk mencegah penyakit ini menyebar.