Para Penyintas Lewotobi Bicara Kekuatan Pemulihan Ekonomi ke Pejabat Flores Timur
December 17, 2025 12:24 PM

 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Lima penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki diberikan kesempatan untuk berbicara soal ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi dalam forum Lokakarya Program Correct di Hotel Sunrise, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, Selasa (16/12/25) siang.

Forum itu diadakan Yayasan Catholic Relief Services (CRS) dan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), dua organisasi kemausiaan yang konsen dengan kehidupan penyintas korban bencana di lima desa dampingan.

Para pembicara yang juga Ketua Kelompok Siaga Bencana (KSB) dari masing-masing desa terdampak mengaku CRS dan YPPS membantu penyintas dalam keberlanjutan mata pencarian lewat kegiatan pertanian yang cerdas iklim dan menyiapkan wadah simpan pinjam masyarakat (SLIC).

Baca juga: Diwarnai Baku Tembak, Aparat Gabungan Tangkap Pelaku Perburuan Rusa di Pulau Komodo

 

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Adrianus Lamabelawa saat itu hadir mewakili Bupati Anton Doni Dihen, disuguhkan dengan deretan pengalaman penyintas yang perlahan bangkit dari keterpurukan. Sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga hadir dalam forum itu.

Ketua KSB Desa Nobo, Robertus Kage, mengatakan terdapat dua lahan (Demplot) ditanami tanaman hortikultura. Hasilnya terjual habis ke Hunian Sementara (Huntara), tempat para penyintas asal lima desa tinggal.

"Mereka (Penyintas) bilang bahwa bosan kalau tidak buat apa-apa. Saat makan, kalau sayuran hanya satu jenis orang bosan, tetapi sekarang dengan hasil sayuran di demplot, mereka bisa dapat sayur sesuai selera, tidak hanya terung tetapi banyak sayuran lain. Kami juga jual di pengungsian Huntara," ujarnya.

Robertus menyebut kehadiran pendampingan CRS dan YPPS terhadap pertanian cerdas iklim memberi dampak pertumbuhan ekonomi.

"Tidak sadar, sekali terjual bisa menghasilkan Rp 150 sampai Rp 200 ribu. Perputaran uang di Huntara juga lancar, ekonomi semakin hidup," ucapnya.

Ketua KSB Desa Hokeng Jaya, Linda Namang, mengungkapkan ketahanan keluarga penyintas terbantu dengan adanya SLIC.

Lewat simpan pinjam internal masyarakat itu, Linda berhasil membuka usaha kue cucur untuk menopang hidupnya bersama keluarga, khususnya untuk biaya pendidikan.

"Sangat terbantu, termasuk ketika kami pindah ke Huntara. Kami harus benahi yang kurang di Huntara, seperti beli semen dan biaya angkut pasir dan sewa tenaga. Kami tidak bisa pinjam ke koperasi dan bank karena sekarang masih dalam keadaan bencana," ceritanya.

Ikhtiar CRS dan YPPS membantu Pemerintah dalam mewujudkan ketahanan masyarakat terdampak bencana sejak awal tahun 2024 itu mendapat apresiasi dari Pemkab Flores Timur.

"Kehadiran dan partisipasi dan dukungan yang sungguh nyata di lima desa binaan, Desa Boru, Hokeng Jaya, Dulipali, Nobo dan Konga," sebut Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Adrianus Lamabelawa.

Program Manejer PAR IV Correct Program CRS Indonesia, Helmi Hanit, mengatakan sebanyak 13 kelompok simpan pinjam penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki dengan dana sekitar Rp 200 juta. 

"Mereka menggunakan ini untuk pendidikan, menunjang modal usaha, dan income rumah tangga," ujarnya.

Ia berharap ada Pemerintah Daerah Flores Timur memberikan masukan soal sinkronisasi program kerja dan prioritas. (Cbl)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.