Warga Aceh Desak Status Bencana Nasional, Prabowo Tolak Tawaran Asing: Terima Kasih
December 17, 2025 01:20 PM

 

BANGKAPOS.COM - Koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa di Aceh turun ke jalan menuntut pemerintah pusat menetapkan bencana banjir bandang di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara sebagai bencana nasional.

Puluhan warga dari Koalisi sejumlah masyarakat sipil dan mahasiswa gelar aksi damai di depan Gedung DPR Aceh (DPRA), di Kota Banda Aceh pada Selasa (16/12/2025). 

Pada hari yang sama, sejumlah orang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Bersatu (GARAB) menggelar aksi demonstrasi di Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur.

Data terbaru, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total korban jiwa sementara ini mencapai 1.053 orang di tiga wilayah yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh.

Selain korban meninggal, BNPB mencatat 200 orang masih hilang dan 606.040 jiwa mengungsi.

Demo di DPRA Kota Banda Aceh

Aksi demo di DPRA Kota Banda Aceh digelar dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia.

Baca juga: Kegaduhan Surat Pemprov Aceh Minta Bantuan PBB Tangani Bencana Banjir Bandang, Mualem Tak Tahu

Dalam aksinya, massa mendesak pemerintah pusat menetapkan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai bencana nasional. 

PIKUL BANTUAN - Prajurit TNI dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 122/Tombak Sakti (TS) Kodam I/BB menyalurkan bantuan logistik untuk masyarakat terdampak bencana dengan menembus wilayah terisolir melewati medan berat di Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Selasa (2/12/2025). Untuk mencapai lokasi, prajurit harus memikul bantuan dan berjalan kaki puluhan kilometer dari titik terakhir yang masih dapat dilalui kendaraan. Adapun logistik yang dibawa meliputi 196 sak beras, 84 dus mi instan, 115 dus air mineral, 15 dus biskuit, serta tiga goni pakaian layak pakai.
PIKUL BANTUAN - Prajurit TNI dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 122/Tombak Sakti (TS) Kodam I/BB menyalurkan bantuan logistik untuk masyarakat terdampak bencana dengan menembus wilayah terisolir melewati medan berat di Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Selasa (2/12/2025). Untuk mencapai lokasi, prajurit harus memikul bantuan dan berjalan kaki puluhan kilometer dari titik terakhir yang masih dapat dilalui kendaraan. Adapun logistik yang dibawa meliputi 196 sak beras, 84 dus mi instan, 115 dus air mineral, 15 dus biskuit, serta tiga goni pakaian layak pakai. (Puspen TNI)

Koalisi menilai dampak bencana di tiga provinsi tersebut telah menyebabkan tingginya korban jiwa serta kerusakan infrastruktur strategis, sehingga melampaui kapasitas pemerintah daerah dalam penanganan darurat maupun pemulihan jangka panjang.

Koordinator aksi, Aditya, mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk keprihatinan sekaligus tanggung jawab moral masyarakat sipil atas krisis kemanusiaan akibat banjir bandang yang melanda Aceh dalam beberapa pekan terakhir.

“Situasi saat ini tidak bisa lagi ditangani secara parsial. Banyak wilayah masih terisolasi sehingga kebutuhan dasar korban belum terpenuhi. Negara harus hadir secara penuh,” ujar Aditya di sela aksi.

Baca juga: Inilah Sosok Bolhassan, Bos Minyak Malaysia Beri Bantuan untuk Aceh Rp 777 Juta Lewat Gubernur Aceh

Menurutnya, penetapan status bencana nasional sangat mendesak agar pemerintah pusat dapat mengambil alih penanganan secara menyeluruh dan terkoordinasi, seiring terus bertambahnya jumlah korban terdampak.

Ia juga menegaskan bahwa skala kerusakan yang terjadi di wilayah Sumatra menunjukkan bencana tersebut bukan peristiwa lokal semata. 

“Penetapan status bencana nasional menjadi langkah krusial agar penanganan dapat dilakukan secara cepat dan terkoordinasi,” ujarnya.

Perwakilan Greenpeace Indonesia, Crisna Akbar, menyebutkan tanpa penetapan status bencana nasional, upaya penanganan akan terus terkendala keterbatasan sumber daya di daerah. 

“Skala bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sudah melampaui kemampuan pemerintah daerah. Penetapan bencana nasional mendesak agar mobilisasi sumber daya nasional bisa dilakukan secara cepat dan menyeluruh,” kata Crisna.

Koalisi mencatat, selain merusak ribuan rumah warga, bencana tersebut juga berdampak pada infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan.

Akibatnya, sejumlah wilayah terisolasi dan distribusi bantuan terhambat. Dampak sosial-ekonomi pun dinilai serius karena banyak keluarga kehilangan mata pencaharian.

Aksi damai tersebut diikuti Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas Sumatera Environmental Initiative, Solidaritas Perempuan (SP) Aceh, Flower Aceh, KontraS Aceh, GeRAK Aceh, Sekolah Antikorupsi Aceh (SAKA), Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), Aceh Wetland Forum (AWF), Greenpeace Indonesia, serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.

Pantauan wartawan Serambi di lokasi, aksi berlangsung tertib dan damai dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Massa juga membawa poster dan spanduk berisi tuntutan penetapan status bencana nasional.

Demo di Aceh Timur

Aksi demo di Aceh Timur dilakukan puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Bersatu (GARAB) long march di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh.

GARAB menilai dampak bencana, khususnya di Aceh, telah melampaui kapasitas penanganan pemerintah daerah. 

Ribuan rumah warga dilaporkan rusak berat, puluhan ribu warga mengungsi, serta infrastruktur vital di berbagai wilayah, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan, lumpuh total. 

Dalam tuntutannya, GARAB meminta Presiden Prabowo Subianto turun langsung melihat dampak bencana dan kerusakan yang terjadi di Aceh. 

“Kondisi ini bukan lagi bencana lokal, tetapi sudah mencapai skala yang sangat luas dan berdampak lintas provinsi, sehingga memerlukan penanggulangan cepat, terkoordinasi, dan menyeluruh oleh pemerintah pusat,” ujar satu peserta aksi, Masri.

Para demonstran menilai bantuan logistik yang disalurkan pemerintah daerah di seluruh Provinsi Aceh sudah tidak mencukupi untuk menutupi kerusakan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan, mulai dari hilangnya tempat tinggal, lahan pertanian, hingga sumber penghidupan masyarakat kecil.

Dalam aksinya, GARAB menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain penetapan status bencana nasional paling lambat 16 Desember 2025. 

Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah pusat menginstruksikan BNPB, TNI, Polri, dan kementerian terkait untuk melakukan penanganan darurat secara terpadu, termasuk pengiriman tambahan logistik, tenaga medis, alat berat, serta kebutuhan vital lainnya.

GARAB juga menuntut pendataan kerusakan secara menyeluruh sebagai dasar relokasi, rekonstruksi, dan rehabilitasi, serta menjamin pemulihan ekonomi masyarakat, khususnya warga kecil yang kehilangan sumber penghidupan.

Dalam orasinya, massa menyampaikan kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang dinilai lamban merespons bencana di Aceh. “Kami menegaskan, penetapan bencana nasional bukan hanya kebutuhan administrasi, tetapi kewajiban negara untuk menjamin keselamatan warga. Aceh tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Negara harus hadir,” tegas Masri.

Prabowo Tegaskan Indonesia Mampu Tangani Bencana Sumatra

Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan pemerintah Indonesia mampu menangangi bencana di Sumatera.

Penegasan itu disampaikan Prabowo saat memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025), dengan salah satu agenda utama membahas penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatera.

Dalam pengantarnya, Presiden mengungkapkan sejumlah pimpinan negara sahabat telah menawarkan bantuan kepada Indonesia.

“Saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan,” ujarnya.

Prabowo mengapresiasi kepedulian tersebut, namun menegaskan bahwa Indonesia masih mampu menangani bencana secara mandiri.

“Saya bilang terima kasih, konsen Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini,” tegasnya.

Presiden juga menyampaikan komitmennya untuk terus memantau penanganan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Ia berencana rutin mengunjungi wilayah terdampak minimal sekali setiap pekan.

Hingga kini, Prabowo tercatat sudah tiga kali mengunjungi Aceh, dua kali ke Sumatera Utara, dan sekali ke Sumatera Barat.

Apa Itu Status Bencana Nasional?

Berdasarkan dokumen BNPB berjudul "Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana", bencana nasional merupakan salah satu tingkatan status keadaan darurat bencana.

Sejatinya ada tiga tingkatan status keadaan darurat bencana, yakni bencana kabupaten/kota, bencana provinsi, dan bencana nasional.

Adapun status bencana nasional merupakan kondisi yang ditetapkan pemerintah pusat ketika suatu bencana dinilai berdampak sangat luas dan melampaui kemampuan pemerintah daerah dalam penanganannya. Artinya, memang tidak semua bencana yang terjadi di Indonesia berstatus bencana nasional.

Penetapan status bencana nasional merupakan kewenangan Presiden Republik Indonesia, berdasarkan rekomendasi BNPB dan kementerian/lembaga terkait.

Sementara itu, status bencana provinsi ditetapkan oleh gubernur, dan bencana kabupaten/kota ditetapkan bupati atau wali kota.

Kriteria Penetapan Status Bencana Nasional

Secara umum, menurut Pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penetapan status bencana nasional dan daerah harus memuat beberapa indikator, yakni:

  • Jumlah korban;
  • Kerugian harta benda;
  • Kerusakan prasarana dan sarana;
  • Cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
  • Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Secara spesifik tentang status keadaan darurat bencana nasional, ditetapkan atas pertimbangan bahwa Pemerintah Provinsi yang terdampak tidak memiliki kemampuan terkait hal-hal sebagai berikut: 

  • Memobilisasi sumber daya manusia untuk upaya penanganan darurat bencana;
  • Mengaktivasi sistem komando penanganan darurat bencana;
  • Melaksanakan penanganan awal keadaan darurat bencana mencakup penyelamatan dan evakuasi korban/penduduk terancam serta pemenuhan kebutuhan dasar.

Ketidakmampuan Pemerintah Provinsi di atas ditentukan oleh :

  • Pernyataan resmi dari Gubernur wilayah provinsi terdampak yang menerangkan adanya ketidakmampuan di dalam melaksanakan upaya penanganan darurat bencana;
  • Pernyataan tersebut di atas, harus dikuatkan dan didukung oleh laporan hasil pengkajian cepat yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini BNPB dan Kementerian/Lembaga terkait).
  • Apabila hasil pengkajian cepat memang benar menunjukkan adanya ketidakmampuan di dalam mengelola penanganan darurat bencana, maka dengan demikian kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan penanganan darurat bencana di wilayah terdampak dapat beralih kepada Pemerintah. Selanjutnya Presiden menetapkan status keadaan darurat bencana nasional.

Prosedur Penetapan Status Bencana Nasional

Prosedur penetapan status keadaan darurat bencana nasional diatur sebagai berikut:

  • Apabila kebutuhan penanganan darurat bencana melampaui kapasitas dari Provinsi yang wilayah kabupaten/kotanya terdampak, maka Gubernur wilayah provinsi terdampak dapat mengeluarkan surat pernyataan yang ditujukan kepada Presiden yang berisikan tentang pernyataan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan penanganan darurat bencana secara penuh dan sekaligus bermohon kiranya status keadaan darurat bencana yang terjadi perlu ditingkatkan menjadi status keadaan darurat bencana nasional.
  • Paling lambat 1 kali 24 jam setelah keluarnya surat pernyataan dimaksud maka BNPB dan Kementerian/Lembaga terkait agar melakukan pengkajian cepat situasi.
  • Selanjutnya hasil pengkajian cepat dimaksud dibahas dalam rapat koordinasi tingkat nasional untuk menghasilkan rekomendasi tindak lanjut.
  • Apabila rekomendasi yang dikeluarkan perlu menaikkan status keadaan darurat bencana menjadi status keadaan darurat bencana nasional maka, Presiden dapat segera menetapkan status keadaan darurat bencana nasional. Selanjutnya Kepala BNPB mengkoordinasikan Kementerian/lembaga terkait di tingkat nasional untuk mengambil langkah-langkah penyelenggaraan penanganan darurat bencana lebih lanjut. 
  • Apabila rekomedasi yang dihasilkan sebaliknya, maka Pemerintah melalui Kepala BNPB segera menginformasikan ke Gubernur wilayah terdampak bahwa status keadaan darurat bencana tidak perlu ditingkatkan menjadi status keadaan darurat bencana nasional dan sekaligus di dalam menginformasikan tersebut termuat pula pernyataan bahwa Pemerintah akan melakukan pendampingan penyelenggaraan penanganan darurat bencana yang terjadi.

(Tribunnews.com/Theresia Felisiani) (Serambinews.com/Hendri Abik) (Kompas.com/Muhdany Yusuf Laksono)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.