Hans Mandacan Tegaskan Ranperda PPMHA Bukan Kepentingan Politik
December 17, 2025 04:44 PM

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala Suku Besar Arfak, Hans Lodewijk Mandacan, menegaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (Raperda PPMHA) di Kabupaten Manokwari tidak berkaitan dengan kepentingan politik tertentu.

Hans menekankan, substansi Raperda tersebut menyangkut pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat Arfak.

Pernyataan itu disampaikan menyusul keputusan Bupati Manokwari yang menunda proses pengundangan Raperda PPMHA setelah pertemuan terbatas bersama Sub Suku Sough pada 24 November 2025.

“Penundaan itu dilakukan secara sepihak dan tertutup hanya dengan Sub Suku Sough. Saya kaget dengan adanya pertemuan tertutup tersebut,” ujar Hans saat diwawancarai di Fanindi, Manokwari, Selasa (16/12/2025).

Penundaan Dinilai Tidak Prosedural

Hans menjelaskan, penundaan pengundangan Raperda seharusnya melibatkan seluruh sub-suku Arfak, yakni Hatam, Meyakh (Meya), Moile, dan Sough.

Ia menilai keputusan sepihak tersebut menyalahi prosedur, mengingat Raperda PPMHA telah disetujui bersama DPRK Manokwari melalui sidang paripurna pada 19 Desember 2023.

Menurut Hans, Raperda ini bukan untuk kepentingan politik, melainkan demi kepastian hukum wilayah adat dan perlindungan nilai-nilai tradisional masyarakat adat.

Baca juga: Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani Dapat Parang dari Suku Arfak: Untuk Bersih-bersih Pemerintahan

Pemetaan Wilayah Adat

Hans memaparkan, berdasarkan pembagian distrik di Kabupaten Manokwari, Sub Suku Meyakh menempati lima distrik, Moile dua distrik, Hatam satu distrik, serta Distrik Boray satu distrik. Ia menegaskan wilayah Sub Suku Sough tidak berada di Kabupaten Manokwari.

Lebih lanjut, Hans menjelaskan Suku Besar Arfak disebut “suku besar” karena memiliki wilayah adat yang luas dan terdiri dari sejumlah sub-suku yang tersebar di berbagai kabupaten, mulai dari Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, hingga Tambrauw.

Dorongan Musyawarah Adat

Sebagai Pelaksana Tugas Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay, Hans menilai keberadaan Perda PPMHA sangat dibutuhkan oleh masyarakat adat Arfak, khususnya yang berada di wilayah Manokwari.

Ia meminta Bupati Manokwari segera mengundang seluruh perwakilan sub-suku untuk membahas Raperda secara terbuka dan bermartabat.

Hans juga mengapresiasi DPRK Manokwari yang telah menyusun Raperda PPMHA sebagai dasar hukum pengakuan wilayah adat, hak-hak tradisional, serta perlindungan masyarakat adat.

Baca juga: Hans Lodewyk Mandacan Pensiun dari ASN: Terhitung 1 Oktober 2025 Saya Kembali ke Masyarakat

Tujuan Strategis Raperda PPMHA

Raperda PPMHA yang telah digodok sejak 2019 memuat sejumlah tujuan penting, antara lain:

  • Mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat beserta nilai-nilai tradisionalnya.
  • Memberikan kepastian hukum atas wilayah adat dan hak-hak masyarakat adat.
  • Melindungi hak masyarakat adat atas tanah, hutan, dan kekayaan alam lainnya.
  • Memberikan perlindungan bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan dalam komunitas adat.
  • Menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa berbasis hukum adat.

Sejalan dengan sikap Hans Mandacan, Direktur Perkumpulan Nayak Sobat Oase, Damianus Walilo, juga mendorong agar seluruh pihak segera menggelar musyawarah adat sebelum proses pengundangan Raperda dilanjutkan.

“Supaya tidak ada pihak yang dirugikan, Pemerintah Daerah Manokwari, DPRK Manokwari, Kepala Suku Besar Arfak sekaligus Ketua DAP Wilayah III Doberay, bersama masyarakat adat, segera melaksanakan musyawarah adat untuk mencapai mufakat,” tegas Damianus.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.