Kebijakan perguruan tinggi negeri (PTN) memperbesar kuota penerimaan mahasiswa baru menuai kritik. Kebijakan tersebut dinilai tidak memperhatikan keberadaan perguruan tinggi swasta (PTS) yang juga membutuhkan mahasiswa.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie beri jawaban soal kritik perguruan tinggi negeri (PTN) yang terlalu banyak membuka kuota untuk mahasiswa baru. Menurutnya, kuota ini seharusnya tidak terlalu dipermasalahkan.
"Yang kita pikirkan bukan kuota, tapi apa kita memberikan peluang yang paling banyak dan paling bagus untuk semua masyarakat Indonesia, mahasiswa kita untuk belajar," tutur Stella kepada wartawan usai acara 2025 International Symposium on ECD di Thamrin Nine, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).
Menurut Stella jika PTN bisa memberikan kesempatan yang luas agar anak Indonesia bisa kuliah, perbanyak kuota bukan suatu hal yang salah dan akan didukung oleh Kemdiktisaintek. Langkah ini juga berlaku dengan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta (PTS).
"Jadi ayo, kalau misalkan PTN, apakah PTN ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa kita agar mereka bisa kuliah? kalau jawaban iya itu selalu kita dukung. Sama juga dengan PTS, PTS memberikan kesempatan agar mahasiswa kita di Indonesia semuanya bisa kuliah, bisa belajar," bebernya.
Ketika ditanya, apakah mungkin besaran kuota penerimaan ini akan diseimbangkan sama rata antara PTN dan PTS, Stella mencoba menjelaskan. Menurutnya, masalah utama dalam hal ini bukan kuota tapi upaya menciptakan banyak peluang.
"Bukan keseimbangannya, tapi bagaimana kita menciptakan sebanyak-banyaknya peluang untuk mahasiswa kita," tegas Stella lagi.
Kuota Mahasiswa di PTN Semakin Banyak
Sebelumnya, Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menyampaikan kritik soal semakin tingginya kuota mahasiswa baru di PTN. Bahkan, beberapa PTN bisa menerima lebih dari 20 ribu mahasiswa baru dalam satu tahun.
Didik menyebut, pola PTN yang berlomba-lomba menambah kuota mahasiswa tidaklah sehat. Mengingat ada juga perguruan tinggi swasta (PTS) yang berjuang untuk memperluas akses dan menerima mahasiswa baru.
"Saya sedih terhadap UB dan saya sedih juga terhadap kampus-kampus swasta terutama yang dibangun oleh NU, Muhammadiyah karena mereka juga berjuang untuk memperluas aksesnya. Praktik seperti ini saya kira tidak sehat," katanya dikutip dari arsip detikEdu.
Berdasarkan penelusuran Didik, perbandingan jumlah mahasiswa PTN dan PTS adalah 1:250 orang. Keadaan ini menurutnya membuat Indonesia kehilangan momentum untuk bersaing secara global.
Melihat keadaan ini, Didik mendorong agar pemerintah membuat kebijakan yang proporsional antara PTN dan PTS. PTN juga diharapkan bisa memanfaatkan APBN dengan baik dan fokus pada riset
Jangan sampai, PTN bisa kalah dengan PTS yang semakin unggul dalam riset, padahal tidak dibiayai oleh negara. Dengan begitu, berbagai kampus di Indonesia bisa menjadi kelas dunia paling tidak sama dengan negara tetangga, Malaysia.
"Jadi saran saya, satu pemerintah dan DPR mengeluarkan regulasi yang konstruktif untuk memberhentikan praktek seperti ini ya mengambil secara kuantitas di luar kemampuannya," tegas Rektor Paramadina tersebut.
"Kedua, pemerintah memperkuat pendidikan pasca sarjana di kampus-kampus Indonesia sehingga menjadi kelas dunia paling tidak sama dengan Malaysia, top 50 dunia," tandasnya.







