TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Banyuwangi - Menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) kerap dipandang sebagai jalan menuju penghasilan yang lebih menjanjikan. Namun, bagi sebagian mantan PMI, keputusan untuk pulang kampung justru menjadi pilihan hidup yang lebih bermakna, terutama demi keluarga dan kemandirian di tanah sendiri.
Pilihan tersebut diambil oleh Wiwik Winarsih, mantan PMI asal Desa Ringinsari, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Setelah bertahun-tahun bekerja di luar negeri, Wiwik memutuskan kembali ke kampung halaman dan membangun penghidupan di Banyuwangi.
Wiwik memiliki pengalaman panjang sebagai pekerja migran. Ia tercatat pernah bekerja di empat negara berbeda selama kurun waktu 1990-an hingga awal 2000-an.
“Saya pernah bekerja di Singapura selama 4 tahun, di Malaysia 2,5 tahun, di Taiwan 1,5 tahun, dan Hongkong 2 tahun,” ujar Wiwik.
Baca juga: Jadi Destinasi Favorit Nataru 2026, Banyuwangi Matangkan Pengamanan Lewat Rakor Lintas Sektor
Setelah pulang dari Hongkong pada 2006, Wiwik mantap untuk tidak kembali bekerja ke luar negeri. Keputusan itu diambil karena keinginannya untuk lebih dekat dengan keluarga dan menjalani kehidupan di kampung halaman.
Namun, memulai kehidupan ekonomi setelah pulang dari luar negeri bukan perkara mudah. Wiwik sempat mencoba berbagai usaha sebelum akhirnya menemukan bidang yang sesuai.
“Awalnya saya membuat kue kering, tapi sudah berhenti. Sekarang saya fokus di kebun buah naga dan membantu usaha suami di jual-beli kendaraan bekas,” ungkapnya.
Dengan aktivitas tersebut, Wiwik mengaku merasa lebih bahagia. Bukan semata soal pendapatan, tetapi karena bisa menjalani kehidupan bersama keluarga setiap hari.
Baca juga: Dukung Penegakan Hukum Humanis, Bupati Ipuk Teken PKS Pidana Kerja Sosial di Banyuwangi
Cerita serupa juga datang dari Dwi Surantini, mantan PMI asal Desa Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi. Dwi pernah bekerja di dua negara dan kini memilih menetap di kampung halaman.
Menurut Dwi, bekerja di luar negeri memang menjanjikan penghasilan lebih besar. Namun, kenyamanan hidup tidak selalu diukur dari besarnya pendapatan.
“Orang kan pikirannya macam-macam. Ada yang cukup asal bisa di rumah sendiri dan kumpul sama keluarga. Ada juga yang ingin meningkatkan aset dengan bekerja di luar negeri,” kata Dwi.
Saat ini, Dwi menekuni usaha kerajinan tangan berupa tas anyaman. Produknya dipasarkan ke warga sekitar dan sebagian dijual melalui marketplace untuk menjangkau konsumen luar daerah.
Baca juga: Penguatan Pola Kerja ASN, Banyuwangi Datangkan Prof Rhenald Kasali Hadapi Era Quantum Age
Wiwik dan Dwi sepakat bahwa mantan PMI yang pulang ke kampung halaman perlu didorong agar tetap berdaya dan mandiri. Kesadaran itu membawa mereka bergabung dalam komunitas Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) di desa masing-masing.
Di Kabupaten Banyuwangi sendiri, tercatat sudah terbentuk 12 Desbumi yang tersebar di sejumlah kecamatan.
Dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tematik peringatan Hari Pekerja Migran Internasional yang digelar di Banyuwangi pada Senin–Selasa (15–16/12/2025), perwakilan Desbumi Banyuwangi menyampaikan sejumlah gagasan strategis.
“Gagasan yang kami ajukan meliputi bidang sosial-budaya, ekonomi, dan politik-hukum,” ujar Wiwik dalam forum yang diikuti mantan pekerja migran dari berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Indonesia bagian timur.
(TribunJatimTimur.com)