SURYA.CO.ID, SURABAYA - Kebun Binatang Surabaya (KBS), salah satu ikon wisata Kota Surabaya, di Jawa Timur (Jatim), menjadi sorotan DPRD Surabaya.
Pasalnya, hingga akhir 2025, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya itu belum memiliki direktur utama definitif sejak Oktober 2024.
Direktur Utama KBS sebelumnya, Chairul Anwar, telah memasuki masa pensiun sejak setahun lalu.
Namun hingga kini, belum ada sosok pengganti. Proses rekrutmen direksi sudah dilakukan beberapa kali, namun selalu gagal dengan alasan kandidat tidak memenuhi kualifikasi.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menyebut kondisi ini perlu mendapat perhatian serius.
“Sudah tiga kali menggelar seleksi tapi gagal,” ujar Yona, Rabu (17/12/2025).
Menurut politisi Fraksi Gerindra yang akrab disapa Cak YeBe itu, kekosongan jabatan direktur utama berdampak langsung terhadap arah kebijakan dan pengelolaan KBS sebagai aset strategis daerah.
Tanpa kepemimpinan definitif, KBS dinilai hanya berjalan secara rutin tanpa inovasi dan pengembangan yang jelas.
“Dengan direktur utama definitif, pengelolaan dan manajemen pasti lebih maksimal. KBS ini aset besar yang seharusnya bisa menjadi penopang Pendapatan Asli Daerah,” tegasnya.
Yona menambahkan, meski kepemimpinan belum tertata, biaya operasional KBS tetap ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kondisi ini berpotensi menjadi beban fiskal, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja dan pendapatan.
Situasi tersebut dinilai semakin krusial di tengah berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat, yang memaksa daerah melakukan efisiensi anggaran.
Dalam kondisi fiskal yang menantang, sektor pariwisata diharapkan mampu memberi kontribusi nyata terhadap PAD.
Namun hingga akhir tahun, sejumlah destinasi wisata milik Pemkot Surabaya, termasuk KBS, dinilai belum optimal.
“Kami mendorong ada terobosan di KBS agar pengunjung makin meningkat. Momen libur Natal dan Tahun Baru nanti akan menjadi ujian,” kata Yona.
Yona juga menegaskan, persoalan KBS harus dilihat dalam konteks tantangan keuangan daerah secara menyeluruh.
Menurutnya, pengelolaan sektor wisata harus dilakukan secara profesional dan berorientasi hasil, agar mampu meningkatkan PAD dan tidak terus membebani APBD.