Mantan Jenderal Polisi Sebut Faktor yang Beratkan Resbob: Melarikan Diri Hingga Cari Popularitas
December 17, 2025 09:15 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Youtuber Adimas Firdaus alias Resbob ditangkap polisi setelah empat hari kabur ke sejumlah kota.

Resbob ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/12/2025) lalu. 

Persoalan ini dipicu ucapan Resbob yang diduga sebagai ujaran kebencian terhadap masyarakat Jawa Barat di media sosial.

Kasus ini bermula dari video siaran langsung di salah satu akun media sosial.

Resbob yang menggunakan kaus berwarna hitam sedang mengendarai sebuah mobil di Surabaya, Jawa Timur.

Dia pun mengeluarkan ujaran kebencian kepada bobotoh, julukan bagi suporter tim Persib Bandung. Kata-katanya juga meluas hingga menyinggung isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tentang masyarakat Jabar.

Eks Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menilai kasus ujaran kebencian yang menjerat streamer Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan alias Resbob memiliki sejumlah faktor yang memberatkan.

 Menurutnya, tindakan Resbob bukan sekadar konten biasa, melainkan perbuatan yang berpotensi memicu kericuhan, merendahkan martabat kelompok tertentu, dan menimbulkan permusuhan.

Susno menegaskan bahwa sebagai mahasiswa terpelajar, Resbob seharusnya memahami dampak dari ucapannya.

Ia juga menyoroti sikap Resbob yang kabur setelah videonya viral, menunjukkan upaya menghindar dari tanggung jawab.

Permintaan maaf yang muncul setelah penangkapan tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan.

5 hal penting dalam kasus ini yang disorot Susno.

1. Ujaran kebencian terhadap suku Sunda dan fans Persib (Viking):  

Konten Resbob dianggap merendahkan martabat kelompok tertentu dan berpotensi memicu permusuhan.

2. Status sebagai mahasiswa terpelajar:  

Susno menilai Resbob seharusnya memahami dampak sosial dari ucapannya, sehingga hal ini menjadi faktor memberatkan.

3. Motif mencari popularitas/follower:  

Ucapan Resbob dinilai bukan sekadar ekspresi, melainkan upaya menarik perhatian publik dengan cara yang menimbulkan kemarahan.

4. Kabur setelah video viral:  

Resbob tidak menyerahkan diri, melainkan bersembunyi hingga akhirnya ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Sikap ini menunjukkan penghindaran tanggung jawab.

5. Jeratan hukum dan potensi tambahan pasal:  

Dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara. Susno menilai pasal bisa bertambah, dan pihak lain yang membantu produksi video juga dapat dijerat dengan ancaman hukuman dikurangi sepertiga.

Minta polisi tegas

Wakil Gubernur Jabar Erwan Setiawan meminta pihak polisi segera memproses hukum oknum tersebut. Sebab, unggahan itu berpotensi mengganggu keamanan dan memecah belah persatuan.

Ia mengaku sangat tersinggung dan marah dengan unggahan tersebut. Ia berharap tidak ada lagi tindakan yang merendahkan martabat seluruh masyarakat Indonesia.

”Polisi harus memproses hukum oknum yang bersangkutan sehingga memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi semuanya,” kata Erwan, belum lama ini.

Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh, pun demikian. Ia meminta kepolisian menindak tegas Youtuber sekaligus streamer Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan, atau yang lebih dikenal dengan nama Resbob.

Resbob ditangkap oleh aparat kepolisian di Semarang pada Senin (15/12/2025) karena diduga melontarkan ujaran kebencian terhadap suku Sunda serta komunitas suporter sepak bola Viking saat melakukan siaran langsung melalui akun YouTube miliknya.

Oleh Soleh menegaskan, ruang digital tidak boleh dijadikan tempat bebas untuk menghina kelompok tertentu, apalagi yang menyangkut identitas kultural dan komunitas masyarakat.

“Polisi harus menindak tegas pelaku ujaran kebencian dan penghinaan di media sosial. Penegakan hukum penting agar ada efek jera dan tidak terulang kembali kasus serupa," kata Oleh Soleh kepada wartawan, Selasa (16/12/2025).

Ia menilai, ujaran yang mengarah pada penghinaan terhadap suporter sepak bola maupun masyarakat suku tertentu berpotensi memicu kemarahan, konflik sosial, dan perpecahan di tengah masyarakat. 

Oleh karena itu, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta proses hukum dilakukan secara profesional dan transparan.

Selain itu, Oleh Soleh juga mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. 

Ia menuturkan bahwa kebebasan berekspresi harus disertai dengan tanggung jawab dan etika.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.