Dalam dunia hukum, terlebih menyangkut penyelesaian suatu perkara dikenal konsep contante justice, yakni peradilan yang berjalan cepat yang tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak pencari keadilan. Juga kerap disebut dengan spee
Jakarta (ANTARA) - Akademisi sekaligus mantan Hakim Agung RI Prof. Gayus Lumbuun berharap gelar perkara khusus yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya bisa menjadi instrumen yang bisa menyelesaikan perkara ijazah Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dengan cepat dan tepat.
Menurutnya, penyelesaian kasus itu terlalu berlarut, bahkan sampai 5 tahun, sehingga dikhawatirkan lamanya proses tersebut bisa mengakibatkan keadilan yang diharapkan tidak akan tercapai.
"Dalam dunia hukum, terlebih menyangkut penyelesaian suatu perkara dikenal konsep contante justice, yakni peradilan yang berjalan cepat yang tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak pencari keadilan. Juga kerap disebut dengan speedy trial," kata Prof. Gayus dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dia mengungkapkan penerapan konsep hukum tersebut juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tepatnya di Pasal 50 dan Pasal 2 ayat (4), yakni "Untuk mendapat keadilan yang benar, maka proses hukum harus dilakukan dengan cepat".
Sebaliknya bila peradilan tidak berjalan cepat, kata dia, yang terjadi berupa justice delayed is justice denied, yang artinya keadilan yang terlambat, keadilan yang ditolak atau yang tidak berguna.
Dikatakan bahwa lamanya penyelesaian suatu perkara bisa mengakibatkan pengadilan sulit untuk mencari keadilan, yang dikarenakan unsur-unsur hukum kemungkinan besar bisa berubah, seperti saksi, alat bukti, barang bukti, dan sebagainya.
Ia pun melihat sepertinya kasus ijazah Jokowi masuk pada kategori justice delayed is justice denied.
"Bila suatu perkara yang sudah delay begitu lama masuk peradilan, maka hakim berpotensi memiliki pertimbangan yang kurang memadai dan muaranya menghasilkan proses hukum yang tidak lengkap (onvoldoende gemotiveerd)," ucap dia.
Namun demikian, dirinya mengatakan harapan muncul dengan adanya gelar perkara khusus yang dilakukan kepolisian.
Dia pun menghargai upaya kepolisian melakukan gelar perkara khusus untuk memeriksa keseluruhan perkara tersebut, yang akan menjadi penentu.
Bila gelar perkara sudah dilakukan secara lengkap, sambung dia, tinggal Ketua Gelar Perkara Khusus memutuskan apakah akan melanjutkan perkara ke pengadilan atau dihentikan. Kewenangan ada pada Ketua Gelar Perkara Khusus.
Gayus mengajak seluruh masyarakat untuk mempercayakan hasil dan keputusan gelar perkara khusus tersebut kepada pihak yang berwenang.
"Intinya adalah rakyat Indonesia menginginkan kasus ini bisa diselesaikan dengan cepat, sehingga tidak menguras energi dan hanya memunculkan polemik yang seolah tak ada ujungnya. Kepastian hukum dan keadilan harus dimunculkan, bukan semata menggoreng-goreng kasus ini saja," kata Gayus menegaskan.
Adapun Polda Metro Jaya bakal menyampaikan hasil gelar perkara khusus kasus laporan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dengan delapan tersangka
"Untuk yang hasil gelar perkara khusus tersangka dua klaster itu, kami akan merilis secara lengkap bersama Ditreskrimum Polda Metro Jaya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Polda Metro Jaya telah melakukan gelar perkara khusus terkait kasus laporan ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (15/12).
Gelar perkara khusus itu dilakukan atas permintaan tersangka Roy Suryo dan kawan-kawan. Gelar perkara khusus itu diikuti oleh pihak internal dan eksternal.







