WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan ketahanan gizi merupakan bagian penting dari ketahanan nasional karena menyangkut kemampuan negara menyediakan pangan bermutu secara berkelanjutan bagi masyarakat.
Menurut Dody, pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) oleh pemerintah menjadi strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan gizi nasional, terutama melalui dukungan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Ketahanan gizi bukan sekadar konsep, tetapi diwujudkan melalui investasi infrastruktur yang terukur dan berkelanjutan,” ujar Dody dalam siaran tertulis pada Kamis (18/12/2025).
Pada 2025, Kementerian PU melalui Direktorat Jenderal Prasarana Strategis (DJPS) membangun 152 dapur MBG dengan nilai kontrak total mencapai Rp 1,23 triliun.
Infrastruktur tersebut dirancang sebagai fasilitas inti produksi makanan bergizi yang aman dan higienis bagi anak sekolah.
Pembangunan SPPG terbagi dalam dua paket. Paket Gedung SPPG 1 mencakup 78 lokasi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Seribu, Jambi, dan Sumatera Selatan dengan nilai kontrak Rp 639,2 miliar serta supervisi Rp 7,30 miliar.
Sementara Paket Gedung SPPG 2 meliputi 74 lokasi di Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, serta Kalimantan Barat, Tengah, Timur, dan Selatan dengan nilai pekerjaan fisik Rp 581,2 miliar dan supervisi Rp 6,30 miliar.
Baca juga: Presiden Prabowo Subianto Janjikan Traktir Bubur Ayam saat Jenguk Siswa Korban Kecelakaan Mobil MBG
Dody menjelaskan, SPPG dirancang sebagai penghubung antara sumber pangan lokal dan kebutuhan nutrisi anak sekolah.
Fasilitas ini dilengkapi sistem rantai dingin (cold chain), dapur higienis, serta instalasi sanitasi yang memadai untuk memastikan keamanan pangan.
“Keamanan pangan menjadi elemen krusial. Makanan bergizi tidak akan memberi manfaat bila tidak aman dikonsumsi,” kata Dody.
Karena itu, desain dan konstruksi SPPG mengacu pada Keputusan Menteri PU Nomor 628/KPTS/M/2025 tentang standar dapur higienis.
Bangunan menggunakan material yang aman dari bakteri dan jamur, plafon serta dinding tahan api di area memasak, lantai epoxy yang mudah dibersihkan, serta sistem tata udara, filter air bersih, dan pengolahan air limbah.
Dari sisi pelaksanaan, konstruksi modular diterapkan untuk mempercepat pembangunan di berbagai wilayah.
Setiap elemen desain, menurut Dody, merupakan bagian dari sistem yang menjamin konsistensi mutu makanan dalam skala besar.
Selain dampak kesehatan, pembangunan SPPG juga memberikan efek ekonomi bagi daerah.
Dengan mengutamakan bahan pangan lokal, keberadaan dapur MBG menciptakan permintaan rutin bagi petani, peternak, dan pelaku UMKM pangan.
“Ketahanan gizi nasional tidak bisa dipisahkan dari ketahanan pangan lokal. Rantai pasok yang lebih pendek mengurangi risiko gangguan logistik sekaligus memperkuat ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Dody menekankan, pembangunan fisik harus diiringi tata kelola yang kuat.
Pemerintah daerah sebagai pengelola operasional SPPG perlu memastikan standar keamanan pangan dipatuhi, tenaga dapur terlatih, serta pengawasan berjalan konsisten.
“Tanpa tata kelola yang baik, infrastruktur bernilai triliunan rupiah tidak akan berfungsi optimal,” kata dia.
Dalam jangka panjang, Dody menilai SPPG menjadi fondasi transformasi sistem gizi nasional.
Dengan jaringan dapur higienis dan modern yang tersebar di 152 lokasi, pemerintah untuk pertama kalinya memiliki sistem produksi makanan bergizi berskala nasional yang terstandar.
“SPPG bukan sekadar proyek pembangunan dapur, tetapi pilar ketahanan gizi negara. Dari makanan yang aman dan bergizi, kita membangun generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing,” ujar Dody.