BPOM Temukan Pangan Berisiko Senilai Rp42 M Jelang Nataru 2026, Berikut Rinciannya
December 19, 2025 04:24 AM

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM RI) menemukan masih banyaknya pangan berisiko jelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). 

Total nilai ekonominya mencapai Rp 42 miliar.

.Pemeriksaan sarana digelar hingga 17 Desember 2025 dilakukan pada 1.612 sarana peredaran pangan olahan di 38 provinsi. 

Pengawasan ini menyasar 698 sarana ritel modern (43,3  persen), kemudian 663 ritel tradisional (41,1 persen), 243 gudang distributor (15,1 persen), 7 gudang importir  (0,4 persen), dan 1 gudang marketplace/e-commerce (0,1 persen). 

Pengawasan berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.

Baca juga: Posko BPOM Peduli Banjir Aceh Sediakan Layanan Konseling Trauma hingga Warkop Transit Bagi Relawan

1. Produk Pangan Tidak Memenuhi Ketentuan

Dari sejumlah sarana tersebut, mayoritas sarana (65,1 persen) atau sebanyak 1.049 sarana telah memenuhi ketentuan (MK) dan 34,9persen atau 563 TMK. 

Sarana yang TMK ini terdiri dari 273 ritel tradisional (16,9 persen), 264 ritel modern (16,4 persen), 25 gudang distributor (1,6 persen), dan 1 gudang importir (0,06 persen). 

Jenis temuan terbesar Inwas Nataru merupakan pangan olahan TIE sebesar 73,5 persen (92.737 pieces), kedaluwarsa sebesar 25,4 persen (32.080 pieces), dan 1,1 persen pangan rusak (1.319 pieces). 

2. Pangan Ilegal

Pangan ilegal ini ditemukan di wilayah perbatasan/pintu masuk produk impor dan toko oleh-oleh. 

Jenis pangan olahan TIE impor mayoritas berasal dari negara Malaysia, Korea, India, dan Tiongkok seperti minuman sari kacang, pasta dan mi, minuman serbuk coklat, krimer kental manis dan olahan daging. 

Baca juga: Posko BPOM Peduli Banjir Aceh Sediakan Layanan Konseling Trauma hingga Warkop Transit Bagi Relawan

3.  Kedaluwarsa

Temuan terbanyak berikutnya yaitu pangan olahan kedaluwarsa yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia Timur. 

Jenis pangan yang banyak ditemukan antara lain minuman serbuk berperisa, kembang gula/permen, bumbu siap pakai, serta pasta dan mi. 

“Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak jalur masuk ilegal atau jalur tikus di perbatasan, seperti Tarakan dan Dumai, sulit diawasi sepenuhnya. Sehingga dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Temuan ini juga menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi,” ungkap Kepala BPOM Taruna Ikrar di Jakarta, Kamis (18/12/2025). 

4. Produk Olahan Rusak 

Sedangkan, pangan olahan rusak ini berupa berupa olahan perikanan dalam kaleng, susu kental manis, krimer kental manis, susu UHT/steril, serta pasta dan mi. 

Produk kedaluwarsa dan rusak banyak ditemukan di daerah timur karena rantai pasok yang panjang. 

Sistem peredaran, termasuk penyimpanan di gudang, yang tidak memenuhi ketentuan juga dapat menyebabkan produk mudah rusak dan dapat membuat produk tertahan lama di gudang sehingga kedaluwarsa. 

Baca juga: Dari Milo Cube hingga Hacks Candy, Ini 5 Jajanan Ilegal yang Ditertibkan BPOM

BPOM Lakukan Patroli Siber

BPOM juga melakukan patroli siber/online dengan menjaring 2.607 tautan platform platform perdagangan elektronik dan media digital. 

Temuan pada patroli siber didominasi jenis pelanggaran produk pangan TIE atau Tanpa Izin Edar yang berasal dari Malaysia, Amerika Serikat, Italia, Turki dan Uni Emirat Arab. 

Taruna menjelaskan bahwa nilai ekonomi temuan pangan TMK pada pemeriksaan sarana offline diperkirakan sebesar Rp1,3 miliar. 

Dengan rincian nilai ekonomi temuan pangan TMK yaitu pangan TIE senilai Rp1 miliar, pangan kedaluwarsa senilai Rp224 juta, dan pangan rusak senilai Rp29 Juta. 

Sedangkan, perkiraan nilai ekonomi pangan TMK dari hasil patroli siber pada periode intensifikasi pengawasan adalah Rp40,8 miliar. 

”Nilai ekonomi temuan produk TMK pada intensifikasi pengawasan pangan secara total dari jalur offline dan online mencapai lebih dari Rp 42 miliar,” jelas Taruna Ikrar. 

BPOM terus melakukan penelusuran lebih lanjut dan dapat memberikan sanksi administratif, seperti peringatan atau pencabutan izin edar, dan jika diperlukan proses hukum (pro-justitia) sesuai dengan ketentuan. 

BPOM juga telah berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk melakukan penurunan/takedown konten terhadap tautan yang teridentifikasi menjual produk TIE. 

Secara keseluruhan, Inwas Nataru tahun 2025 ini menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan pelaku usaha seiring dengan pembinaan intensif oleh BPOM. 

”Saya  mengimbau agar pelaku usaha meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi serta memastikan produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan,” imbau Taruna Ikrar. 

Masyarakat diharapkan turut berperan aktif dalam pengawasan dengan melaporkan temuan produk pangan yang diduga ilegal, kedaluwarsa, atau rusak yang ditemukan di peredaran. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.