"Penegasan saja dari kesimpulan saya sebagai akademisi, perlu direkonstruksi sebagai kebijakan pembangunan sosial dan kesehatan publik. Bukan semata agenda penegakan hukum,"
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Heruanto Hadna menilai penegakan hukum yang kuat tidak otomatis meningkatkan pemulihan korban penyalahgunaan narkotika.
"Ini menunjukkan paradoks kebijakan penyalahgunaan dan penegakan hukum yang kuat tidak otomatis memperkuat pemulihan," kata Agus dalam acara "Uji Publik Pengukuran Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Periode Tahun 2023-2025" yang digelar Badan Narkotika Nasional (BNN) di Jakarta, Kamis.
Agus menekankan untuk meningkatkan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) di tingkat nasional harus mengoptimalkan kebijakan pembangunan sosial dan kesehatan publik.
"Penegasan saja dari kesimpulan saya sebagai akademisi, perlu direkonstruksi sebagai kebijakan pembangunan sosial dan kesehatan publik. Bukan semata agenda penegakan hukum," katanya.
Selain itu, pembangunan sosial tersebut akan mengatasi permasalahan kelalaian atau mudahnya masuk zat Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) ke dalam lingkungan sosial, yakni di perkotaan maupun perdesaan.
Kondisi yang melemah dan kian permisif terhadap peredaran narkoba, menurut Agus akan menciptakan situasi berkembangnya narkoba dalam keseharian masyarakat. Hal tersebut, tutur Agus, sudah terlihat pada tingkat perdesaan.
"Ketika norma kolektif melemah dan sikap apatis masyarakat cukup tinggi, narkoba berkembang sebagai bagian dari every day race. Ini yang kita khawatirkan adalah hubungan sosialnya di tingkat perdesaan bahkan itu sudah mulai melemah," tuturnya.
Agus menjelaskan bahwa penyebab dari kendala pembangunan sosial ini, berawal dari lemahnya pengawasan atau kontrol sosial aparatur sipil setempat di wilayah tempat tinggal untuk menutup celah kemungkinan penyebaran narkoba yang lebih luas.
"Kontrol sosial juga melemah. Peran RT/RW banyak yang tidak berjalan. Nah, di situlah masuknya berbagai macam penyimpangan itu," jelasnya.
Untuk itu, imbuh Agus, kurangnya pembangunan sosial dibandingkan penegakan hukum menimbulkan dampak yang berkepanjangan, salah satunya adalah stigma sosial dan ketakutan terhadap hukum.
"Jadi stigma sensi sosial, ketakutan hukum, membuat penyalahguna (pemakai, .red), tidak mengakses layanan rehabilitasi," tuturnya.







