TRIBUNJATENG.COM, WONOGIRI - Seorang santri berusia 12 tahun di sebuah pondok pesantren di Wonogiri meninggal dunia, setelah diduga menjadi korban penganiayaan oleh santri lainnya.
Korban merupakan santri asal Kabupaten Karanganyar.
Korban yang masih duduk di kelas VII SMP diketahui baru enam bulan nyantri di ponpes tersebut.
Polisi berencana melakukan ekshumasi atau membongkar makam MMA (12), remaja asal Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar, pada Jumat (19/12/2025) hari ini.
Korban meninggal setelah diduga menjadi korban bullying di Ponpes Manjung, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri.
Kepala Dusun Gondang, Desa Wonorejo, Eko Wiyarno, menyampaikan bahwa proses ekshumasi akan dimulai, pada Jumat pagi ini pukul 08.00.
"Pembongkaran makam ini terkait kasus dugaan penganiayaan yang dialami oleh almarhum," kata Eko, Kamis (18/12/2025).
Ekshumasi merupakan proses pembongkaran makam untuk mengeluarkan kembali jenazah yang sudah dikubur, biasanya dilakukan untuk kepentingan penyelidikan hukum atau medis.
Dalam praktiknya, ekshumasi dilakukan oleh tim forensik atas permintaan penyidik ketika ada dugaan kematian tidak wajar, seperti penganiayaan, pembunuhan, atau kelalaian medis.
Ekshumasi bertujuan melakukan autopsi ulang atau pemeriksaan tambahan agar penyebab kematian bisa dipastikan dengan lebih jelas.
Eko menjelaskan, ekshumasi dilakukan oleh tim penyidik Polres Wonogiri setelah adanya laporan dari orang tua korban.
Langkah tersebut diambil untuk memperkuat bukti dalam penyelidikan kasus.
"Pelaku (penganiayaan terhadap korban—Red) merupakan anak-anak dan kini sudah tertangkap. Autopsi akan dilakukan untuk bukti lebih lanjut," ujarnya.
Tiga tersangka
Polres Wonogiri telah menetapkan tiga orang santri Ponpes Manjung sebagai terduga penganiaya MMA.
Polisi kini mendalami peran masing-masing terduga pelaku untuk memastikan kebenaran kasus tersebut.
Kapolres Wonogiri, AKBP Wahyu Sulistyo menjelaskan, pihaknya telah meminta keterangan dari sejumlah santri yang diduga terlibat.
"Sementara terduga pelaku ada tiga, tapi masih didalami dan mungkin bisa bertambah atau berkurang. Masih penyelidikan dan penyidikan," kata Wahyu, Kamis (18/12/2025).
Informasi yang diterima polisi menyebutkan, tubuh korban ditemukan dengan luka lebam akibat pukulan.
Hal itu diketahui warga yang memandikan jenazah, kemudian kabar menyebar ke masyarakat hingga sampai ke pihak kepolisian.
Peristiwa dugaan perundungan terhadap MMA terjadi, pada Sabtu (13/12/2025) pekan lalu.
Korban sempat menjalani perawatan di rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia, pada Senin (15/12/2025).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PPKB P3A Wonogiri, Suhartono, menegaskan bahwa peristiwa perundungan terjadi beberapa hari sebelum korban meninggal dunia.
"Informasinya bullying-nya terjadi Sabtu (13/12/2025). Korban sempat dirawat di rumah sakit dan meninggal Senin," kata Suhartono, Kamis.
Dugaan perundungan ini mencuat setelah warga mencurigai adanya luka lebam di tubuh korban.
Suhartono membenarkan pihaknya telah menerima aduan terkait dugaan tersebut.
"Ada warga yang curiga santri meninggal dengan adanya luka lebam. Memang betul mengarah ke pembulian," jelasnya.
Suhartono menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, korban telah mondok di ponpes tersebut sekitar enam bulan dan sekaligus menempuh pendidikan di salah satu SMP.
Dari keterangan sementara, perundungan dipicu saat korban dinilai sulit ketika diminta mandi oleh santri lain.
Situasi tersebut kemudian berujung pada kekerasan fisik.
"Infonya korban dipukul. Sebelumnya juga sudah ada (bullying) yang dilakukan. Kalau pelaku bullying lebih dari satu orang kan potensi bullying-nya lebih berat ya," jelasnya.
Atas kejadian ini, Suhartono mengimbau agar lingkungan pendidikan dan masyarakat sekitar lebih peka terhadap tanda-tanda perundungan.
"Kalau sampai meninggal dunia, mungkin kan sudah sering terjadi. Lingkungan harus peka. Kita sayangkan ada kejadian seperti ini, semoga tidak terjadi lagi ke depannya," ujarnya. (Tribunsolo.com)