DPRD DKI Jakarta Minta Penanganan Sampah dari Hulu ke Hilir, PLTSa Bantargebang Belum Final
December 19, 2025 01:11 PM

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike bicara mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPST Bantargebang.

Ia menyebut rencana pembangunan PLTSa masih membutuhkan kajian mendalam.

Terutama terkait karakteristik sampah lama yang telah bercampur tanah dan air.

Menurut Yuke, persoalan sampah di TPST Bantargebang menjadi tantangan besar karena akumulasi puluhan ribu ton sampah lama. 

Kondisi tersebut, kata dia, tidak bisa ditangani secara gegabah tanpa kajian teknologi yang tepat.

“Untuk sampah lama ini harus dikaji dengan ahlinya, teknologi apa yang memang bisa menghabiskan sampah yang sudah bercampur tanah dan air. Apakah memungkinkan semuanya dibakar atau tidak, itu perlu kajian mendalam,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).

Ia menyebutkan, untuk sampah baru yang belum terlalu lama, pengolahan masih memungkinkan dilakukan. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta juga telah menjalankan pengolahan sampah melalui RDF (Refuse Derived Fuel).

Terkait rencana PLTSa, Yuke mengungkapkan hingga kini belum ada pemaparan detail yang diterima Komisi D. Ia menilai, rencana tersebut masih menunggu arahan dan kebijakan dari pemerintah pusat.

“Ada rencana PLTSa, tapi memang belum secara detail disampaikan ke kami. Ini juga concern pemerintah pusat, karena di beberapa wilayah pengelolaan sampah dan PLTSa akan ditangani atau dilelang oleh pusat,” jelasnya.

Meski demikian, Yuke menekankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus memiliki perencanaan komprehensif dalam penanganan sampah, mulai dari hulu hingga hilir. 

Ia mendorong optimalisasi pengelolaan sampah dari sumber, termasuk skala kecil di tingkat RW melalui bank sampah.

“Kita juga harus mulai berpikir dari yang mikro, optimalisasi bank sampah, lalu skala menengah, supaya ada pengurangan signifikan residu yang dibuang ke Bantargebang,” katanya.

Yuke juga menilai perlu adanya insentif atau pemicu (trigger) bagi masyarakat yang aktif memilah dan mengolah sampah. Bentuknya bisa berupa keringanan retribusi, bantuan peralatan, hingga penyediaan karung pilah.

Namun demikian, ia mengingatkan agar upaya pemilahan di tingkat warga dibarengi dengan kesiapan layanan angkut dari pemerintah. 

“Jangan sampai warga sudah memilah, tapi diangkutnya masih dicampur. Transportasinya juga harus proper,” tegasnya.

Selain itu, Komisi D mendorong transparansi data pengelolaan sampah, termasuk pergerakan bank-bank sampah. Dengan sistem yang terukur dan real time, masyarakat bisa mengetahui penurunan volume sampah di wilayahnya.

“Selama ini kita dengar angka 7.800 sampai 8.000 ton per hari, tapi realnya berapa yang benar-benar dibuang ke Bantargebang itu bisa diukur by system. Kalau datanya terbuka, masyarakat bisa termotivasi,” ujar Yuke.

Ia berharap evaluasi program pengurangan sampah yang sudah berjalan sejak 2020, termasuk penguatan bank sampah di tingkat RW, dapat disampaikan secara terbuka kepada publik agar partisipasi masyarakat semakin meningkat.

BERITA TERKAIT

Baca juga: Saat Tangsel Darurat Sampah, Jakarta Dibayangi Overload TPST Bantargebang

Baca juga: Sopir Sampah Meninggal Usai Antre Berjam-jam di TPST Bantargebang, DLH DKI Salahkan Cuaca Ekstrem

Baca juga: KRONOLOGI Sopir Truk Sampah Dinas LH DKI Gugur Saat Tugas, Antre 8 Jam Buang Muatan di Bantargebang

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.