PROHABA.CO, KARANGANYAR - Seorang santri di salah satu Pondok Pesantren di Wonogiri, berinisial MMA (12), meninggal dengan dugaan sebagai korban perundungan.
Kedua tangan Mino menggenggam erat sebuah ponsel.
Di layar kecil itu, terpampang wajah anak lelakinya, MMA, mengenakan kopiah hitam dan baju bermotif titik-titik kecil.
Foto sederhana yang seharusnya menjadi pengingat kebahagiaan kini berubah menjadi simbol kehilangan.
Tak ada yang menyangka, anak yang menjadi harapan keluarga itu telah tiada, diduga akibat perundungan di Pondok Pesantren Santri Manjung, Wonogiri tempat dirinya menimba ilmu.
Peristiwa memilukan ini terungkap saat Mino (39) dan istrinya, Suyatmi (35), datang ke pesantren pada Minggu (14/12/2025) siang.
Pasangan asal Dusun Gondang, Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar itu berniat menjenguk anak mereka sekaligus memberikan uang saku untuk kegiatan studi tour.
Namun, harapan sederhana itu berubah menjadi mimpi buruk.
Setibanya di ponpes, Mino dihampiri seorang teman anaknya yang mengatakan MMA sedang sakit.
Panik, ia segera menuju kamar santri.
“Saya panik dan menuju ke kamar, melihat anak saya kondisi tidak sadar dengan posisi tengkurap,” ungkap Mino, Jum'at (19/12/2025).
Tubuh kecil MMA tergeletak tanpa respons.
Baca juga: OTT KPK di Bekasi, Bupati Ade Kuswara Kunang Ditangkap Bersama 10 Orang
Mino segera membawa anaknya pulang ke rumah orang tua korban.
Rencana awal membawa ke bidan urung dilakukan, ia memilih melaju ke Puskesmas terdekat.
Karena keterbatasan fasilitas, MMA dirujuk ke RS Astrini Wonogiri.
Kondisinya sudah tidak sadar saat tiba di rumah sakit.
Ia dirawat intensif di ruang ICU hingga Senin (15/12/2025) sore, sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Menurut keterangan dokter, sakit yang dialami MMA tidak alami.
Di dada dan lengan terdapat bekas memar lebam, bahkan saat jenazah dimandikan ditemukan lebam di kaki serta bekas tinta tipe-X di kepala.
Fakta ini memperkuat dugaan adanya penganiayaan.
Mino tak mampu menyembunyikan rasa kecewa terhadap pihak pesantren.
Rambutnya yang sedikit panjang tampak terurai di balik peci, wajah lelahnya memancarkan duka mendalam.
Ia menegaskan, sejak anaknya ditemukan tak sadarkan diri hingga dimakamkan, tidak ada itikad baik dari pengurus pondok.
“Sampai saat ini, tidak ada konfirmasi dari Ponpes.
Saya meminta pertanggungjawaban dan itikad baik. Harapan saya, tegakkan keadilan untuk anak saya,” tegasnya.
Baca juga: Pilu! Pelajar SMP Korban Bullying Meninggal Dunia Setelah Mendapat Perawatan 6 Hari di Ruang ICU
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PPKB P3A Wonogiri, Suhartono, menyampaikan bahwa peristiwa perundungan terjadi pada Sabtu (13/12/2025).
Korban sempat dirawat di rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Senin (15/12/2025).
Korban MMA , santri kelas VII SMP asal Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.
Dugaan perundungan mencuat setelah warga mencurigai adanya luka lebam di tubuh korban.
Berdasarkan informasi sementara, perundungan dipicu saat korban dinilai sulit ketika diminta mandi oleh santri lain.
Situasi itu berujung pada kekerasan fisik.
“Infonya korban dipukul. Kalau pelaku bullying lebih dari satu orang, potensi bullying-nya lebih berat,” jelas Suhartono.
Ia menambahkan, korban telah mondok di pesantren tersebut sekitar enam bulan.
Suhartono mengimbau agar lingkungan pendidikan lebih peka terhadap tanda-tanda perundungan.
“Kalau sampai meninggal dunia, mungkin sudah sering terjadi.
Lingkungan harus peka. Kita sayangkan ada kejadian seperti ini, semoga tidak terjadi lagi ke depannya,” pungkasnya.
Baca juga: Tujuh Pelajar Jadi Tersangka Perundungan, Sengaja Merekam Aksi untuk Konten
Pondok Pesantren Santri Manjung terletak di Dusun Manjung Wetan, Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri Kota, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Pesantren ini didirikan oleh Brigadir Polisi Bripka Eko Julianto, seorang polisi dai sekaligus pendakwah.
Ia merintis pondok ini sejak 2012 dengan hanya tujuh santri, lalu berkembang pesat hingga ratusan santri.
Pesantren ini dikenal memberikan pendidikan agama dan umum secara gratis, tanpa biaya pendaftaran, SPP, atau uang gedung.
Sistem tersebut dirancang untuk membuka peluang belajar bagi anak-anak yatim dan dhuafa dari berbagai daerah, termasuk dari Lampung dan Wonogiri sendiri.
Kurikulum nasional diintegrasikan dengan pendidikan agama serta kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga dan kelompok belajar.
Fasilitas pendukung mencakup ruang kelas, asrama, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga, dan masjid.
Saat ini jumlah santri mencapai sekitar 500 orang, terdiri dari santriwan dan santriwati dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.
Kasus meninggalnya MMA menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, khususnya pesantren yang selama ini dikenal sebagai tempat mendidik akhlak dan ilmu agama.
Perundungan yang berujung pada kematian menunjukkan adanya celah pengawasan dan kurangnya kepedulian lingkungan sekitar terhadap tanda-tanda kekerasan.
Keluarga korban menuntut keadilan, sementara masyarakat berharap kasus ini diusut tuntas agar tidak terulang.
Baca juga: 6 Santri Tewas Tenggelam di Kubangan Bekas Galian C Bukit Jaddih Bangkalan
Baca juga: 4 Gampong di Indra Makmu Aceh Timur Kembali Dikepung Banjir, Warga Trauma dan Siaga