SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Pemkab Bangkalan mulai gusar karena terus terjepit di tengah ribetnya pengurusan izin tambang galian C antara Pemprov Jatim dan pemerintah pusat.
Langkah tegas pun diputuskan dalam Forum Group Discussion (FGD) Dampak Penutupan Usaha Pertambangan, Jumat (19/12/2025).
Langkah konkret itu adalah, pemda memerintahkan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengawal pengurusan izin tambang galian C ke Pemprov Jatim hingga ke tingkat kementerian.
Perintah itu dilontarkan Sekretaris Daerah (Sekda) Bangkalan, Ismet Efendi saat memimpin FGD di Aula Diponegoro Pemkab Bangkalan.
Semua berakar permasalahan klasik berkaitan proses pengurusan izin tambang galian C yang tiada henti membelit para pelaku tambang di Bangkalan.
Sejak tahun 2017, para penambang galian C di Bukit Jaddih, Desa Parseh, Kecamatan Socah selalu menjadi korban saling lempar kewenangan antar pemangku kebijakan, mulai tingkat provinsi hingga pemerintah pusat.
"Pemkab Bangkalan akan mengawal untuk membantu proses perizinannya supaya para penambang bisa cepat mempunyai izin. Kami bantu sampai instansi-instansi di tingkat provinsi maupun pusat, kami kawal supaya para penambang bisa punya izin dan Bangkalan bisa dapat pajak,” tegas Ismet Efendi usai FGD di hadapan sejumlah jurnalis.
FGD yang menjadi ajang keluh kesah para sopir angkutan tambang itu diikuti Kasat Reskrim Polres Bangkalan, AKP Hafid Dian Maulidi serta sejumlah OPD di lingkungan Pemkab Bangkalan seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Kemudian Badan Pendapatan Daerah, PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, Bagian Hukum, hingga Bagian Perekonomian.
Saat memimpin FGD, Ismet menunjuk Kabag Perekonomian, Kabag Hukum, Kepala DPMPTSP, hingga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dari masing-masing OPD tersebut agar menemui pihak terkait di Pemprov Jawa Timur.
Ismet juga meminta para staf Pemkab Bangkalan yang bersentuhan langsung dengan urusan perizinan tambang galian C memahami betul seluruh tahapan proses perizinan. Sehingga ketika ada pertanyaan atau masalah yang membelit penambang, bisa memberikan keterangan yang solutif.
“Datang juga ke Dinas ESDM Provinsi Jatim karena memang ranahnya di situ. Kami ingin mengetahui persyaratan yang paling akhir seperti apa, proses apa saja yang harus ditempuh para penambang untuk mendapatkan izin. Karena aturannya sering berubah-berubah, sehingga para penambang kebingungan,” ungkap Ismet.
Setelah para OPD di Bangkalan telah mendapatkan kejelasan dari instansi-instansi yang ada di Pemprov Jatim, lanjutnya, pemda akan kembali mengumpulkan para penambang untuk mempersiapkan berkas-berkas yang harus dilengkapi.
Ia menambahkan, penutupan tambang galian C di beberapa wilayah di Bangkalan juga menutup mata pencaharian masyarakat kecil di sekitarnya sehingga berdampak sosial dan ekonomi.
“Apakah seribet itu perizinannya untuk (tambang) skala kecil, bukan tambang batu bara. Kita kawal bersama hingga ke pusat, kalau tidak dikawal nanti dipersulit. Apakah secara kolektif atau seperti apa, intinya mana yang siap kita berangkatkan untuk membantu perizinannya," tegas Ismet.
"Karena upaya beberapa penambang dalam mengurus izin mentok atau sulit sehingga tidak sampai tuntas, itu rencana Pak Bupati, jangan sampai mandeg (terhenti),” tambahnya.
Perwakilan pengusaha tambang galian C, Jev Vanand mengapresiasi langkah Pemkab Bangkalan dalam memfasilitasi pengurusan perizinan tambang meski sejatinya bukan menjadi kewenangan pemkab.
“Pemkab Bangkalan memfasilitasi pengurusan perizinan kami, semoga ada sinergitas yang bagus, government to government antara pemkab dengan Pemprov Jatim. Sehingga kami juga bisa berkontribusi untuk pendapatan asli daerah,” ungkap Jev.
Jev menjelaskan, para penambang galian C di Bukit Jaddih Desa Parseh selama ini selalu dihadapkan situasi sulit dan membingungkan karena terbentur ribetnya birokrasi di Pemprov Jatim.
Sejumlah dokumen kelengkapan pendukung kegiatan tambang telah dimiliki. Yaitu berkas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang ditandatangani DPMPTSP Provinsi Jawa Timur, dokumen eksplorasi dari DPMPTSP Provinsi Jawa Timur.
Kemudian dokumen Online Single Submission (OSS) yang mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), hingga dokumen titik-titik koordinat agar tidak terjadi tumpang tindih lahan.
“Akhirnya kami seakan-akan tidak mengurus izin, seolah kami sangat ilegal. Padahal kami sudah mengurus izin sejak tahun 2017, sampai sekarang pun kami masih mengurus tetapi izin terakhir ini malah terbentur ribetnya birokrasi di provinsi,” pungkasnya. *****