BANGKAPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan, APN, bersama dua pejabat Kejari lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemerasan.
Kasus ini menyeret praktik pemerasan terhadap sejumlah dinas daerah dengan modus penghentian penanganan laporan hukum, dengan nilai aliran dana yang diduga mencapai miliaran rupiah
Baca juga: Kalender 2025: Libur 4 Hari Beruntun di Akhir Desember, Catat Tanggalnya
"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025), dipantau dari Breaking News KompasTV.
"Yang pertama, Saudara APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 sampai dengan sekarang, Saudara ASB selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Saudara TAR selaku Kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara."
Asep menyebut para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e, pasal 12 huruf f, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), juncto Pasal 64 KUHP.
Lebih lanjut, Asep menyampaikan dari tiga orang yang ditetapkan tersangka, KPK baru menahan dua tersangka yakni APN dan ASB. Sebab, satu orang tersangka lainnya berinisial TAR masih dalam pencarian.
Ia menyebut tersangka TAR melakukan perlawanan dan melarikan diri saat proses penangkapan oleh petugas KPK.
"Saat ini terhadap yang bersangkutan sedang dilakukan upaya pencarian dan tentunya nanti akan kami terbitkan daftar pencarian orang (DPO) apabila pencarian yang sedang dilakukan tidak membuahkan hasil atau tidak ditemukan yang bersangkutan," ujar Asep.
Sementara dua tersangka APN dan ASB, kata Asep, dilakukan penahanan selama 20 hari pertama atau sejak 19 Desember 2025 sampai 8 Januari 2025.
Asep membeberkan tersangka APN setelah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pada Agustus 2025 diduga menerima aliran dana sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta secara langsung maupun melalui perantara ASB dan TAR.
Penerimaan tersebut berasal dari dugaan tindak pidana pemerasan yang dilakukan APN kepada sejumlah perangkat daerah di Kabupaten HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
"Permintaan tersebut disertai ancaman dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya," ujar Asep.
Ia mengatakan dalam kurun waktu November sampai dengan Desember 2025, APN diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta dari permintaan tersebut.
Asep menyebut APN menerima uang tersebut dalam dua kluster perantara, yakni melalui perantara ASB dan TAR.
"Selain melakukan dugaan tindak pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi," ucapnya.
Asep menyebut dana itu berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan atau TUP sejumlah Rp257 juta, tanpa surat perintah perjalanan dinas, Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi.
Tidak hanya itu, ia mengungkapkan, APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya senilai Rp450 juta.
"Dengan perincian sebagai berikut: transfer ke rekening istri APN senilai Rp405 juta, dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp45 juta," ujarnya.
Selain itu, menurut penuturan Asep, tersangka lain yakni ASB yang menjadi perantara diduga menerima aliran uang dari dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta dalam periode Februari sampai dengan Desember 2025.
Sementara TAR diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar. Asep memerinci uang itu berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp930 juta pada 2022. Sisanya sebsar Rp140 juta diduga berasal dari rekanan pada 2024.
(Kompas/Tribunnews)