Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eugenius Suba Boro
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Peran orang tua dalam mengawasi penggunaan gawai serta tantangan penegakan hukum terhadap anak pelaku kekerasan seksual menjadi sorotan dalam Talkshow “Mencegah Kekerasan Terhadap Anak di Era Digital” yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (19/12/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Serbaguna Lantai 2 Kantor Harian Pos Kupang tersebut digelar dalam rangka menyongsong Hari Ulang Tahun (HUT) ke 67 Provinsi NTT dan menjadi ruang diskusi publik lintas sektor terkait perlindungan anak di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital.
Dalam sesi diskusi, Guru SDK Santo Yoseph 3 Kupang, Putu Widiani, mengungkapkan tantangan yang dihadapi para guru di sekolah dasar dalam membatasi penggunaan gawai pada anak.
Ia menilai, persoalan tersebut tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, tetapi justru berawal dari rumah.
“Di sekolah kami berupaya membatasi penggunaan gadget, tetapi di rumah justru orang tua menyediakan fasilitas digital yang jauh lebih bebas. Ada mindset bahwa semua tanggung jawab pembentukan karakter anak diserahkan sepenuhnya kepada guru,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan anak tidak bisa hanya dibebankan kepada sekolah.
Baca juga: DP3AP2KB NTT Gelar Talkshow Generasi Aman, Bahas Pencegahan Kekerasan Anak di Era Digital
Menurutnya, orang tua adalah pendidik utama, sementara guru memiliki keterbatasan waktu dalam mendampingi anak di sekolah.
Selain itu, Putu Widiani juga mempertanyakan keterbatasan ruang diskusi dan sosialisasi yang masih berada di tingkat provinsi.
Ia berharap kegiatan serupa dapat diperluas hingga tingkat kota agar permasalahan perlindungan anak dapat dibahas lebih mendalam dan kontekstual.
Pada aspek hukum, Putu Widiani menyoroti penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Ia mempertanyakan mengapa pelaku anak kerap hanya mendapatkan pembinaan, sementara perbuatan yang dilakukan sudah berada pada level kejahatan orang dewasa.
“Dunia sudah berubah, kejahatan juga sudah berubah. Kita tidak bisa lagi memandang semua pelanggaran yang dilakukan anak sebagai kesalahan ringan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi NTT, Ruth Diana Laiskodat, menjelaskan bahwa pencegahan kekerasan terhadap anak harus melibatkan peran aktif orang tua dan guru secara bersama-sama, tanpa saling menyalahkan.
Baca juga: NTT Targetkan Turunkan Stunting, DP3AP2KB: Aksi Lebih Spesifik, Kolaboratif & Berbasis Data Lapangan
Ia menyampaikan rencana kolaborasi dengan DP3 Kota Kupang untuk melakukan sosialisasi langsung kepada orang tua siswa, khususnya saat pembagian rapor di sekolah.
Sosialisasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua terhadap risiko kekerasan dan kejahatan digital terhadap anak.
Terkait penegakan hukum, Ruth Diana menegaskan bahwa anak yang melakukan pelanggaran hukum tetap diproses secara hukum melalui mekanisme peradilan anak.
“Anak tetap dihukum, tetapi melalui pengadilan anak yang aman dan ramah. Anak diposisikan sebagai anak, sehingga dalam menjalani proses hukum tidak diperlakukan seperti orang dewasa,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah melalui bidang perlindungan khusus anak akan terus melakukan pendampingan agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak mengalami tekanan psikologis berlebihan.
Pendampingan tersebut bertujuan agar anak menyadari kesalahannya, menjalani hukuman dengan baik, serta dapat kembali ke masyarakat dengan perubahan perilaku yang positif. (uge)