TRIBUNJOGJA - Pasangan Anda kerap menghindar saat sedang ada masalah dalam hubungan? Itu bisa jadi tanda avoidant attachment, gaya keterikatan di mana seseorang cenderung menjaga jarak emosional saat hubungan membutuhkan kedekatan atau keterbukaan.
Meski terlihat seperti menghindari masalah, perilaku ini punya dasar psikologis yang telah diteliti secara ilmiah, dan bukan sekadar “cuek tanpa alasan”.
Dalam jurnal Attachment, Attractiveness, and Social Interaction: A Diary Study, ditemukan bahwa individu dengan avoidant attachment melaporkan tingkat kedekatan emosional yang lebih rendah, memiliki lebih sedikit pengalaman interaksi yang memungkinkan kedekatan, serta cenderung mengatur interaksi sosial agar meminimalkan kedekatan dengan orang lain.
Berikut 5 cara yang bisa dilakukan supaya hubungan tetap sehat meskipun pasangan cenderung menghindar ketika masalah muncul.
Ingat bahwa pasangan yang memiliki sifat avoidant attachment sering merasa tegang ketika harus menghadapi emosi besar atau konflik secara langsung. Memberi ruang bukan berarti membiarkan segala hal tidak terselesaikan, melainkan memberi waktu agar mereka dapat kembali dalam keadaan lebih tenang dan siap berbicara.
Saat berbicara soal masalah, pakai kalimat yang menyatakan perasaanmu, misalnya “aku merasa…”.
Nada yang tenang dan langsung cenderung lebih mudah diterima oleh avoidant, karena mereka cenderung mundur saat merasa ditekan atau disalahkan.
Orang dengan avoidant attachment sering kurang nyaman saat hubungan terasa tidak stabil. Dengan tetap konsisten dalam kata‑kata dan tindakanmu, misalnya tepat waktu, jujur, dan terbuka.
Anda dapat membantu menciptakan rasa aman yang dapat mengurangi kecenderungan mereka untuk “menghindar”.
Kemandirian adalah hal penting bagi avoidant. Tapi bukan berarti tidak bisa dekat, kedekatan bisa dibangun perlahan melalui momen kecil seperti berbagi minat atau quality time tanpa tekanan untuk bersikap emosional secara intens sekaligus.
Salah satu temuan dalam studi tentang attachment style dan komitmen menunjukkan bahwa gaya keterikatan insecure, termasuk avoidant , berkaitan negatif dengan komitmen pernikahan atau komitmen jangka panjang lain.
Artinya, orang dengan gaya ini memang cenderung menunjukkan komitmen yang lebih rendah secara statistik, dibanding mereka yang secure, tetapi bukan berarti mereka tidak serius sama sekali.
Pasangan yang sering “hilang saat ada masalah” tidak otomatis berarti tidak mencintai atau tidak serius.
Perilaku ini bisa menjadi manifestasi dari pola keterikatan yang lebih suka mengelola intensitas emosional dengan mundur dulu.
Dengan pendekatan yang tepat, ruang saat diperlukan, komunikasi tenang, konsistensi, serta menghargai kebutuhan mereka akan kemandirian, hubungan dapat berjalan lebih sehat, bahkan ketika dinamika emotional avoidance muncul.
(MG ADZKIA HAFIDZA ELFADZ)