- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengambil alih kasus KPK.
Adapun sebelumnya Kejagung mengambil alih kasus KPK soal tiga oknum jaksa di Banten diduga terlibat kasus pemerasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) Korea Selatan.
Awalnya perkara tersebut ditangani KPK bahkan lembaga tersebut juga telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga oknum jaksa di Banten itu.
Namun kini kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Dasar hukum pelimpahan perkara itu adalah Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terbit bersamaan saat KPK melaksanakan OTT terhadap oknum jaksa itu.
Kejagung mengklaim pihaknya tidak mengetahui adanya OTT yang dilakukan KPK.
Terkait hal itu, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah menilai, hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Penanganan kasus jaksa korupsi oleh Kejaksaan Agung dapat menimbulkan konflik kepentingan dan berpotensi melokalisir kasus," kata Wana, Sabtu (20/12/2025).
Wana mengatakan OTT merupakan langkah awal untuk mengembangkan perkara yang berpotensi melibatkan aktor lain.
Dengan adanya OTT yang dilakukan KPK, seharusnya menjadi pemicu agar Kejagung melakukan reformasi internal kelembagaan.
Namun Wana menilai, alih-alih melakukan perbaikan, Kejagung justru mengambil alih kasus tersebut.
Menurut Wana langkah tersebut merupakan bentuk nyata dari tidak adanya komitmen pemberantasan korupsi antar penegak hukum.
Adanya jaksa yang ditangkap KPK membuktikan fungsi pengawasan Kejaksaan tidak berjalan dengan baik.
Padahal fungsi pengawasan internal Kejaksaan penting dilakukan untuk memastikan kerja penegak hukum dilakukan secara tepat.
"Adanya jaksa yang ditangkap membuktikan bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan di internal Kejaksaan tidak berjalan secara baik.