Jaksa Tri Taruna Diminta Menyerah, Tinggalkan Indekos di Amuntai HSU Sejak OTT KPK
December 21, 2025 08:52 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Asis Budianto resmi menyandang status tersangka pemerasan, Sabtu (20/12) subuh. Mereka pun harus mendekam di sel tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjalani pemeriksaan.

KPK juga menetapkan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU. Namun Tri belum ditahan karena masih buron.

Dari operasi tangkap tangan (OTT) di HSU pada Kamis (18/12), tim KPK membawa enam orang ke Jakarta. Di antaranya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) HSU Rahman Heriadi.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Sabtu subuh.

Baca juga: Terjaring OTT KPK di Amuntai, Terungkap Kajari HSU Albertinus Napitupulu Baru Bertugas 5 Bulan

Baca juga: Fakta Jaksa HSU yang Diamankan pada OTT KPK di Amuntai Kalsel, Disebut Sering Datangi SKPD

Dalam kesempatan tersebut KPK hanya memperlihatkan Albertinus dan Asis. Mereka akan menjalani penahanan untuk 20 hari pertama, yaitu sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026.

Mengenai Tri, Asep menjelaskan tersangka melarikan diri saat hendak ditangkap. “Sesuai laporan petugas kami yang melaksanakan penangkapan, terduga itu melakukan perlawanan dan melarikan diri,” ungkapnya.

KPK tengah melakukan pencarian terhadap Tri. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil, nama tersangka segera dimasukkkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Kami sampaikan kepada yang bersangkutan untuk segera menyerahkan diri mengikuti proses hukum,” tegas Asep.

Asep menjelaskan kasus ini bermula pada Agustus 2025. Albertinus diduga menerima aliran uang sekitar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara, yaitu Asis dan Tri. “Penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),” paparnya.

Asep mengatakan permintaan disertai ancaman itu agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.

Albertinus, yang menjabat sebagai Kajari HSU sejak Juli 2025, menerima aliran uang dari dua klaster. Pertama, melalui Tri, dia menerima Rp 270 juta dari Kadisdikbud  dan Rp 235 juta dari Direktur RSUD HSU. Kedua, melalui perantara Asis, Albertinus menerima Rp 149,3 juta dari Kadinkes Mochammad Yandi Friyadi.

Asis, dalam periode Februari-Desember 2025, disangka menerima uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta.

Selain disangka melakukan pemerasan, Albertinus juga disangka melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi. Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi. Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta.

Rinciannya, transfer ke rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan aliran uang dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp 45 juta.

Ada pun Tri disangka menerima aliran uang mencapai Rp 1,07 miliar. Rinciannya, pada 2022 dari mantan Kadisdikbud HSU Rp 930 juta dan pada 2024 dari rekanan sebesar Rp 140 juta.

Dia kini diburu KPK karena kabur saat hendak ditangkap. Saat didatangi BPost, Sabtu, tempat indekosnya di Kecamatan Amuntai Tengah disegel. Pemilik indekos menyatakan penyegelan berlangsung sejak Kamis. Dia pun melarang siapapun memfoto lokasi dengan 10 kamar tersebut.

“Kami tidak mau terekspos karena hanya menyewakan tempat dan tidak mengetahui masalah penyewa,” ujar pemilik indekos yang enggan disebutkan namanya.

Diperoleh informasi, Tri sudah tiga tahun tinggal di tempat tersebut. Namun beberapa bulan terakhir dia jarang datang. Dalam satu bulan hanya dua atau tiga kali.

Pada hari terjadinya OTT, Tri terlihat berangkat dari tempat indekos pada Kamis pagi. Menjelang sore datang sekitar lima orang yang memperkenalkan diri dari KPK dan ingin masuk ke kamar Tri. Namun kedua kunci kamar dibawa oleh Tri.

Petugas KPK sempat ingin membuka paksa kamar namun urung dan hanya melakukan penyegelan bagian depan.

Pemilik indekos mengatakan penyegelan tidak terlalu lama. Petugas KPK mengatakan paling lama dua minggu. (nia/kompas/tribunnews)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.