Darwanto, seorang petani di Kabupaten Madiun, diseret ke pengadilan dan dijadikan tersangka karena memelihara landak jawa yang dia temukan terjebak ladang jagungnya.
---
Intisari hadir di whatsapp channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Semua terjadi pada 2021 lalu. Ketika itu Darwanto, seorng petani dari Dusun Gemuru, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gumarang, Kabupaten Madiun, menemukan dua ekor landak jawa terjebak di jaring yang dipasang di lahan jagung untuk mencegah serangan hama.
Landak-landak itu di kemudian dipelihara dan beranak-pinak. Tapi siapa sangka, karena landak jawa itu Darwanto diseret ke meja hijau dan dijadikan tersangka.
Landak jawa memang statusnya dilindungi. Meski begitu, kuasa hukum Darwanto, Suryajiyoso dari LKBH UIN Ponorogo, mengatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan atau motif ekonomi dalam kasus yang menjerat kliennya itu.
Dia bilang bahwa apa yang dilakukan oleh Darwanto murni ketidaktahuan hukum alih-alih ada niat untuk mengeksploitasi atau memperjualbelikan satwa yang dilindungi itu. “Klien saya ini seorang petani. Dia tidak memahami status hukum Landak Jawa. Saat landak itu terperangkap, pilihan klien saya adalah merawat. Jadi tidak ada jual beli dan tidak ada keuntungan ekonomi,” ujar Suryajiyoso, Rabu, 17 Desember 2025.
Seperti disebut di awal, semua terjadi pada 2021 lalu. Ketika itu Darwanto menemukan dua ekor landak jawa terjebak jaring yang dipasang di lahan jagung untuk mencegah serangan hama.
Karena merasa kasihan, Darwanto kemudian memutuskan merawat dua makhluk hidup itu. Tapi dia tak memahami soal aturan hukum terkait hewan tersebut, yang ternyata berstatus dilindungi. Dua landak itu kemudian dipelihara dan beranak-pinak dan totalnya jadi enam ekor.
Tapi semuanya berubah pada 2024 lalu. Keberadaan landak jawa di rumah Darwanto diketahui petugas gabungan kepolisian dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah I Madiun. Selain satwa yang diamankan, Darwanto juga dimejahijaukan.
Darwanto ditetapkan sebagai terdakwa karena dianggap memelihara satwa dilindungi tanpa izin resmi. Tentu saja dia terkejut karena tidak pernah mendapat peringatan atau sosialisasi terkait larangan memelihara landak jawa, meski tinggal berdampingan dengan aparat desa.
“Kenapa saya tidak diberitahu, diperingatkan, kok saya langsung dilaporkan ke Polres?" cerita Darwanto.
Darwanto sendiri sekarang ditahan di Lapas Kelas I Madiun sembari menjalani proses persidangan yang masih berlangsung. Sidang lanjutan dijadwalkan menghadirkan saksi meringankan untuk memberikan gambaran latar belakang dan kronologi lengkap perkara tersebut.
Dalam kasus ini, Darwanto didakwa melanggar ketentuan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait kepemilikan satwa dilindungi. Berdasarkan informasi yang beredar, Darwanto dijerat Pasal 40A ayat (1) huruf d juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia diketahui memelihara dua ekor landak jawa sejak 2021, yang ditangkap dari area kebunnya sendiri.
"Makanya dengan keadaan begini, saya harap saudara-saudara bisa lebih waspada, tidak ada korban seperti saya lagi yang akhirnya saya dipenjara, punya tiga anak," ujar Darwanto. “Saya mohon penegak hukum seadil-adilnya. Kami masyarakat kecil, jangan sampai ada seperti saya lagi, karena tidak tahu, awalnya kasihan, malah saya sedih, saya dipenjara.”
Apa yang terjadi pada Darwanto mendapat perhatian dari pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia menilai, penahanan terhadap Darwanto sebagai langkah yang tidak proporsional.
Menurutnya, perkara tersebut seharusnya diselesaikan melalui pendekatan pembinaan dan edukasi, bukan langsung dibawa ke ranah pemidanaan. “Dalam hukum pidana, yang utama dilihat adalah mens rea atau niat jahat. Apakah perbuatan itu dilakukan secara sengaja atau hanya karena kelalaian, dan itu sangat menentukan berat-ringannya hukuman,” ujar Abdul Fickar.
Abdul Fickar melihat, dalam kasus Darwanto, ketidaktahuan bahwa satwa yang dikuasai merupakan hewan dilindungi lebih tepat dimaknai sebagai bentuk kelalaian. “Ketidaktahuan memang tetap merupakan kesalahan, tetapi masuk kategori lalai. Seharusnya memang ada upaya untuk mencari tahu, tetapi itu berbeda dengan kesengajaan,” katanya.
Bahkan, jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa niat jahat, tindakan merawat atau melindungi satwa justru dapat menjadi faktor yang meringankan. Abdul Fickar menekankan, penahanan Darwanto seharusnya tidak dilakukan meski pasal yang disangkakan memiliki ancaman pidana lima tahun atau lebih.
“Faktanya, yang bersangkutan hanya menyelamatkan. Kalau terbukti menjual atau berniat menjual, itu lain cerita. Jadi, penahanan ini sangat lebay,” tegasnya.
Abdul Fickar menambahkan, hingga kini tidak ada pihak yang dirugikan dalam perkara tersebut. Negara juga tidak kehilangan satwa dilindungi, bahkan sebaliknya, satwa itu justru dirawat.
“Dalam kondisi seperti ini, sangat mungkin hakim menjatuhkan putusan lepas (vrijspraak), kecuali jika ternyata Darwanto bukan sekadar petani, tetapi juga pedagang satwa,” ujarnya.
Abdul Fickar juga menilai perkara ini bisa menjadi momentum bagi negara dan instansi terkait untuk memperkuat penyuluhan serta penerangan hukum mengenai perlindungan satwa langka. “Ini bukan kejahatan murni. Lebih bijak diselesaikan dengan pembinaan dan edukasi daripada pemidanaan terhadap masyarakat yang tidak tahu. Bahkan, absennya sosialisasi dari negara bisa dilihat sebagai kesalahan utama,” pungkasnya.
Daftar binatang yang dilindungi
Dari kasus Darwanto kita belajar bahwa banyak di antara kita yang tidak tahu tentan status seekor hewan apakah masuk kategori dilindungi atau tidak. Itu artinya terkait sosialisasi yang masih minim.
Sebagaimana dilansir Kompas.com, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengatur daftar satwa mamalia yang dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Peraturan ini merupakan revisi pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dilindungi.
Berikut daftarnya:
- Trenggiling (Manis javanica)
- Tarsius tangkasi (Tarsius tarsier)
- Tarsius siau (Tarsius tumpara)
- Tarsius lariang (Tarsius lariang)
- Tapir tenuk (Tapirus indicus)
- Sigung sumatera (Arctonyx collaris)
- Rusa sambar (Axis kuhlii)
- Pesut mahakam (Orcaella brevirostris)
- Pelanduk napu (Tragulus napu)
- Pelanduk kancil (Tragulus javanicus)
- Pelandu nugini (Thylogale browni)
- Pelandu merah (Thylogale stigmatica)
- Pelandu aru (Thylogale brunii)
- Paus tombak (Balaenoptera acutorostrata)
- Paus sperma (Physeter macrocephalus)
- Paus sei (Balaenoptera borealis)
- Paus pilot bersirip pendek (Globicephala macrorhynchus)
- Paus pembunuh (Orcinus orca)
- Paus pemangsa palsu (Pseudorca crassidens)
- Paus pemangsa Kerdil (Feresa attenuata)
- Paus paruh Blainville (Mesoplodon densirostris)
- Paus paruh bergigi ginko (Mesoplodon ginkgodens)
- Paus paruh angsa (Ziphius cavirostris)
- Paus omura (Balaenoptera omurai)
- Paus minke Antartika (Balaenoptera bonaerensis)
- Paus lodan kecil jauba (Kogia breviceps)
- Paus lodan kecil (Kogia sima)
- Paus kepala melon (Peponocephala electra)
- Paus hidung botol (Indopacetus pacificus)
- Paus edeni (Balaenoptera edeni)
- Paus bongkok (Megaptera novaeangliae)
- Paus biru (Balaenoptera musculus)
- Owa ungko (Hylobates agilis)
- Owa siamang (Symphalangus syndactylus)
- Owa serudung (Hylobates lar)
- Owa kalawat (Hylobates muelleri)
- Owa jenggot putih (Hylobates albibarbis)
- Owa jawa (Hylobates moloch)
- Owa bliau (Hylobates klosii)
- Orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis)
- Orangutan sumatera (Pongo abelii)
- Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus)
- Nokdiak moncong pendek (Tachyglossus aculeatus)
- Nokdiak moncong panjang (Zaglossus bruijni)
- Musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii)
- Musang linsang (Prionodon linsang)
- Musang air (Cynogale bennettii)
- Monyet yaki (Macaca nigra)
- Monyet digo (Macaca ochreata)
- Monyet darre (Macaca maura)
- Monyet boti (Macaca tonkeana)
- Macan tutul (Panthera pardus melas)
- Macan dahan (Neofelis nebulosa diardi)
- Lutung surili (Presbytis comata)
- Lutung simpai (Presbytis melalophos)
- Lutung simakobu (Simias concolor)
- Lutung merah (Presbytis rubicunda)
- Lutung kelabu (Trachypithecus cristatus)
- Lutung kedih (Presbytis thomasi)
- Lutung joja (Presbytis potenziani)
- Lutung jirangan (Presbytis frontata)
- Lutung budeng (Trachypithecus auratus)
- Lumba-lumba totol (Stenella attenuata)
- Lumba-lumba risso (Grampus griseus)
- Lumba-lumba moncong panjang biasa (Delphinus capensis)
- Lumba-lumba moncong panjang (Stenella longirostris)
- Lumba-lumba hitam tak bersirip (Neophocaena phocaenoides)
- Lumba-lumba hidung botol Indopasifik (Tursiops aduncus)
- Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)
- Lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis)
- Lumba-lumba garis (Stenella coeruleoalba)
- Lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei)
- Lumba-lumba bongkos (Sousa chinensis)
- Landak jawa (Hystrix javanica)
- Kuskus yaben (Phalanger sericeus)
- Kuskus tembung (Strigocuscuscus celebensis)
- Kuskus talaud (Ailurops melanotis)
- Kuskus siku putih (Phalanger vestitus)
- Kuskus selatan (Phalanger intercastellanus)
- Kuskus scham-scham (Spilocuscus papuensis)
- Kuskus pontai (Spilocuscus maculatus)
- Kuskus peleng (Strigocuscus pelengensis)
- Kuskus obi (Phalanger rothschildi)
- Kuskus mata biru (Phalanger mata biru)
- Kuskus gunung (Phalanger carmelitae)
- Kuskus guannal (Phalanger gymnotis)
- Kuskus gebe (Phalanger alexandrae)
- Kuskus bohai (Spilocuscus rufoniger)
- Kukang sumatera (Nycticebus coucang)
- Kukang kalimantan (Nycticebus menagensis)
- Kukang jawa (Nycticebus javanicus)
- Kucing tanda (Prionailurus planiceps)
- Kucing merah (Catopuma badia)
- Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis)
- Kucing emas (Catopuma temminckii)
- Kucing batu (Pardofelis marmorata)
- Kucing bakau (Prionailurus viverrinus)
- Krabuku sangihe (Tarisus sangirensis)
- Krabuku peleng (Tarsius pelengensis)
- Krabuku kecil (Tarsius pumilus)
- Krabuku ingkat (Tarsius bancanus)
- Krabuku diana (Tarsius dentatus)
- Kijang muncak (Muntiacus atherodes)
- Kelinci sumatera (Nesolagus netscheri)
- Kekah (Presbytis natunae)
- Kanguru pohon wakera (Dendrolagus inustus)
- Kanguru pohon nemena (Dendrolagus ursinus)
- Kanguru pohon ndomea (Dendrolagus dorianus)
- Kanguru pohon mbaiso (Dendrolagus mbaiso)
- Kanguru pohon hias (Dendrolagus goodfellowi)
- Kancil kecil (Tragulus kenchil)
- Kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis)
- Kalong talaud (Pteropus pumilus)
- Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae)
- Gajah asia (Elephas maximus)
- Dugong (Dugong dugon)
- Cukbo ekor merah (Iomyx horsfiledi)
- Codot talaud (Acerodon humulis)
- Codot gigi kecil (Neopteryx frosti)
- Bokol borneo (Lariscus hosei)
- Binturong (Arctictis binturong)
- Beruk mentawai (Macaca pagensis)
- Beruang madu (Helarctos malayanus)
- Berang-berang wregul (Lutrogale perspicillata)
- Berang-berang pantai (Lutra lutra)
- Berang-berang gunung (Lutra sumatrana)
- Bekantan (Nasalis larvatus)
- Banteng (Bos javanicus)
- Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
- Badak jawa (Rhinoceros sondaicus)
- Babirusa tualangio (Babyrousa babyrussa)
- Anoa gunung (Bubalus quarlesi)
- Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis)
- Anjing ajag (Cuon alpinus)
Lalu apa sanksi bagi mereka yang melanggar, dalam hal ini adalah menangkap, memelihara, atau memperjualbelikan satwa dilindungi akan berhadapan dengan hukum, seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990.
Pasal 40 UU Nomor 5 Tahun 1990 menjelaskan sebagai berikut:
Sebagaimana disebut di awal, persoalan ini salah satunya karena banyak dari kita yang belum tahu peraturan atau status hewan-hewan sebagaimana disebut di atas. Yang perlu dilakukan sekarang adalah sosialisasi yang lebih massif lagi.