TRIBUNTRENDS.COM - Di lantai dua SD Islam Al-Azhar 40 Kota Cilegon, sebuah loker kecil masih tertata rapi. Isinya tetap utuh dan tak tersentuh, seolah sang pemilik hanya pulang lebih awal dan akan kembali bersekolah keesokan hari.
Namun kini, loker itu menjadi pengingat sunyi atas kepergian A, bocah berusia 9 tahun yang meninggal secara tragis.
Kepergian A meninggalkan luka mendalam yang belum terobati.
Duka tak hanya dirasakan keluarga, tetapi juga para guru, teman-teman sekelas, hingga warga di lingkungan tempat ia tumbuh dan bermain. Sosok ceria yang biasa mengisi hari-hari sekolah itu kini tinggal kenangan.
A merupakan putra dari politisi PKS, Maman Suherman.
Ia ditemukan meninggal dunia di kediamannya di Kota Cilegon, Banten, pada Selasa (16/12/2025).
Baca juga: 4 Cara Versi Susno Duadji Ungkap Pembunuh Anak Politisi PKS Maman Suherman, Cek WA Saksi dan Korban
Peristiwa tersebut langsung mengundang perhatian publik dan menyisakan banyak pertanyaan.
Hasil awal pemeriksaan menunjukkan adanya belasan luka tusuk di tubuh korban, yang mengarah pada dugaan tindak kekerasan serius.
Temuan ini membuat kasus tersebut tak lagi sekadar peristiwa biasa.
Pada awalnya, kejadian ini sempat dikaitkan dengan dugaan perampokan.
Namun, seiring berjalannya penyelidikan, polisi tidak menemukan adanya barang berharga yang hilang dari rumah korban.
Fakta itu membuat arah penyelidikan berubah.
Kini, kasus tersebut mengerucut pada dugaan pembunuhan.
Aparat menduga A bukanlah target utama, sebuah kesimpulan yang semakin menambah kompleksitas dan keprihatinan atas tragedi yang merenggut nyawa bocah tak berdosa tersebut.
Loker Sekolah yang Masih Utuh
Dua hari setelah kejadian, jurnalis Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami, menyambangi sekolah tempat A menimba ilmu, Kamis (18/12/2025). Di sana, jejak keseharian A masih tertinggal.
Loker milik A masih tersimpan rapi. Di dalamnya terdapat Alquran, kartu bergambar karakter One Piece, mainan robot dinosaurus, serta buku pelajaran Fikih dan Aqidah Akhlak.
Tidak ada yang berubah, seolah waktu berhenti sejak A terakhir menutup pintu lokernya.
Keberadaan Alquran di loker tersebut menjadi gambaran awal tentang kebiasaan dan nilai religius yang melekat dalam keseharian A.
Pihak sekolah mengenang A sebagai murid yang meninggalkan kesan mendalam. Kepala SD Islam Al-Azhar 40 Cilegon, Ridwan Arifin, menyebut almarhum sebagai anak yang berperilaku baik dan ceria.
“Kesehariannya itu, alhamdulillah Ananda itu termasuk alim ya, perilakunya juga bagus, akhlaknya bagus, kemudian ceria, kemudian main bersama dengan teman-temannya,” ujar Ridwan.
Menurutnya, A juga aktif mengikuti berbagai kegiatan sekolah. Pramuka menjadi salah satu aktivitas favoritnya. Selain itu, A sempat menyampaikan keinginan untuk mengikuti les musik, meski belum sempat terwujud.
Kenangan serupa juga datang dari lingkungan tempat tinggal keluarga Maman Suherman. Gina (nama samaran), tetangga yang telah tinggal berdampingan selama tujuh tahun, mengenal keluarga tersebut sebagai sosok yang ramah dan bersahaja.
“Haji Maman sosok yang baik banget. Dia menyapa kalau lewat. Misalnya pas ketemu, walaupun di dalam mobil dia buka jendela, ‘Bu, permisi Bu’,” kata Gina kepada Tribunnews.com, Kamis (18/12/2025).
Menurut Gina, A juga dikenal sebagai anak yang sopan. Ia terbiasa menyapa orang yang lebih tua dengan senyum dan anggukan kepala.
Tak hanya itu, meski usianya masih belia, A sudah terbiasa salat Subuh berjamaah di masjid bersama sang ayah.
“Emang Pak Haji salat enggak pernah ketinggalan. Dia sama anaknya yang paling kecil itu sering jalan lewat sini, mau shalat subuh ke masjid,” ungkap Gina.
Hal tersebut dibenarkan Ketua RT setempat, Istianto (65), yang kerap melihat kebersamaan ayah dan anak itu.
“Pak Maman itu sama anaknya suka shalat subuh berjemaah di masjid,” kata Istianto.
“Anaknya itu di masjid, shalat subuh, shalat Jumat juga,” lanjutnya.
Baca juga: 5 Kejanggalan Pembunuhan Anak Politisi PKS, Maman Suherman Pecat 4 Orang, CCTV Mati, Keberadaan ART
Kasus ini turut mendapat perhatian pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri. Ia menduga MAHM (9) bukanlah target utama dari aksi pembunuhan tersebut.
“Boleh jadi orang yang menghabisi korban tidak sungguh-sungguh menjadikan korban sebagai target aksinya,” lanjutnya.
Menurut Reza, pelaku diduga mengincar pihak lain, kemungkinan orang tua korban. Namun, karena tidak dapat melancarkan aksinya, korban kemudian dijadikan sasaran pengganti.
“Namun karena tidak mungkin melakukan serangan secara frontal terhadap orang tua korban, maka korban dijadikan sebagai objek pengganti atau subtitusi,” jelasnya.
Reza menambahkan, dalam kasus kejahatan, motif dan perilaku pelaku tidak selalu berjalan lurus.
“Belum tentu orang yang menghabisi korban adalah orang yang sungguh-sungguh punya kepentingan bagi meninggalnya korban,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa anak-anak merupakan kelompok paling rentan menjadi korban kejahatan karena lemah secara fisik, psikis, dan sosial.
(TribunTrends/Bangkapos)