TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Kantor Staf Presiden (KSP), Timothy Ivan Triyono, memberikan penjelasan mengenai polemik bantuan asing untuk korban banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra.
Sikap pemerintah RI hingga saat ini masih belum membuka keran bantuan asing untuk penanganan bencana di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.
Timothy pun menegaskan ada ketentuan khusus bagi bantuan asing untuk korban bencana Sumatra yang bisa diterima, yakni hanya dari lembaga non-pemerintah atau non-government organization (NGO).
Menurutnya, Pemerintah RI tidak menerima bantuan asing dari pemerintah negara luar, sebagaimana yang sudah disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto bahwa Indonesia masih mampu menangani bencana Sumatra dengan kemampuan sendiri.
Sehingga, perlu diperhatikan lagi, jenis bantuan asing yang bisa diterima untuk disalurkan kepada korban bencana, apakah itu bantuan asing dari pemerintah negara luar atau dari NGO.
Hal tersebut disampaikan Timothy dalam program Sapa Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (22/12/2025).
"Tentu kita juga harus bedakan terlebih dahulu ya antara bantuan asing yang diberikan oleh pemerintah dalam arti G2G [government-to-government], dan juga bantuan asing yang diberikan oleh lembaga internasional," jelas Timothy.
"Nah, sebetulnya kalau untuk bantuan dari negara asing dalam arti pemerintahnya memang kan kebijakan dari Bapak Presiden, yang sudah berulang kali disampaikan oleh Pak Mensesneg, berulang kali disampaikan oleh Pak Menlu, bahwa Indonesia saat ini masih sanggup untuk menangani bencana sehingga kami belum menerima bantuan dari negara asing ya."
Timothy lantas menegaskan, bahwa jenis bantuan asing yang diterima adalah bantuan dari NGO, bukan dari pemerintah luar negeri.
Ia pun menyinggung polemik bantuan asing dari Uni Emirat Arab (UEA) berupa 30 ton beras yang sempat dikembalikan oleh Wali Kota Medan Rico Waas, tetapi akhirnya tetap disalurkan ke masyarakat penyintas melalui Muhammadiyah Center.
"Betul [hanya bantuan asing dari lembaga non-pemerintah yang diterima, red]," ucap Timothy.
Baca juga: Bencana Sumatra, Politisi PDIP dan PKS Kompak Nilai Bantuan Asing Bukan Berarti Pemerintah Tak Mampu
"Selama ini pemerintah belum menerima bantuan dari pemerintah negara sahabat begitu."
"Tapi, kalau lembaga internasional misalkan seperti yang terjadi di Medan, itu kan ternyata dari Red Crescent, Bulan Sabit Merah, semacam PMI-nya yang mana itu adalah non-government organization."
"Nah, itu sudah disalurkan dan tidak ada masalah meskipun sempat ada dinamika ya, tapi kan akhirnya bantuan beras itu sudah bisa diterima oleh Muhammadiyah dan sudah tersalurkan dengan baik kepada masyarakat terdampak bencana di sana."
3 Dasar Hukum, Penerimaan Bantuan Asing Ada Mekanisme yang Harus Dipenuhi
Selanjutnya, Timothy menjelaskan tiga dasar hukum terkait penerimaan bantuan asing, yakni:
Sehingga, Timothy menambahkan, penerimaan bantuan asing untuk korban banjir Sumatra harus melalui mekanisme dan proses yang tertuang dalam tiga aturan tersebut.
"Tetapi pada prinsipnya begini, persoalan penerimaan bantuan asing ini kan diatur oleh tiga aturan ya, tiga dasar hukum," ujar Timothy.
"Pertama adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lalu, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2008, dan Peraturan BNPB Nomor 6 Tahun 2018 yang mana di situ sudah dijelaskan dengan detail mekanismenya, lalu prosesnya begitu."
Timothy lantas menjelaskan bahwa penerimaan bantuan asing baru bisa dibuka saat pemerintah menetapkan status bencana nasional dan resmi membuka keran bantuan dari negara lain.
Kemudian, negara-negara sahabat harus mengajukan usulan bantuan, yang nantinya akan dikaji BNPB dan Kementerian Luar Negeri RI, apakah bantuan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.
Lalu, setelah diterima, bantuan diserahkan langsung ke posko nasional, baru selanjutnya disalurkan ke daerah.
"Pertama memang yang dipersyaratkan adalah harus ada pernyataan dari pemerintah pusat bahwa bencana itu adalah bencana nasional, dan juga harus ada pernyataan dari pemerintah bahwa pemerintah pusat itu membuka bantuan asing," tutur Timothy.
"Lalu, baru dari para negara sahabat ini mengajukan usulan, bantuannya apa."
"Lalu dari usulan itu dikaji, dinilai oleh BNPB dan juga Kemenlu. Lalu, baru diverifikasi apakah bantuan tersebut sesuai dengan apa yang kita butuhkan."
"Nantinya bantuan itu diserahkan langsung ke posko nasional dan lalu posko nasional yang mendistribusikan di posko penanganan bencana di tingkat daerah."
Pemerintah Kota (Pemkot) Medan, Provinsi Sumatra Utara dikabarkan telah mengembalikan bantuan dari Uni Emirat Arab (UEA).
Bantuan tersebut berupa 30 ton beras dan 300 paket bantuan yang berisi sembako, perlengkapan bayi, serta perlengkapan ibadah salat.
Bantuan itu sebenarnya sudah diserahkan langsung oleh Wakil Duta Besar UEA untuk Indonesia, Shaima Al Hebsi, di Posko Bantuan Bencana Kota Medan, Gedung PKK Medan, Sabtu (13/12/2025).
Namun, dalam pernyataan pada Kamis (18/12/2025), Wali Kota Medan Rico Waas memastikan bantuan tersebut dikembalikan ke UEA.
Menurut kabar, bantuan itu juga sudah disalurkan kepada masyarakat penyintas bencana, tetapi karena mendapat teguran dari Pemerintah Pusat dan Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, bantuan akhirnya dikembalikan ke UEA.
Tak lama setelahnya, Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri) Tito Karnavian memberikan keterangan mengenai pengembalian bantuan dari UEA tersebut dalam konferensi pers di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (19/12/2025).
Ia memastikan, bantuan tersebut bukan berasal dari pemerintah UEA, melainkan dari organisasi non-pemerintah (NGO) yang bernama Red Crescent.
Tito menerangkan, Red Crescent tersebut merupakan organisasi non-pemerintah yang mirip Palang Merah Indonesia (PMI) di UEA.
Mantan Kapolri itu menyebut, Wali Kota Medan Rico Waas mengira bantuan dari UEA ini berasal dari pemerintah negara itu, sehingga memutuskan untuk dikembalikan karena belum ada mekanisme resmi.
Lalu, Tito mengatakan bahwa bantuan beras dari UEA tersebut akhirnya diserahkan kepada Muhammadiyah Medical Center untuk disalurkan kepada warga terdampak bencana.
(Tribunnews.com/Rizki A.)