“Prevalensi stunting anak Indonesia memang menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, namun masih berada pada angka yang memerlukan intervensi berkelanjutan dan terintegrasi,”

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko mendorong akselerasi implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di madrasah dan pesantren.

Singgih dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyebut bahwa berbagai data menunjukkan bahwa masalah gizi masih menjadi tantangan serius nasional.

“Prevalensi stunting anak Indonesia memang menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, namun masih berada pada angka yang memerlukan intervensi berkelanjutan dan terintegrasi,” katanya.

Ia memandang pesantren sebagai ekosistem strategis pembinaan generasi bangsa. Menurut data Kementerian Agama RI 2025 terdapat lebih dari 42,391 pesantren dengan jumlah santri sekitar 4,3 juta santri di seluruh Indonesia.

Maka dari itu, lingkungan pesantren dengan karakteristik asrama dan pengelolaan konsumsi yang terpusat, merupakan lokus yang sangat tepat sekaligus strategis untuk implementasi program gizi berkelanjutan.

“Pesantren bukan hanya pusat pendidikan keagamaan, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan sumber daya manusia. Program MBG harus dirancang adaptif untuk pesantren, baik dari sisi menu, sistem distribusi, maupun pengelolaan dapur sehat berbasis pesantren,” ucapnya.

Untuk mendorong penguatan implementasi program MBG, khususnya di lingkungan madrasah dan pesantren, Singgih menyarankan sinergisitas dan integrasi data antara Kementerian Kesehatan, Badan Gizi Nasional (BGN) dengan Kementerian Agama dalam memetakan dan mengintegrasikan data penerima MBG secara lebih akurat.

“Data-data ini mencakup jumlah santri, kondisi dapur, kebutuhan gizi secara spesifik sehingga penyaluran MBG bisa lebih tepat sasaran,” ujarnya.

Legislator dari Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan agama, sosial, dan pemberdayaan masyarakat itu juga menyarankan perlunya model penyaluran MBG yang lebih adaptif di lingkungan sekolah madrasah dan pesantren dengan menyesuaikan kultur dan kapasitas pesantren.

“Selain paket kemasan, juga perlu dipertimbangkan model dapur pesantren dengan pendampingan ahli gizi, supply chain (rantai pasokan), bahan pangan lokal, serta edukasi gizi bagi pengelola dapur,” katanya.

Dengan kolaborasi semua pihak, menurutnya, program ini akan berkontribusi besar dalam mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan berakhlak mulia.

"Kami di Komisi VIII akan terus mengawal agar anggaran dan pelaksanaan MBG ini tepat sasaran. Semangatnya satu, yaitu tidak boleh ada anak atau santri yang tertinggal dalam mendapatkan akses gizi berkualitas," ucapnya.