Istana Jelaskan Mekanisme Penerimaan Bantuan Asing dalam Penanganan Bencana
December 22, 2025 02:03 PM

TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Kantor Staf Presiden (KSP) Timothy Ivan Triyono mengungkapkan mekanisme penerimaan bantuan dari negara lain dalam penanganan bencana.

Timothy menyebut, ada tiga dasar hukum terkait penerimaan bantuan asing.

"Pada prinsipnya begini, persoalan penerimaan bantuan asing ini kan diatur oleh tiga aturan ya, tiga dasar hukum," tutur Timothy dalam acara Sapa Indonesia Pagi yang tayang di Kompas TV, Senin (22/12/2025).

Ketiganya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana, serta Peraturan BNPB Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penerimaan Bantuan Internasional dalam Keadaan Darurat Bencana.

Penerimaan bantuan asing untuk korban banjir Sumatra mesti melewati mekanisme dan proses yang terdapat dalam tiga aturan itu.

Timothy menyebut, pertama yang dipersyaratkan adalah harus ada pernyataan dari pemerintah pusat bahwa statusnya adalah bencana nasional. 

Selain itu, pemerintah juga harus menyatakan bahwa menerima bantuan dari asing.

"Lalu baru dari para negara sahabat ini mengajukan usulan bantuannya apa," ucap Timothy.

Usulan tersebut kemudian dikaji oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

"Lalu baru diverifikasi apakah bantuan tersebut sesuai dengan apa yang kita butuhkan," terangnya.

Nantinya, bantuan tersebut diserahkan ke posko nasional yang lantas didistribusikan ke posko daerah.

Baca juga: Banjir Bandang Sumatra, Kata Istana Soal Polemik Bantuan Asing: Kalau dari NGO, Tidak Masalah

"Bantuan itu memang diserahkan langsung ke posko nasional dan lalu posko nasional yang mendistribusikan di posco penanganan bencana di tingkat daerah," tuturnya.

Namun, Timothy menyatakan bahwa sampai saat ini Indonesia belum menerima bantuan dari pemerintah negara lain.

Namun, bantuan dari lembaga internasional seperti dari Uni Emirat Arab (UEA) berupa 30 ton beras yang sempat dikembalikan oleh Wali Kota Medan Rico Waas, tetap disalurkan kepada masyarakat terdampak bencana melalui Muhammadiyah Center.

Pasalnya, bantuan itu berasal dari lembaga Non-Governmental Organization (NGO) atau Organisasi Non-Pemerintah.

"Selama ini pemerintah belum menerima bantuan dari pemerintah negara sahabat begitu. Tapi kalau lembaga internasional misalkan seperti yang terjadi di Medan itu kan itu ternyata dari Red Crescent atau Bulan Sabit Merah atau semacam PMI-nya yang mana itu adalah Non-Governmental Organization."

"Nah, itu sudah disalurkan dan tidak ada masalah meskipun sempat ada dinamika, tapi kan akhirnya bantuan beras itu sudah bisa diterima oleh Muhammadiyah dan sudah tersalurkan dengan baik kepada masyarakat terdampak bencana di sana," terangnya.

Perbedaan Bantuan Asing

Timothy menjelaskan, harus dibedakan antara bantuan asing yang diberikan pemerintah atau government to government (G2G) dan bantuan asing yang diberikan oleh lembaga internasional.

Terkait bantuan asing dari pemerintah lain, Timothy kembali menegaskan kebijakan dari Presiden Prabowo Subianto, yaitu masih belum menerima karena Indonesia mampu mengatasinya sendiri.

"Sebetulnya kalau untuk bantuan dari negara asing dalam arti pemerintahnya memang kan kebijakan dari Bapak Presiden yang sudah berulang kali disampaikan oleh Pak Mensesneg, berulang kali disampaikan oleh Pak Menlu bahwa Indonesia saat ini masih sanggup untuk menangani bencana sehingga kami belum menerima bantuan dari negara asing," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mengaku ditelepon kepala negara lain yang ingin memberikan bantuan untuk menangani bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Awalnya, Prabowo mengapresiasi inisiatif para menteri, Panglima TNI, hingga Kapolri dalam menangani bencana yang menewaskan ribuan orang ini.

"Sehingga saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara lain ingin kirim bantuan, saya bilang, 'Terima kasih concern (perhatian) Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini'," ujar Prabowo saat memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Lebih lanjut, Prabowo mengatakan, ada pihak yang mendesak agar peristiwa banjir dan longsor di Sumatra ditetapkan statusnya sebagai bencana nasional.

Namun, Kepala Negara menegaskan bahwa kondisi di lokasi dapat diatasi oleh pemerintah.

"Ada yang teriak-teriak ingin ini dinyatakan bencana nasional. Kita sudah kerahkan, 3 provinsi dari 38 provinsi, jadi situasi terkendali," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Deni)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.