Sopir Menjerit, Solar Seberharga Emas di Sulawesi Tengah
December 22, 2025 02:29 PM

TRIBUNPALU.COM, PALU - Video sopir truk menjadi korban penganiayaan di SPBU Jl Pulau Batam, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, beredar di media sosial dan Viral.

Video itu dibagikan beberapa akun media sosial di Facebook, termasuk akun Zulkifli Abd Rasyid Bohari.

Video berdurasi 59 detik diunggah akun tersebut ditonton 2,8 juta kali, Senin (22/12/2025).

Wajah pria dalam video itu tampak berlumuran darah.

Sang sopir menggunakan akun Mansah Cammo mengunggah video tersebut.

Lewat videonya itu, Mansah Commo mengaku dikeroyok sekelompok orang setelah dirinya ditolak untuk pengisian BBM Solar subsidi senilai Rp 200 ribu.

Baca juga: Pertamina Gelar Donor Darah Serentak di 21 SPBU, Siapkan Stok untuk Korban Bencana Sumatra

Padahal, pengisi jeriken di SPBU tersebut tengah ramai.

“Saya minta tolong isi Rp 200 ribu tapi ditolak, tapi yang pakai jerigen boleh. Saya bilang ini barang dinas kesehatan, biar berapa saja dulu diisi, malah saya dikeroyok,” ujar Mansah.

Menurut mansah, pria yang mengeroyoknya adalah pengisi jeriken dan petugas SPBU.

Video itupun menuai reaksi netizen.

Hanya saja, manajemen di SPBU di lokasi kejadian belum memberikan tanggapan terkait peristiwa tersebut.

Peristiwa dialami Mansah Commo merupakan satu dari beberapa insiden yang terjadi di SPBU yang ada di Sulawesi Tengah.

Persoalan itu dipicu beberapa faktor, termasuk maraknya pelangsir dan preman yang menjadi keuntungan di SPBU.

Pelangsir dan Premanisme

Antrean jeriken untuk mengisi BBM di SPBU Desa Cemerlang, Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu.
Antrean jeriken untuk mengisi BBM di SPBU Desa Cemerlang, Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu. (handover)

Fenomena antrean truk mengular hingga ke jalan di sejumlah SPBU Sulawesi Tengah bukanlah hal baru.

Hampir di seluruh wilayah strategis, terutama Kota Palu, Kabupaten Banggai, dan perlintasan Trans Sulawesi, antrean truk mengular di SPBU.

Meskipun Pertamina menyatakan stok aman, antrean truk masih sering terlihat di berbagai SPBU di Kota Palu dan kabupaten sekitarnya.

Sopir truk harus mengantre berjam-jam bahkan menginap hingga mempersempit ruas jalan.

Kondisi itu sangat mengganggu rantai logistik dan distribusi barang pokok di Sulawesi Tengah, bahkan Pulau Sulawesi.

Penerapan QR Code turut membuat proses pengisian kendaraan menjadi lebih lama, meski tujuannya mencekal pelangsir atau industri menggunakan Solar subsidi.

Sejatinya, persoalan itu mendapat perhatian dari pemerintah provinsi dan kota dengan penerbitan kebijakan.

Baca juga: Pemkot Gelar Rapat Bersama Pertamina dan Pihak SPBU, Bahas Kelangkaan dan Antrean BBM

Kebijakan itu berupa aturan truk hanya boleh mengantre pada sore hingga malamhari di SPBU pinggir kota untuk mengurai kemacetan.

Kepolisian dilibatkan dengan bersiaga di SPBU untuk menindak tegas pelangsir atau penimbun BBM bersubsidi secara ilegal.

Sopir truk juga harus memperlihatkan STNK asli untuk pengisian di SPBU.

Hanya saja, warga di pinggiran kota melihat persoalan antrean itu sebagai peluang bisnis.

Sekelompok pria menjualbelikan antrean di SPBU dengan harga bervariatif Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.

Pembayaran itu untuk mendapat antrean lebih cepat.

Petugas di SPBU dan aparat pun menganggap lumrah praktik tersebut. 

Praktik itu tidak hanya berlaku di kota saja.

Beberapa SPBU di Sulawesi Tengah juga dijaga "Petugas Sipil" yang mematok tarif.

Bahkan, petugas sipil itu juga mematok tarif untuk antrean jeriken.

Tak ayal, antrean truk bersaing dengan jerikan di SPBU.

Solar Seberharga Emas

Jajaran Polres Poso saat melakukan pengecekan SPBU.
Jajaran Polres Poso saat melakukan pengecekan SPBU beberapa waktu lalu.(Handover)

Bagi sopir truk, Solar subsidi di Sulawesi Tengah sama berharganya dengan emas.

Sebagian sopir atau pemilik armada rela mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapat Solar, meski bukan dari SPBU sekalipun.

Hal itu dilakukan karena desakan waktu dari pemilk barang dan juga bisa lekas sampai ke tujuan.

Kepada TribunPalu.com, sejumlah sopir truk yang mengantre di SPBU Kota Palu menyebutkan, Solar itu bisa didapatkan dari sesama sopir atau Pelangsir.

"Biasanya ada sopir yang punya cadangan. Itu kami rela beli sampai Rp 350 ribu untuk jeriken 30 atau 35 liter. Itu kalau mereka mau bantu," kata sopir itu.

Harga yang sama juga ditetapkan pelangsir, bahkan bisa tembus Rp 13 ribu per liter.

Persoalan Solar subsidi di Sulawesi Tengah merupakan masalah klasik namun sangat kompleks.

Kompleksitas pengisian BBM Solar subsidi di Sulawesi Tengah bukan sekadar masalah stok, melainkan aspek geografis, regulasi, hingga praktik ilegal yang sudah mengakar.

Letak geografis Sulawesi Tengah yang berada di tengah Pulau Sulawesi menjadi satu faktor maraknya antrean dan tingginya kebutuhan Solar.

Armada ekspedisi logistik maupun penumpang tujuan Gorontalo dan Sulawesi Utara, maupun arah Banggai harus melintasi Sulawesi Tengah, begitu pula sebaliknya.

Jarak antar SPBU cukup jauh juga memaksa sopir truk untuk mengisi full atau membawa cadangan karena khawatir kehabisan bahan bakar di jalan.

Baca juga: MBG Dipastikan Tetap Jalan Selama Libur Sekolah, Ini Pola Distribusinya dari BGN

Penggunaan Solar subsidi untuk industri juga menjadi peluang bisnis bagi pelangsir dan kebocoran negara.

Selisih harga Solar subsidi dengan industri lebih dari Rp10.000 per liter menjadi insentif yang diincar pelangsir.

Segala cara dipakai pelangsir untuk mendapatkan Solar subsidi.

Termasuk pengisian BBM berulang kali hingga penggunaan mobil bertangki modifikasi.

Pelangsir biasanya menggunakan banyak barcode MyPertamina untuk mengecoh sistim.

SPBU yang menerapkan pembatasan bakal mendapat intimidasi dari warga atau suruhan pelangsir.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.