Dikabarkan, tiga orang meninggal dunia dalam peristiwa tragis di pengujung tahun 2025 ini.
Menurut informasi yang diperoleh Tribunmanado.co.id, ketiga korban meninggal diketahui bernama Safrudin Makalalag warga Borgo Satu, Mawandi Lakamunte, warga Basaan Satu, dan Fathan Kalipe warga Belang.
Sementara satu korban luka, yakni Anisa Mamonto (57), warga Belang, Kabupaten Mitra, kini dirawat intensif di Rumah Sakit RS Prof Kandou, Manado hingga Minggu (21/12/2025) kemarin.
Insiden penembakan ini diduga dipicu karena konflik batas lahan PETI.
Konflik batas lahan ini melibatkan dua cukong, yakni SM dan pengusaha tambang ilegal lainnya.
"Bentrokan dipicu sengketa batas lokasi tambang yang diklaim milik SM dan seorang penambang ilegal lain," ujar sumber berinisial DL kepada tim TribunManado.co.id, Minggu 21 Desember 2024.
DL menuturkan, konflik batas lahan ini sudah terjadi sejak beberapa hari sebelumnya.
"Memang sudah beberapa hari ini terjadi gesekan ini," ungkapnya.
"Mereka juga sudah saling sindir di facebook," tutur dia.
Kasat Reskrim Polres Mitea AKP Lutfi Arinugraha Pratama mengatakan, pengejaran terhadap pelaku masih dilakukan.
"Pelakunya masih kita kejar," kata dia
Polda Sulut dan Polres Mitra juga telah melakukan penertiban aktivitas PETI di Kebun Raya Ratatotok.
Meski sudah dilakukan penertiban, aktivitas PETI masih terus berlangsung secara diam-diam.
Bahkan, alat berat yang sempat diturunkan kembali dinaikkan ke Kebun Raya Ratatotok Mitra.
Aktivitas pertambangan ilegal di Ratatotok memang sudah tak terbendung.
Kecamatan yang jaraknya sekitar 96 kilometer dari kota Manado sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Ratatotok memang dikenal dengan daerah penghasil emas di Sulut.
Berkisar 60 persen warga di Kabupaten Mitra bekerja sebagai penambang di tambang Ratatotok. (TribunManado.co.id/Nie)
Baca juga: Kasus Pertambangan Ratatotok Mitra, Akademisi: PETI Jadi Sumber Konflik, Harus Ditertibkan Serius