TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sriwijaya FC kini terancam Pailit dan berpotensi hilang dari peta sepakbola nasional.
Hal tersebut karena Sriwijaya FC tengah menunggu menunggu hasil sidan di Pengadilan Negeri Niaga Palembang terhadap permohonan PKPU (pernyataan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang) yang diajukan Hotel Majestic Palembang.
Jika permohonan dikabulkan, Sriwijaya FC akan kehilangan kendali penuh atas aset dan manajemen.
Semua kekayaan klub akan diambil alih kurator, sementara manajemen lama tidak lagi berwenang menjalankan operasional.
Proses hukum kepailitan bisa berujung pada likuidasi, membubarkan klub yang pernah berjaya di Liga Indonesia.
Kuasa hukum Sriwijaya FC, Berman Limbong, menegaskan bahwa laga kontra PSMS Medan pada 27 Desember mendatang hampir pasti batal jika putusan PKPU jatuh hari ini.
“Kalau dikabulkan, jangan berharap lagi ada pertandingan. Saya pastikan tanggal 27 tidak akan ada laga,” ujarnya dikutip dari Sripoku.com
PSSI pun diprediksi akan menjatuhkan sanksi berat jika Sriwijaya FC gagal bertanding, mulai dari denda miliaran rupiah hingga pencoretan dari kompetisi.
Meski demikian, Berman Limbong berharap majelis hakim mempertimbangkan dampak moril dan materiil bagi banyak pihak sebelum menjatuhkan putusan.
“Majelis pasti melihat banyak hal. Kalau kemampuan membayar tidak ada, ngapain di-PKPU-in. Aset Sriwijaya FC itu kebanggaan dan semangat, bukan materi,” tegasnya.
Hari ini bisa menjadi titik balik sejarah Sriwijaya FC.
Apakah klub berjuluk Laskar Wong Kito akan bangkit dengan restrukturisasi, atau justru resmi tinggal kenangan?
Semua mata tertuju pada ruang sidang Pengadilan Negeri Niaga Palembang, tempat nasib Sriwijaya FC diputuskan.
Berikut ini prediksi 3 dampak yang bakal dialami Sriwijaya FC pasca jika majelis Pengadilan Negeri Niaga mengabulkan permohonan PKPU (pernyataan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang) yang diajukan pihak Hotel Majestic Palembang, Sumatera Selatan, Senin (22/12/2025) hari ini.
1. Pengambilalihan aset dan manajemen: Sriwijaya FC secara hukum akan kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus seluruh kekayaannya. Seluruh aset klub akan disita dan dikelola oleh seorang Kurator yang ditunjuk oleh pengadilan.
2. Hilang kendali operasional: manajemen Sriwijaya FC saat ini tidak lagi berwenang menjalankan operasional klub, termasuk urusan sepak bola sehari-hari, karena semua keputusan finansial dan aset berada di tangan kurator.
3. Potensi pembubaran (Likuidasi): Tujuan utama kepailitan adalah membereskan harta pailit untuk menjamin pelunasan utang secara tertib. Jika aset klub tidak cukup untuk membayar semua kreditur (termasuk pemain yang menuntut), klub Sriwijaya FC bisa dibubarkan atau dilikuidasi.
Peran pihak yang menuntut: Pihak yang menuntut (kreditur, seperti pemain) akan mengurus piutang mereka melalui proses kepailitan di bawah pengawasan kurator. Mereka tidak bisa serta-merta menjalankan klub atau memaksanya untuk terus ikut liga, karena fokusnya adalah pembagian aset yang tersisa.
Singkatnya, jika dipailitkan, Sriwijaya FC kemungkinan besar tidak akan bisa melanjutkan kompetisi di liga dan berpotensi hilang sebagai entitas klub sepak bola profesional. Proses hukum kepailitan akan mengambil alih, dan nasib klub akan ditentukan oleh penyelesaian utang-piutang tersebut.
Secara praktis, keikutsertaan di liga akan terhenti atau sangat terancam. Klub yang berada di bawah manajemen kurator biasanya tidak dapat memenuhi kewajiban operasional dan finansial untuk mengikuti kompetisi profesional yang ketat, yang mensyaratkan stabilitas keuangan dan profesionalisme manajemen.
Sanksi PSSI: Jika Sriwijaya FC gagal bertanding atau mengundurkan diri dari liga akibat masalah ini, PSSI akan menjatuhkan sanksi berat, yang bisa berupa denda finansial (sekitar Rp 3 miliar) dan kemungkinan diskualifikasi atau pencoretan dari kompetisi.
Peran pihak yang menuntut: Pihak yang menuntut (kreditur, seperti pemain) akan mengurus piutang mereka melalui proses kepailitan di bawah pengawasan kurator. Mereka tidak bisa serta-merta menjalankan klub atau memaksanya untuk terus ikut.
Dampak prediksi yang bakal dialami tim Elang Andalas ini beredar di kalangan fans, suporter Sriwijaya FC sejak kemarin yang mengkhawatirkan nasib tim kebanggaan Wong Kito yang telah ada 21 tahun ini bakal tinggal kenangan nantinya.
Sementara Kuasa Hukum Sriwijaya FC, Berman Limbong SH MH mengaku tak mau berspekulasi terlalu dini terkait putusan yang akan dijatuhkan majelis Pengadilan Negeri Niaga atas permohonan PKPU (pernyataan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang) yang diajukan pihak Hotel Majestic Palembang, Sumatera Selatan, Senin (22/12/2025) hari ini.
"Saya tidak mau mendahului majelis hakim. Itu murni urusan majelis," kata Berman Limbong ketika ditanya Sripoku.com terkait kemungkinan dikabulkannya gugatan untuk mempailidkan Sriwijaya FC.
Berman Limbong yang juga Direktur Kompetisi PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) selaku manajemen pengelola Sriwijaya FC meyakini, majelis hakim dalam mengambil keputusan mempunyai pertimbangan yang pastinya telah melihat banyak hal.
"Tadi saya bilang bahwa majelis hakim juga pasti akan memperhatikan aspek kerugian materiil maupun moril dari banyak orang," kata Berman Limbong.
Berman Limbong menyebut dirinya bersama tim kuasa hukum Sriwijaya FC lainnya yang konsen mengurusi perkara ini bukannya berleha-leha, bukannya mendapatkan benefit secara materiil.
"Malah kita berdarah-darah. Tahulah bagaimana tim kami dari Digi saling bahu membahu untuk itu. Tapi lagi-lagi seperti yang saya bilang, orang maju ke pengadilan itu hak orang. Gak bisa juga kita larang-larang," ujarnya.
Berman Limbong mengatakan dirinya tidak mau memberikan advice kepada rekan-rekan bisnisnya untuk nyemplung sumur lebih dalam lagi jika pengadilan menjatuhkan vonis mengabulkan permohonan gugatan ini.
"Lu rugi, gua juga rugi. Selesai sudah. Lu tagih aja ke manajemen Sriwijaya FC yang dulu. Ini kan bicara PT, kagak ada tanggung jawab pribadi di situ. Tanggung jawabnya badan hukum. Tanggung jawab PT-nya. PT-nya gak punya apa-apa, ya zonk," ujar Berman Limbong.
Baca juga: Telat Latihan, Sriwijaya FC Juga Krisis Pemain Jelang Melawan PSMS Medan, Ada 7 Pemain Pamit
Baca juga: Hingga Kini Tim Sriwijaya FC Belum Kembali Latihan, Pemain Masih Menunggu Kepastian Manajemen
Berman Limbong menjelaskan pengadilan niaga menunda putusan atas permohonan PKPU (pernyataan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang) yang diajukan pihak Hotel Majestic Palembang, yang sempat dijadwalkan pada Kamis (18/12/2025) kemarin.
"Masih berjalan. Kayaknya (putusan) ditunda. Biasalah majelis hakim yang diurus bukan hanya itu. Lalu mereka kalau mau bikin PKPU musyawarah biar teliti banget. Karena menyangkut nasib banyak orang. Permohonan PKPU ini dan kepailidan itu biasanya orang memperhatikan," kata Berman Limbong.
Dijelaskan Limbong, yang pertama yang diperhatikan adalah kemampuan membayar. Menurutnya, kalau kemampuan tidak bisa membayar, ngapain di-PKPU-in.
Kedua, karena dipailidkan harus dilihat ada asetnya gak. Kalau tidak, berarti like or dislike. Pihak Hotel Majestic tahu, teman-teman penasehat hukumnya pun tahu kalau Sriwijaya FC itu asetnya itu hanya kebanggaan dan semangat.
"Ya sudah, kalau dia sudah masuk ranah PKPU, ya tinggal kenangan aja Sriwijaya FC. Kekecewaan para suporter, kita sangat kecewa sekali dengan kondisi itu. Putusan sidang ini Senin (22/12/2025)," terangnya.
Sementara itu, pihak manajemen Hotel Majestic Palembang yang dikonfirmasi enggan membeberkan nominal utang Sriwijaya FC ke mereka.
Manajemen Hotel Majestic Palembang pun tak menampik kabar viral pemain Sriwijaya FC musim lalu sempat tak diberikan sarapan pagi.
Suyanto, Manajer Hotel Majestic, menjelaskan bahwa hotel tidak bisa menyediakan sarapan karena kekurangan dana.
Menurutnya, sejak para pemain Sriwijaya FC menginap di hotel tersebut pada Juli 2024, mereka tidak membayar uang muka (DP) terlebih dahulu, namun hotel tetap menerima mereka karena telah menjalin kerja sama lama dengan PT SOM, manajemen klub Sriwijaya FC.
Namun, situasi keuangan hotel semakin memburuk. Suyanto menyebutkan bahwa hotel harus menanggung biaya konsumsi para pemain, yang hingga saat ini belum dibayar oleh manajemen Sriwijaya FC.
Ia juga mengungkapkan bahwa hotel memiliki sejumlah utang kepada pemasok, serta kewajiban lainnya, seperti pembayaran pajak dan gaji karyawan.
Kami belum dibayar oleh manajemen, sementara kami punya kewajiban lain yang harus dipenuhi," ungkap Suyanto.
Meski demikian, ia mengungkapkan rasa kecewa karena merasa sudah berusaha keras membantu.
"Saya sudah mencoba mencari uang agar para pemain bisa makan, apalagi menjelang pertandingan. Tapi saat ini saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi," katanya dengan nada sedih.
Suyanto juga mengatakan bahwa sejak bulan Juli hingga Desember 2024, baik hotel maupun pemain sudah terpaksa harus bersabar menghadapi situasi ini.
"Kami sudah berusaha menutupi kekurangan ini selama lima bulan terakhir, tetapi sekarang kami benar-benar tidak bisa lagi," tambahnya.
Hotel Majestic sendiri memastikan bahwa jika tidak ada sarapan atau makan untuk pemain, pihak hotel akan segera mengonfirmasi hal ini kepada manajemen Sriwijaya FC.
Pihak hotel juga menyampaikan permohonan maaf kepada para pemain, pelatih, dan staf yang terdampak.
"Kami mohon maaf kepada semua pihak, ini bukan karena kami sengaja. Kami juga kasihan dengan para pemain, pelatih, dan official yang sudah sangat kesulitan," ujar Suyanto. (Sripoku.com/ Abdul Hafiz)
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com