TRIBUNJATIM.COM - Tak ikhlas uangnya habis untuk mantan kekasihnya selama pacaran, pria dari China menagih dan memperkarakannya di pengadilan.
Pria tersebut menjadi sorotan publik setelah menggugat tunangannya karena merasa telah menghabiskan terlalu banyak uang.
Tindakan pria ini lantas menjadi sorotan apalagi selama masa pacaran ia mengatakan bahwa tunangannya itu “makan terlalu banyak”.
Gugatan tersebut juga mencakup permintaan pengembalian uang mahar, yang kemudian disidangkan dan dilaporkan pada Selasa (9/12/2025), seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Senin (22/12/2025).
Warganet pun ramai-ramai mengecam tindakan pria tersebut yang dinilai terlalu perhitungan dalam hubungan asmara.
Menurut laporan media China, Zonglan News, pria bermarga He menggugat tunangannya, bermarga Wang, untuk mengembalikan uang mahar awal sebesar 20.000 yuan (sekitar Rp 47 juta) yang telah diberikan keluarganya kepada keluarga Wang.
Selain itu, He juga menuntut pengembalian 30.000 yuan (sekitar Rp 71 juta) yang ia klaim telah dihabiskan untuk Wang selama mereka berpacaran.
Biaya tersebut, menurut He, termasuk pembelian barang-barang pribadi seperti stoking hitam dan pakaian dalam.
Baca juga: Polisi Cium Pengakuan Janggal Hamiduddin soal Dibegal, Ternyata Uang Mertua Rp 23 Juta Ditilap
He dan Wang berasal dari desa yang sama di Provinsi Heilongjiang, China timur laut.
Keduanya berkenalan melalui perantara mak comblang dan kemudian bertunangan.
Konflik muncul saat mengelola usaha kuliner
Setelah bertunangan, pasangan ini pindah ke Provinsi Hebei dan mengelola restoran malatang milik keluarga He.
Malatang merupakan makanan kaki lima populer di China yang berisi campuran daging, sayuran, dan mi dalam kuah pedas yang khas.
Wang membantu menjalankan restoran tersebut selama enam bulan. Namun, He mengaku mulai tidak puas karena menilai Wang hanya mengerjakan pekerjaan ringan.
“Dia makan malatang kami setiap hari. Apa yang kami jual tidak cukup untuk dia makan,” kata He kepada Heilongjiang TV.
Ia menambahkan bahwa keluarganya menjadi tidak senang dengan Wang karena merasa sikap perempuan itu telah berubah.
Di persidangan, Wang membantah tuduhan tersebut dan menilai tunangannya terlalu perhitungan.
“Dia terlalu perhitungan. Saya ini pacarnya,” ujar Wang.
Ia juga mempertanyakan balik tuntutan He di hadapan hakim.
“Kamu tidak menikmati stoking dan pakaian dalam yang kamu belikan untuk saya?” katanya.
Pengadilan akhirnya menolak permintaan He agar Wang mengembalikan 30.000 yuan biaya pacaran.
Menurut Hakim semua itu karena uang tersebut digunakan untuk barang-barang pribadi yang memiliki nilai emosional bagi kedua belah pihak.
Namun, terkait mahar 20.000 yuan, pengadilan memutuskan Wang hanya perlu mengembalikan setengahnya.
Kedua belah pihak menyatakan menerima dan puas dengan putusan tersebut.
Di Indonesia, hukum mengenai pembatalan pertunangan tidak diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), ditelusuri dari Hukum Online.
Hal itu dikarenakan pertunangan pada dasarnya bukanlah ikatan hukum yang mengikat seperti pernikahan.
Pertunangan lebih dianggap sebagai janji antara dua pihak yang berencana untuk menikah di masa depan.
Oleh karena itu, secara teknis, pembatalan pertunangan dapat dilakukan oleh salah satu pihak tanpa harus melalui proses hukum formal.
Namun, jika pembatalan dilakukan secara sepihak dan tanpa alasan yang jelas, hal ini bisa menimbulkan masalah, baik dari sisi emosional maupun finansial.
Hal tersebut seperti pengembalian hadiah atau barang yang telah diberikan selama proses pertunangan.
Jika ada kesepakatan yang jelas mengenai barang-barang tersebut, maka harus diselesaikan sesuai dengan kesepakatan bersama.
Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, jika ada kerugian atau perselisihan yang timbul akibat pembatalan pertunangan, pihak yang merasa dirugikan bisa membawa masalah tersebut ke jalur hukum melalui gugatan perdata.
Selain itu, dalam konteks agama, pembatalan pertunangan juga dapat dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di masing-masing agama.
Seperti dalam hukum Islam, meskipun tidak ada larangan eksplisit terkait pembatalan pertunangan, ada etika yang perlu diperhatikan, seperti pentingnya komunikasi yang baik antara kedua keluarga agar tidak menimbulkan kerugian atau rasa malu.
Pembatalan pertunangan juga seringkali berdampak pada hubungan sosial dan keluarga, karena bisa menimbulkan perasaan terluka atau kekecewaan antara pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, meskipun tidak ada prosedur hukum yang mengikat, sangat penting bagi kedua belah pihak untuk melakukan pembatalan pertunangan dengan cara yang bijaksana.