TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah meningkatnya tekanan global terhadap praktik bisnis berkelanjutan, sektor perbankan memegang peran penting sebagai motor penggerak transformasi industri.
Permata Bank menjadi salah satu lembaga keuangan yang menempatkan isu keberlanjutan sebagai bagian penting dari strategi jangka panjangnya.
Baca juga: Pengalaman Berkunjung Makin Lengkap, Industri Pendukung Ramaikan Permata Bank GJAW 2025
Dalam beberapa tahun ke depan, perusahaan berkomitmen untuk mengarahkan pembiayaan ke sektor-sektor yang dinilai lebih bertanggung jawab, sekaligus mendorong industri dengan emisi tinggi agar mulai melakukan transisi.
Senior Vice President Risk Division Permata Bank Harfelia Desti menjelaskan, dari sisi perbankan, setiap kebijakan pembiayaan selalu berlandaskan pada risk tolerance dan risk appetite yang telah ditetapkan.
"Memang kalau dari sisi risk appetite, kami ingin agar pembiayaan kita lebih berfokus ke industri yang berkelanjutan yang baik. Tapi terkait dengan pengajuannya, tiap bank biasanya memberikan strategi yang berbeda-beda," tutur Desti dalam diskusi di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).
Desti menyebut, terdapat sejumlah aktivitas yang secara tegas tidak dapat dibiayai oleh perbankan, contohnya penggundulan hutan.
Baca juga: Akhir Pekan Seru bersama Keluarga di Permata Bank GJAW 2025
"Yang sudah pasti, untuk kegiatan yang memang dilarang kita punya risknya. Contohnya terkait dengan defrostasi, terkait dengan perjudian, hal-hal illegal itu sudah pasti dilarang," jelas Desti.
Sementara untuk sektor industri lainnya, Permata Bank melakukan peninjauan secara berkala sesuai dengan perkembangan kebijakan dan risiko.
Menurutnya, proses transisi menuju keberlanjutan kerap memunculkan banyak pertanyaan dari nasabah. Ketika bank mulai mendorong penurunan emisi, tidak sedikit pelaku usaha yang mempertanyakan alasan di balik kebijakan tersebut.
Biasanya perusahaan memberikan literasi dan pentingnya edukasi agar nasabah memahami urgensi penurunan emisi dan dampaknya terhadap keberlangsungan usaha jangka panjang.
Untuk memastikan implementasi keberlanjutan berjalan konsisten, Permata Bank membentuk sustainability committee yang anggotanya berasal dari jajaran direksi.
Baca juga: Permata Bank GJAW 2025 Resmi Dibuka, Tampilkan Ragam Inovasi dari Lebih dari 80 Merk Otomotif
"Jadi ada direktur bisnis, direktur risk, compliance dan juga kami dari sustainability terlibat di situ. Secara kuartalan kita akan mengevaluasi. Sebenarnya target-target kita sesuai dengan RAKB ini bisa dijalankan atau enggak. Lalu jika ada challenge, apa strategi ke depannya," jelasnya.
Di sisi lain, Desti mengakui bahwa sektor-sektor dengan emisi tinggi seperti pertambangan dan perkebunan kelapa sawit masih menjadi bagian dari portofolio industri perbankan.
Namun demikian, bank terus memperketat kriteria underwriting agar risiko dapat dikelola dengan lebih baik. Dalam praktiknya, Permata Bank menerapkan metodologi due diligence yang komprehensif sebelum menyalurkan kredit.
Nasabah akan diminta menunjukkan rencana transisi, kepemilikan sertifikasi, hingga kelengkapan dokumen lingkungan seperti AMDAL, PROPER dan UKL-UPL.
"Adalah hal yang sangat sulit ketika kita bilang kita bisa hilangkan portfolio tersebut. Tapi on top of that, kita juga review sesuai dengan POJK juga," ucap Desti.
Pendekatan ini membuat bank tidak serta-merta menutup pembiayaan bagi industri beremisi tinggi, melainkan mendorong mereka untuk berubah.
Melalui proses due diligence berkelanjutan, bank akan menetapkan target waktu dan kondisi yang harus dipenuhi nasabah agar transformasi menuju praktik yang lebih ramah lingkungan dapat tercapai.
"Jadi bisa jadi kita bilang mau akuisisi, enggak. Tapi lebih ke maintain, tapi terus dorong dia bertransisi," terangnya.