Bupati Aulia Rahman Basri Dijadwalkan Besok Umumkan UMK dan UMSK Kukar 2026 
December 22, 2025 09:57 PM

TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2026 telah mencapai kesepakatan final dalam sidang pleno Dewan Pengupahan Kabupaten. 

Hasil tersebut tinggal menunggu pengumuman resmi yang dijadwalkan akan disampaikan langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kukar, Suharningsih, mengatakan seluruh tahapan pembahasan UMK dan UMSK telah rampung dan disepakati bersama oleh seluruh unsur yang tergabung dalam Dewan Pengupahan, yakni pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

Baca juga: Penurunan Jalan di Km 28 Batuah Kukar Akan Ditangani Permanen BBPJN Kaltim Tahun 2026 

“UMK dan UMSK Kukar 2026 sudah final. Saat ini tinggal menunggu pengumuman resmi oleh Bupati Kutai Kartanegara,” ujar Suharningsih usai rapat Dewan Pengupahan, Senin (22/12/2025).

Dalam penetapan tahun ini, jumlah sektor Upah Minimum Sektoral Kabupaten mengalami peningkatan signifikan. Jika pada tahun sebelumnya hanya mencakup empat sektor, pada tahun 2026 bertambah menjadi delapan sektor. 

Delapan sektor tersebut meliputi:

  1. Perkebunan kelapa sawit,
  2. Pertambangan batu bara,
  3. Gas alam,
  4. Minyak bumi,
  5. Jasa penunjang migas,
  6. Industri kapal dan perahu,
  7. Pemanenan kayu, serta
  8. Industri minyak mentah kelapa sawit.

Perwakilan Serikat Pekerja Logam (SPL) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kutai Kartanegara, Andityo Kristiyanto, mengatakan pihaknya hadir langsung dalam sidang pleno penetapan UMK dan UMSK sebagai anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Pada hari ini tanggal 22 Desember kami menghadiri sidang pleno penetapan UMK dan UMSK Kutai Kartanegara tahun 2026. Saya duduk sebagai salah satu anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Kutai Kartanegara,” ujar Andityo.

Ia menjelaskan, hasil kesepakatan Dewan Pengupahan merekomendasikan indeks pengali UMK sebesar 0,75. Sementara itu, indeks tertinggi untuk UMSK ditetapkan sebesar 0,9 dan diikuti sektor-sektor lainnya dengan indeks di bawah angka tersebut.

“Yang kami perjuangkan dari Serikat Pekerja adalah diberlakukannya upah minimum sektor buruh jasa penunjang migas untuk pertama kalinya di Kutai Kartanegara. Alhamdulillah, perjuangan ini membuahkan hasil dan hasilnya sangat maksimal,” katanya.

Menurut Andityo, sektor jasa penunjang migas memperoleh upah yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya karena memiliki tingkat risiko kerja yang paling tinggi, tuntutan pekerjaan yang berat, serta membutuhkan keahlian dan spesialisasi khusus.

“Pada kenyataannya memang kami yang memiliki risiko pekerjaan paling tinggi, tuntutan pekerjaan tinggi, dan membutuhkan keahlian atau spesialisasi khusus di sektor jasa penunjang migas,” ujarnya.

Ia berharap rekomendasi Dewan Pengupahan tersebut dapat disetujui oleh Gubernur Kalimantan Timur melalui Bupati Kutai Kartanegara dan diumumkan paling lambat pada 24 Desember 2026.

Terkait dinamika pembahasan di dalam forum, Andityo menyebut perbedaan pandangan antarunsur merupakan hal yang wajar. Dari unsur pengusaha, APINDO mengusulkan indeks terendah di angka 0,5, sementara serikat pekerja mendorong indeks tertinggi sebesar 0,9.

“Kami meminta 0,9 karena KHL Kalimantan Timur saja sudah 5,7 juta. Sangat wajar serikat buruh mewakili pekerja Kutai Kartanegara meminta indeks tersebut, meskipun pemerintah pusat hanya memberikan rentang formula 0,5 sampai 0,9,” jelasnya.

Sementara itu, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kukar, Muhanda, mengatakan kesepakatan yang dicapai merupakan hasil perundingan panjang dan intensif seluruh unsur dalam Dewan Pengupahan.

“Alhamdulillah sekitar jam lima kurang sudah ada hasil kesepakatan antara unsur serikat, unsur pengusaha, dan pemerintah sehingga ditemukan titik temu mengenai UMK dan UMSK,” ujar Muhanda.

Ia menegaskan bahwa seluruh proses pembahasan dilakukan dengan mengikuti regulasi yang berlaku, mulai dari perumusan hingga penentuan indeks pengali upah.

“Secara umum kami mengikuti regulasi semua, dari rumusan sampai ke penentuan indeks. Rekomendasi yang kami serahkan ke Bupati semuanya sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

Muhanda menjelaskan bahwa delapan sektor UMSK di Kutai Kartanegara mengikuti pengelompokan sektoral provinsi, dengan nilai yang bersifat variatif sesuai karakteristik masing-masing sektor.

“Ada sektor sawit, batu bara, migas, minyak bumi, sampai kayu. Tahun ini nilainya berbeda-beda sesuai sektoralnya. Tidak seperti tahun lalu yang nilainya sama,” ujarnya.

Terkait besaran final UMK dan UMSK, Muhanda menegaskan kewenangan Dewan Pengupahan hanya sebatas memberikan rekomendasi, sementara keputusan akhir berada di tangan kepala daerah.

“Kalau soal angka, tentu kita menunggu dari Bupati. Otoritas kami hanya memberikan rekomendasi terhadap perhitungan UMK dan UMSK,” jelasnya.

Ia menilai kesepakatan yang telah dicapai masih dapat diterima oleh kalangan pengusaha di Kutai Kartanegara dan tergolong wajar.

“Dengan kesepakatan yang ada ini, harusnya pengusaha masih bisa menerima. Nilainya reasonable, tidak terlalu tinggi dan tidak juga rendah,” pungkasnya.

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp3.766.379. Dalam penetapan UMK tahun 2026, Pemerintah Kabupaten Kukar mengacu pada formula baru pengupahan, yakni penyesuaian upah berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan indeks alpha.

Berdasarkan simulasi perhitungan menggunakan formula tersebut, apabila diterapkan indeks alpha 0,5, dengan skema ini, UMK 2026 diproyeksikan meningkat menjadi Rp3.954.698.

Sementara itu, jika digunakan indeks alpha 0,7, dengan kenaikan tersebut, UMK Kukar 2026 diprediksi berada di angka Rp4.032.038. (*)

 

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.