Sutiadi Sebut Sopir Bus Tambah Kecepatan di Tikungan Simpang Susun Krapyak
December 23, 2025 06:50 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tangis Purwoko (49) pecah di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Tugu, Semarang.

Di tengah perawatan dokter, pria asal Sleman ini menangis mengenang istrinya yang meninggal dalam kecelakaan bus PO Cahaya Trans di Simpang Susun Krapyak Jalan Tol Dalam Kota Semarang, Senin (22/12/2025) dini hari. 

"Yang jelek saya, malah yang diambil (meninggal--Red) istri saya," ujar Purwoko sembari menangis di ruangan IGD Tugu.

Di tengah tangis Purwoko, dua orang kerabatnya berusaha menenangkan pria tersebut.

Baca juga: Minta "Kamar Baru": Isyarat Terakhir Korban Kecelakaan Maut Bus PO Cahaya di Tol Krapyak Semarang

Baca juga: AKBP Basuki Jadi Tersangka Kasus Kematian Dosen Levi, Polisi Pun Ungkap Soal Hasil Autopsi

Seorang kerabatnya sampai menempelkan kepalanya dengan kepala Purwoko agar kondisinya lebih tenang.

Purwoko dan istrinya naik bus PO Cahaya Trans selepas mengunjungi orang tua di Bogor.

"Saya habis dari Bogor jenguk orang tua. Mereka baru keluar dari  rumah sakit. Bapak stroke, ibu (sakit) paru-paru," ungkapnya. 

Korban lain, Sutiadi Sarwono (67) mengaku, hanya bisa tertegun selepas kecelakaan terjadi.

"Saya hanya bisa tertegun saat bus terguling," ujar Sutiadi di IGD RS Tugu.

Sutiadi masih teringat betul kecelakaan itu terjadi karena saat kejadian dia dalam keadaan terjaga.

"Kebiasaan saya, kalau perjalanan saya tidak pernah tidur," papar Sutiadi.

Ia pun paham betul lokasi kecelakaan karena sudah berulang kali melintasi jalan tersebut untuk menjenguk anak dan cucunya di Bogor.

"Saya dua minggu di Boyolali dan dua minggu di Bogor untuk bantu anak di sana. Jadi sangat mengenal jalan itu (lokasi kecelakaan—Red)," ujarnya.

Tidak seperti biasanya, Sutiadi yang biasanya duduk di bangku tengah atau belakang setiap naik bus tersebut, kali ini mendapatkan jatah nomor kursi 1 A.

"Saya paling depan, tapi dekat pintu masuk," katanya.

Tambah kecepatan

Dari kondisi itu, Sutiadi bisa melihat dengan jelas detik-detik saat peristiwa kecelakaan terjadi.

Ia mengungkapkan, saat bus melaju di Simpang Susun Krapyak dengan kontur jalan menurun dan membelok, justru sopir menambah kecepatan.

Padahal biasanya sopir bus akan mengurangi kecepatan di jalur tersebut. 

"Bus melaju dari arah Jakarta, turun ke Simpang Krapyak biasanya ketika mau sampai di lokasi itu ada proses perlambatan ini bus malah tambah kenceng. Saya heran, ini jalan mau nikung malah kenceng," terangnya.

Ia yang merasa ada yang aneh lantas tersentak kaget karena tiba-tiba bus miring ketika berbelok.

Bus warna kuning itu lantas terbalik sebanyak satu kali.

"Bus melaju kenceng langsung miring ambruk satu kali terus nabrak pembatas jalan," tutur Sutiadi, yang mengaku sering naik bus Cahaya Trans dalam dua tahun terakhir.

Saat kecelakaan terjadi, Sutiadi menyebut, tubuhnya oleng lalu terjerembab di kabin dan membentur bodi bus.

"Saya memejamkan mata, tubuh seperti terbang terawang-awang lalu jatuh," bebernya.

Selepas bus terbalik, ia berada di posisi atas.

Ia melihat kaca bus bagian depan pecah. Ia pun merangkak keluar dari bus melalui kaca itu.

"Saya lihat ada beberapa orang selamat, ada ibu (perempuan—Red) yang tidak tahu namanya, Pak Purwoko (korban lain) dan yang satu kernet," terangnya.

Sutiadi merasa saat kejadian kecelakaan suasana terasa hening.

Tidak ada teriakan atau suara apapun. Ia pun sempat syok atas kejadian itu dan sempat tertegun.

"Tidak ada teriakan, saya hanya duduk di pinggir jalan. Diam di situ," ungkapnya.

Selang beberapa waktu kemudian, Sutiadi dan beberapa korban lainnya dievakuasi ke rumah sakit.

Sutiadi tiba di RS Tugu, pada pukul 02.00. 

Ia kini masih berupaya pulang ke rumahnya di Boyolali.

Namun, ia enggan diantar oleh siapa pun karena takut menimbulkan keramaian di kampungnya.

Ia memang sakit di mata kanan, tangan kakan dan kaki kanannnya.

Tapi, menurutnya, sakit itu tidak seberapa.

Keluarganya sendiri tidak ada yang menjenguknya ke rumah sakit karena mereka baru pulang dari Bogor, pada 31 Desember mendatang.

"Katanya, akan (pulang) diantar oleh Jasa Raharja. Misal tidak diantar, nanti pesan taksi online. Masalahnya kalau diantar Jasa Raharja, saya khawatir nanti ramai di desa," bebernya. (Rezanda Akbar D/Reza Gustav/Budi Susanto/Iwan Arifianto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.