UMSK 2026 Kotabaru Direkomendasikan Naik Rp3.000, Sekjen Serbusaka:  Cacat Hukum
December 23, 2025 01:52 PM

BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU - Hasil rapat Dewan Pengupahan 
Kotabaru terkait rekomendasi UMK dan UMSK 2026 yang berlangsung hingga malam, masih mengganjal di hati para buruh. 

Kekecewan ini diungkapkan Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Sawit Kalimantan (Serbusaka), Rutqi yang turut mengikuti rangkaian rapat yang berlangsung alot.

Dikatakannya, hasil rapat menunjukkan wajah asli politik pengupahan yang tidak berpihak pada buruh. 

Ia menilai, di forum resmi negara, buruh dipaksa menerima keputusan yang menguntungkan pengusaha dan menekan hak pekerja.

"Rapat dihadiri oleh seluruh unsur Dewan Pengupahan, kecuali perwakilan GAPKI yang justru absen dalam penentuan nasib buruh," sebutnya, Selasa (23/12/2025).

Baca juga: Pembahasan UMK dan UMSK 2026 Kotabaru Berlangsung Alot, Berikut Persentase yang Direkomendasikan 

Baca juga: Kawal UMK dan UMSK 2026, Para Buruh Bawa Keranda Mayat ke Disnakertrans Kotabaru 

Dibeberkan Rutqi, sejak awal Badan Pusat Statistik (BPS) diarahkan menawarkan indeks alpha 0,7, angka yang jelas-jelas menekan kenaikan upah. 

Unsur pengusaha langsung menyetujuinya, sementara serikat pekerja menolak, karena tidak sesuai dengan realitas kenaikan harga kebutuhan hidup buruh.

Pemerintah kemudian menawarkan alpha 0,8 sebagai jalan tengah. Namun keputusan ini dinilaitetap lahir dari kompromi politik, bukan keberpihakan. 

Voting pun dipaksakan dan menghasilkan penetapan alpha 0,8 dengan sembilan suara, berbanding tiga suara yang memilih alpha 0,7. 

"Berdasarkan keputusan tersebut, UMK Kotabaru 2026 direkomendasikan naik 7,18 persen," ucapnya yang saat ini masih di RSUD Pangeran Jaya Sumitra karena dirawat drop kelelahan.

Mewakili kaum buruh, ketidakpuaasan juga dirasakannya dengan keputusan merekomendasikan kenaikan UMSK sebesar Rp3.000.

"Ini ketidakadilan paling telanjang terjadi dalam penetapan UMSK. Unsur pengusaha dengan tidak tahu malu hanya menawarkan Rp1.000, angka yang menghina martabat buruh sawit. Serikat pekerja menuntut Rp6.000 sebagai pengakuan atas kerja berat, risiko tinggi, dan eksploitasi struktural di sektor perkebunan kelapa sawit," paparnya.

Baca juga: Dewan Pengupahan Kalsel Ajukan UMP Rp 3,7 Juta, Kadisnakertrans: Masih Diajukan ke Gubernur

Baca juga: Update OTT KPK di Amuntai, Jaksa Tri Susul Kajari HSU ke Sel, Diamankan Tim Kejaksaan di Kalsel

Menurutnya, pemerintah kembali bermain aman dengan menawarkan Rp3.000 yang berujung hasil voting yang direkomendasikan. 

Dari Keputusan ini menurutnya bukan hanya tidak adil, tetapi cacat hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dibeberkannya, padahal Dewan Pengupahan Provinsi telah menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) tahun 2026 naik sebesar Rp5.000. 

"Fakta ini menunjukkan adanya standar ganda dan ketimpangan kebijakan. Tidak masuk akal ketika di tingkat provinsi sektor diakui layak naik Rp5.000, tetapi di tingkat kabupaten buruh sawit justru dipaksa menerima kenaikan Rp3.000 yang nyaris tidak bermakna," ujar Rutqi.

Ia pun menegaskan keputusan tersebut merupakan pelanggaran terbuka terhadap PP Nomor 49 Tahun 2025 Pasal 35F ayat (1).

"Ini bukan sekadar salah, ini melawan hukum dan logika keadilan," ucapnya.

Serbusaka juga menyatakan perjuangan belum selesai. Jika pemerintah daerah tetap memaksakan penetapan UMSK yang cacat hukum ini, maka gelombang perlawanan buruh akan diperluas melalui aksi massa, tekanan politik, dan langkah advokasi hukum.

(Banjarmasinpost.co.id/MuhammadTabri)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.