TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati mengingatkan potensi terjadinya banjir susulan di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Untuk itu, Dwikorita mendorong pemerintah untuk melakukan mitigasi dengan inspeksi menyeluruh di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS).
Pakar kebencanaan UGM itu mengatakan inspeksi yang dilakukan berupa pengecekan sisa endapan longsor, material rombakan, dan kayu-kayu yang masih tertahan di lereng maupun alur sungai pada elevasi tinggi. Sebab, endapan tersebut berpotensi menyumbat aliran sungai saat atau setelah hujan lebat.
“Jika sumbatan alami ini jebol, maka dapat memicu banjir bandang ke wilayah hilir dan dataran rendah, yang berisiko menambah korban jiwa serta merusak infrastruktur yang sedang maupun telah dibangun,” katanya, Selasa (23/12/2025).
Di samping itu, upaya mitigasi lainnya dilakukan dengan mengalirkan atau menyudet sumbatan sedimen di hulu alur sungai ke arah hilir secara terkontrol, agar tidak berkembang menjadi banjir bandang.
“Dalam jangka menengah, perlu dibangun check dam secara berjenjang dari hulu hingga kaki gunung. Tujuannya untuk mengendalikan kecepatan dan volume sedimen yang mengalir ke hilir, sehingga daya rusak aliran sedimen banjir bandang dapat diminimalkan,” sambungnya.
Di samping itu, pembersihan sedimen, lumpur, gelondongan kayu, serta bangkai hewan di lokasi terdampak harus segera dilakukan. Dengan demikian, fasilitas yang masih memungkinkan dapat segera difungsikan kembali, setidaknya sebagai hunian dan prasarana sementara.
Eks Kepala BMKG itu juga menyinggung soal rehabilitasi dan rekonstruksi. Menurut dia, perlu ada pemetaan ulang zona bahaya ke depan dan tingkat kerusakan lingkungan saat ini.
Baca juga: Tak Larang Kembang Api saat Perayaan Tahun Baru, Hasto Imbau Warga Berempati pada Korban Bencana
Mekanisme dan penyebab bencana harus dikaji melalui fact-finding langsung di lapangan, kemudian disimulasikan kembali dengan pemodelan fisika-matematis yang divalidasi dan diverifikasi menggunakan data empiris.
Pendekatan partisipatif perlu dilakukan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Pemerintah daerah bisa berkolaborasi dengan relawan, organisasi non pemerintah, swasta, akademisi, hingga masyarakat luas.
"Pendekatan partisipatif tersebut penting untuk menjamin efektivitas dan relevansi pemulihan, sehingga hunian serta sarana prasarana yang dibangun benar-benar sesuai dengan kebutuhan, kondisi sosial, dan tradisi budaya setempat,” terangnya.
Mengingat luasnya wilayah terdampak serta kompleksitas tantangan rehabilitasi dan rekonstruksi yang harus ditangani secara cepat dan tepat.
Dwikorita mengusulkan pembentukan suatu badan khusus yang fokus pada pemulihan kehidupan dan penghidupan pasca bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
Model kelembagaan ini dapat mencontoh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh pasca tsunami 2004, dengan kepemimpinan yang kuat serta didukung sumber daya manusia yang cekatan, taktis, dan berpengalaman, yang telah teruji dalam penanganan berbagai bencana besar di Indonesia. (maw)