Penyebab Sungai Batanghari Jambi Berwarna Coklat, Lahan Rusak 44.387 Hektare
December 23, 2025 07:47 PM

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan ruang hidup masyarakat di Provinsi Jambi, khususnya di kawasan hulu Sungai Batanghari.

Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, mengatakan dampak PETI kini semakin nyata dirasakan warga, mulai dari pencemaran air hingga meningkatnya risiko bencana ekologis.

“Di hulu Batanghari, setiap hujan turun air sungai berubah keruh kecoklatan. Itu bukan sekadar lumpur, tapi juga membawa residu merkuri yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem,” kata Oscar dalam konfrensi pers, Selasa (23/12/2025).

Baca juga: Hulu Jambi Mulai Banjir, Desa Sungai Talang di Bungo yang Marak Penambangan Emas Ilegal

Berdasarkan catatan WALHI Jambi, luasan lahan yang diduga rusak akibat aktivitas PETI mencapai lebih dari 44.387 hektar. Kabupaten Sarolangun menjadi wilayah dengan dampak terparah, dengan sekitar 14.900 hektar lahan mengalami kerusakan.

“Angka ini bukan sekadar statistik. Dampaknya langsung dirasakan warga, dari air minum yang tercemar, ikan yang mati, sampai sawah yang produktivitasnya menurun,” ujarnya.

Oscar menjelaskan, Sungai Batanghari yang menjadi sumber kehidupan jutaan warga kini membawa lumpur dan zat beracun hingga ke wilayah hilir. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai berada dalam posisi paling rentan.

“PETI ini hadir dalam kehidupan sehari-hari warga. Anak-anak mengalami gatal-gatal, sumur tidak lagi layak minum, dan sungai yang dulu jadi ruang sosial kini justru menjadi ancaman,” jelasnya.

Ia juga menyoroti bahaya merkuri yang dilepaskan dari aktivitas PETI. Zat beracun tersebut mengendap di dasar sungai, masuk ke rantai makanan, dan berpotensi merusak kesehatan manusia dalam jangka panjang.

Baca juga: Debit Air Sungai Batang Bungo Jambi Meluap: Rumah Mulai Dihantam Banjir, Warga Mulai Mengungsi

Selain pencemaran, kerusakan bentang alam akibat PETI turut memperparah risiko bencana. Oscar menyebut banjir kini datang lebih cepat, dengan ketinggian lebih parah dan waktu surut lebih lama.

“Ketika hujan ekstrem bertemu lanskap yang sudah rusak, banjir dan longsor menjadi ancaman nyata bagi keselamatan warga,” katanya.

Menurut Oscar, penanganan PETI tidak cukup hanya dengan razia alat berat atau penangkapan pekerja tambang di lapangan. Ia menilai negara harus berani membongkar jaringan besar di balik aktivitas ilegal tersebut.

“Selama cukong-cukong besar dibiarkan bebas, PETI akan terus hidup. Sungai Batanghari akan terus menanggung racun, dan masa depan masyarakat Jambi terus dipertaruhkan,” tegasnya.

Sementara itu, Sanu (40) warga Limun, Kabupaten Sarolangun mengatakan bahwa penambangan emas masih terjadi di kampungnya sejak beberapa dekade terakhir. Sejumlah warga masih menggantungkan hidupnya dengan melakukan tampang ilegal dan sudah biasa bagi warga sekitar.

Dia bercerita, bahwa penambangan emas tanpa izin sampai saat ini masih terjadi di sejumlah wilayah di Sarolangun terlebih di wilayah hulu.

“Masih ada lah ini pakai alat berat, sekarang sudah ada juga yang  menambang emas di sungai menggunakan kapal di sepanjang sungai Limun,” ujarnya saat di hubungi Tribun Jambi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.