TRIBUN-SULBAR.COM - Massa Gerakan Vendetta menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju, Jalan Ahmad Kirang, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, Selasa (23/12/2025).
Aksi ini merupakan bentuk protes atas indikasi kejanggalan pada pembangunan dan rencana pengoperasian Puskesmas Karampuang.
Proyek yang dibiayai anggaran negara tersebut dinilai melanggar sejumlah regulasi, mulai dari standar pelayanan kesehatan hingga hukum lingkungan hidup.
Baca juga: 2.000 Botol Tersedia dan 5 Ribu Sedang Dikirim Stok Infus RSUD Sulbar Aman Selama Nataru
Baca juga: Rp3 Miliar Per Desa untuk Koperasi Merah Putih se-Sulbar Anggaran Diawasi Kejaksaan Tinggi
Koordinator Lapangan Aksi, Ikhwan Rozi, mengatakan berdasarkan investigasi lapangan, Puskesmas Karampuang diduga kuat belum memenuhi syarat kelayakan operasional sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 43 Tahun 2019.
"Fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya ketersediaan air bersih secara berkelanjutan dan listrik 24 jam. Selain itu, fungsi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak jelas," ujar Ikhwan, dalam orasinya sambil memegang toa' (pengeras suara).
Ia menegaskan, tanpa pemenuhan utilitas dasar tersebut, Puskesmas Karampuang secara hukum tidak boleh memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat karena membahayakan keselamatan pasien dan tenaga medis.
Selain masalah operasional, massa menyoroti ancaman pencemaran di wilayah pesisir Pulau Karampuang.
Hingga saat ini, lanjut Ikhwan, belum ditemukan bukti adanya sistem pengelolaan limbah medis yang berizin sesuai Permenkes Nomor 18 Tahun 2020.
"Ada indikasi IPAL hanya dibangun sebagai formalitas tanpa uji kualitas air limbah. Jika dipaksakan beroperasi, limbah cair medis berisiko langsung mencemari lingkungan laut Karampuang," lanjut Ikhwan.
Tak hanya itu, Gerakan Vendetta juga mempersoalkan transparansi dokumen lingkungan seperti UKL-UPL atau SPPL yang menjadi syarat mutlak dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelaksanaan Provisional Hand Over (PHO) atau serah terima pertama pekerjaan juga tak luput dari kritik.
Merujuk pada Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020, PHO hanya bisa dilakukan jika pekerjaan selesai 100 persen dan lulus uji teknis.
"Jika air, listrik, dan IPAL belum berfungsi namun sudah dilakukan PHO, maka patut diduga terjadi manipulasi data administratif," tegasnya.
Ikhwan bahkan menjuluki proyek ini sebagai "proyek hantu" di wilayah terluar karena sulitnya akses publik terhadap dokumen kontrak, Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga dokumen teknis lainnya..(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Suandi