TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wimboyono Senoadji, kuasa hukum terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi, menyoroti keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sepanjang persidangan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina-KKS periode 2018–2023.
Ia menilai dari sejumlah keterangan saksi dalam tujuh kali persidangan, kliennya tidak memiliki kewenangan langsung dalam pengadaan kapal di PIS. Menurutnya, pengadaan kapal berada di bawah Direktorat Operasi dan unit teknis procurement, bukan pada level direksi.
“Dari keterangan saksi-saksi, termasuk yang diajukan oleh jaksa sendiri, tidak pernah ada satu pun yang menyatakan adanya campur tangan, intervensi, atau pengarahan dari Pak Yoki dalam pengadaan kapal,” ujar Wimboyono di sela sidang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Dalam perkara pengadaan kapal JMN, jaksa mendalilkan keterlibatan Yoki Firnandi dalam pengadaan tiga unit kapal.
Namun, Wimboyono menilai keterangan saksi menunjukkan bahwa secara operasional PIS setiap tahunnya menyewa sekitar 200 kapal dengan total kurang lebih 800 proses tender. Ia menilai keberadaan tiga kapal tersebut tidak signifikan secara proporsi terhadap keseluruhan bisnis perusahaan.
Selain pengadaan kapal, dakwaan jaksa juga menyoroti ekspor minyak mentah Banyu Urip saat Yoki menjabat sebagai Direktur di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Kuasa hukum menyampaikan bahwa keputusan ekspor tidak diambil sepihak, melainkan melalui koordinasi dengan SKK Migas, Kementerian ESDM, serta meminta pendapat hukum kepada KPK.
“Ekspor dilakukan karena jika tidak, beban justru akan lebih besar. Semua langkah dilakukan melalui koordinasi dan persetujuan otoritas terkait, bukan keputusan pribadi Pak Yoki,” kata Wimboyono.
Baca juga: Ridwan Kamil Buka Suara usai Digugat Cerai Atalia, Akui Salah hingga Menyesal : Saya Banyak Khilaf
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (13/10/2025), JPU menyebut Yoki bersama sejumlah pejabat Pertamina diduga melakukan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina-KKS periode 2018–2023.
Perbuatan tersebut disebut menimbulkan kerugian negara hingga USD 2,4 miliar dan Rp1,07 miliar, serta secara keseluruhan mencapai Rp 285,1 triliun.
JPU dalam dakwaan merinci tiga modus korupsi yang dilakukan para terdakwa. Pertama, Yoki bersama Sani Dinar Saifuddin dan Dwi Sudarsono merekayasa laporan seolah minyak mentah Banyu Urip tidak dapat diserap kilang domestik sehingga harus diekspor.
Kedua, dalam impor minyak mentah, Yoki bersama sejumlah pejabat menambahkan komponen Pertamina Market Differential (PMD) ke dalam HPS sehingga harga pengadaan lebih tinggi, sekaligus membocorkan nilai HPS dan persyaratan lelang untuk mengatur pemenang dari 10 perusahaan tertentu.
Ketiga, Yoki bersama rekan-rekannya mengarahkan PT PIS melalui anak usaha di Singapura untuk menunjuk langsung Sahara Energy International Pte. Ltd sebagai penyedia kapal VLCC dengan harga sewa USD 5 juta, jauh di atas nilai wajar HPS sebesar USD 3,76 juta.
Atas perbuatannya, Yoki Firnandi bersama Agus Purwono dan Sani Dinar Saifuddin didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan tindak pidana.
Kejaksaan Agung sendiri menetapkan 18 tersangka dalam perkara ini, dengan penyimpangan yang disebut terjadi dari hulu hingga hilir: mulai dari ekspor, impor, pengapalan, sewa terminal, kompensasi BBM, hingga penjualan solar subsidi.
SIDANG KORUPSI PERTAMINA - Sidang perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (10/11/2025). Hakim tolak eksepsi para terdakwa.
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi (kiri), saat sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina-KKS 2018–2023 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/11/2025). Terkini kuasa hukum Yoki menyatakan bla bla
menyoroti keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sepanjang persidangan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina-KKS periode 2018–2023.