Analisis Apakah Korban Kecelakaan Akibat Jalan Rusak di Jambi Bisa Gugat s/d Ganti Rugi
December 24, 2025 11:11 AM

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kondisi jalan lintas nasional yang menghubungkan Provinsi Jambi dengan sejumlah daerah di Sumatera banyak lubang, bergelombang, dan minim perawatan, terutama pada jalur yang terdampak peralihan arus kendaraan sejak beroperasinya jalan tol di Sumatera Selatan hingga Muaro Jambi.

Pengamat transportasi sekaligus Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan kerusakan tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan, khususnya bagi pengendara roda dua.

Djoko menilai penurunan kualitas jalan nasional berkaitan erat dengan minimnya anggaran pemeliharaan dalam beberapa tahun terakhir.

"Pemeliharaan jalan nasional adalah kewajiban yang diamanatkan undang-undang. Jika anggaran perawatan minim, dampaknya langsung terasa pada keselamatan pengguna jalan," ujar Djoko.

Risiko Kecelakaan dan Tanggung Jawab Hukum

Menurut Djoko, jalan berlubang, bergelombang, dan tidak rata sangat berbahaya, terutama bagi pengendara sepeda motor.

"Jika kecelakaan terjadi akibat jalan rusak, penyelenggara jalan dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Ada dasar hukumnya," tegasnya.

Korban kecelakaan akibat kondisi jalan dapat melapor ke kepolisian agar diproses sesuai aturan yang berlaku.

Kemacetan di Jalur Strategis

Selain kerusakan jalan, Djoko menyoroti kemacetan di sejumlah jalur lintas provinsi. Salah satunya terjadi di ruas Jambi-Palembang, yang sempat mengalami kemacetan panjang di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Dia juga menyoroti jalur Jambi-Pekanbaru yang hingga kini masih bergantung pada satu jembatan utama, yakni Jembatan Batanghari, sehingga kerap menjadi titik kemacetan harian.

"Jalur ini menghubungkan banyak provinsi, tetapi infrastrukturnya belum memadai," ujarnya.

Jalan Nasional Harus Jadi Prioritas

Djoko menegaskan, ketimpangan pembangunan infrastruktur antarwilayah perlu segera dibenahi. Jalan nasional, menurutnya, merupakan tulang punggung mobilitas dan logistik yang harus mendapat perhatian serius.

"Masyarakat membayar pajak dan berhak atas jalan nasional yang aman dan layak," katanya.

Ancaman ODOL Terhadap Keselamatan

Persoalan loain pun mendapat sorotan Djoko, soal dampak kendaraan over dimension over loading (ODOL) terhadap keselamatan dan kondisi jalan.

Berdasarkan Survei Persepsi Pengemudi Angkutan Barang Kementerian Perhubungan pada Oktober 2025, sebanyak 60 persen pengemudi truk ODOL pernah mengalami kecelakaan lalu lintas.

Survei yang sama mencatat 75 persen pengemudi truk berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Sistem pengupahan borongan masih mendominasi, sehingga mendorong pengemudi membawa muatan berlebih demi menambah penghasilan.

"Masalah ODOL tidak bisa dilepaskan dari aspek kesejahteraan pengemudi," kata Djoko.

Data survei juga menunjukkan 52 persen kecelakaan pengemudi ODOL disebabkan rem blong, yang diduga kuat berkaitan dengan muatan berlebih dan lemahnya pengawasan teknis kendaraan.

Pemerintah telah menyusun sejumlah rencana aksi dalam kebijakan Zero ODOL melalui Rancangan Peraturan Presiden Penguatan Logistik Nasional. 

Namun, Djoko menilai implementasinya masih belum berjalan maksimal.

Minim Fasilitas Pendukung Angkutan Barang

Djoko juga menyoroti minimnya terminal angkutan barang di jalur nasional. 

Kondisi ini membuat pengemudi kerap memarkir kendaraan di bahu jalan atau lokasi yang tidak semestinya.

"Keberadaan terminal angkutan barang sangat mendesak. Terminal penumpang tipe A yang sepi bisa dimanfaatkan sementara," ujarnya.

Pembenahan Harus Menyeluruh

Menurut Djoko, penanganan persoalan jalan nasional dan ODOL tidak cukup hanya dengan penindakan. 

Pemerintah perlu melakukan pembenahan menyeluruh, mulai dari pemeliharaan infrastruktur, peningkatan pengawasan, hingga kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pengemudi angkutan barang. (Tribun Jambi/Rifani Halim)

Korban Kecelakaan Akibat Jalan Rusak Bisa Gugat

  • Apabila mengalami kecelakaan akibat jalan yang rusak, masyarakat bisa menggugat pemerintah setempat atau instansi terkait.
  • Masyarakat sebagai korban kecelakaan bisa melapor ke polisi maupun bisa menggugat pemerintah.
  • Pihak tergugat/terlapor adalah pejabat atau penanggung jawab penyelenggara jalan dari pemerintah.
  • Dasar hukum: UU Nomor 20 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
  • Pasal 24  ayat (1) mengatur pemerintah wajib segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Pada ayat (2), mewajbkan pemerintah memberikan tanda atau rambu pada jalan yang rusak sekaligus sebagai cara mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas.
  • Dalam ranah hukum perdata, korban kecelakaan bisa menggugat ganti rugi pemerintah atas dasar perbuatan melawan hukum.
  • Korban perlu menyiapkan minimal 2 alat bukti untuk dilampirkan dalam gugatan (foto/video yang diambil pada kondisi jalan yang rusak hingga bukti keterangan visum atas luka akibat kecelakaan dari rumah sakit). 

Baca juga: Ambulans Orang Sakit pun Sulit Lewat, Jalan Nasional di Tanjab Barat Rusak Parah

Baca juga: Bopeng-bopeng Jalan Nasional di Jambi, Waspada Ratusan Lubang Bikin Rawan Kecelakaan

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.